Mohon tunggu...
wiezkf
wiezkf Mohon Tunggu... Human Resources - Open Observer

Pengamat bebas dengan imajinasi liar, penulis lepas yang tangannya sering nyasar ke keyboard, data analyst yang suka ngulik angka sampai mau minta cuti, dan reviewer jurnal bereputasi yang hobi debat sama teori!. Cukup dengan laptop, kopi, dan rasa ingin tahu, analisis data serta ulasan jurnal jadi petualangan epik penuh plot twist, di mana statistik sering menyerah bilang, “Skip, aku nyerah!” 😂☕

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berselimut dibawah Teriknya Matahari

26 Januari 2025   09:40 Diperbarui: 26 Januari 2025   10:10 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pria paruh baya sedang berjualan dagangannya di sebuah Pasar Tradisional, Semarang (Unplash/Visual Kursa)

Di laboratoriumnya, Dr. S. Hanafi  menatap layar komputer yang penuh dengan grafik dan data-data.
“Jika saja manusia lebih peduli pada sesamanya daripada kantongnya sendiri, teknologi ini sudah bisa mengubah nasib ribuan desa,” gumamnya.

Sementara itu, di desa-desa terpencil yang jauh dari kemegahan Ibu Kota, rakyat tetap hidup dalam keterbatasan. Akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan masih terasa seperti mimpi yang jauh. Meski begitu, mereka tetap saling membantu, seperti keluarga besar yang berbagi satu payung di tengah hujan deras.

Teriknya Matahari di Monas Jakarta (Pexels/Tom Fisk)
Teriknya Matahari di Monas Jakarta (Pexels/Tom Fisk)

Refleksi Moral Kebangsaan

Di malam hari, ditemani secangkir kopi dan buku filsafat Islam, Dianasari sering merenung. Ia yakin bahwa bangsa ini membutuhkan lebih dari sekadar kebijakan ekonomi. Bangsa ini membutuhkan kebangkitan moral.

“Bukankah Rasulullah mengajarkan pentingnya amanah? Bukankah kejujuran adalah fondasi segala kebaikan?” pikir Dianasari.

Di sebuah masjid, Ustaz Muh. Mansur, seorang ulama muda, menyampaikan pesan yang menggugah hati. “Kita tidak bisa hanya berharap pada pemerintah. Kita, sebagai rakyat, harus menjadi bagian dari solusi. Mulailah dari hal kecil: bantu tetangga, hormati perbedaan, dan jaga akhlak. Itulah jihad di zaman ini.”

Epilog

  • Di bawah teriknya matahari, rakyat Indonesia terus berjuang. Sebagian berselimut harapan, sebagian lagi berselimut kekecewaan. Namun, seperti matahari yang selalu terbit setiap pagi, ada keyakinan bahwa esok hari bisa lebih baik.
  • Dianasari menatap pasar yang perlahan mulai sepi. Dia sadar bahwa perubahan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab setiap individu.
  • Di langit, panel-panel surya proyek Matahari Nusantara mulai dipasang di beberapa wilayah. Meski perlahan, proyek ini membawa harapan bahwa teknologi dan moralitas dapat berjalan beriringan.

Silahkan, buatlah keyboard anda sibuk di kolom komentar dengan mendeskripsikan karakter ”Siapakah Dianasari?”😆🤣

Ternate, 26 Januari 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun