"Penerapan Teknologi Blockchain dalam Pengelolaan Tanah oleh Badan Bank Tanah. Blockchain, dengan transparansi, akuntabilitas, dan keamanan, menawarkan solusi inovatif bagi pengelolaan tanah oleh Badan Bank Tanah Indonesia. Teknologi ini dapat mengatasi manipulasi data, konflik agraria, serta meningkatkan efisiensi dan keadilan akses lahan. Penerapannya mendukung reformasi agraria yang pro-rakyat dan kesejahteraan masyarakat. Blockchain membuka peluang bagi terciptanya sistem pertanahan yang modern, adil, dan terpercaya, sekaligus mendorong transformasi pengelolaan lahan yang lebih efisien dan transparan."~&wiezkf'
Badan Bank Tanah: Instrumen Strategis untuk Kesejahteraan Rakyat
Badan Bank Tanah, sebagai lembaga baru yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, merupakan terobosan penting dalam pengelolaan agraria di Indonesia. Konsep ini didesain sebagai instrumen strategis untuk mengatasi berbagai tantangan agraria, termasuk ketimpangan penguasaan lahan, konflik pertanahan, serta keterbatasan akses lahan bagi masyarakat kecil dan pelaku usaha kecil. Namun, pertanyaannya adalah, apakah Badan Bank Tanah mampu benar-benar mewujudkan kesejahteraan rakyat, atau sekadar menjadi alat administratif tanpa dampak signifikan?
Dalam konteks kesejahteraan rakyat, Badan Bank Tanah menawarkan potensi kebaruan yang menjanjikan jika dioperasikan secara transparan, akuntabel, dan pro-rakyat. Salah satu inovasi yang dapat diusulkan adalah penerapan teknologi digital berbasis blockchain untuk transparansi data pertanahan. Adanya penggunaan sistem ini, distribusi, alokasi, dan legalisasi tanah dapat tercatat secara aman dan tidak dapat dimanipulasi, sehingga mengurangi potensi konflik agraria yang selama ini menjadi permasalahan utama di Indonesia.
Lebih jauh, Badan Bank Tanah dapat memainkan peran strategis dalam mendukung Reforma Agraria melalui redistribusi tanah yang terintegrasi dengan program-program kesejahteraan seperti subsidi pertanian, pelatihan kewirausahaan, dan pembiayaan mikro. Penelitian Deininger dan Byerlee (2011) menunjukkan bahwa redistribusi lahan secara inklusif mampu meningkatkan produktivitas pertanian, mengurangi kemiskinan, dan memperkuat ketahanan pangan. Keberhasilan ini memerlukan pengawasan ketat melalui partisipasi publik dan teknologi digital berbasis blockchain untuk memastikan akuntabilitas. Berdasarkan pendekatan ini, redistribusi tanah dapat menjadi alat efektif untuk pemerataan kesejahteraan.
Namun demikian, keberhasilan Badan Bank Tanah sangat bergantung pada keberpihakan politik, tata kelola yang baik, dan pengawasan yang efektif. Kritik dari para akademisi mencatat bahwa lemahnya pengawasan sering menjadi akar masalah kebijakan agraria di Indonesia Lucas & Warren (2013). Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat sipil dan akademisi dalam pengawasan serta evaluasi kebijakan Bank Tanah menjadi sangat penting.
Penerapan Teknologi Blockchain
Teknologi blockchain telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan telah diterapkan di berbagai sektor, termasuk pertanian dan pengelolaan tanah. Blockchain adalah teknologi yang memungkinkan penyimpanan data secara terdesentralisasi dalam bentuk buku besar digital yang aman, transparan, dan tidak dapat diubah (Addinansyah, 2024). Dalam konteks pengelolaan tanah, blockchain menawarkan solusi yang dapat mengatasi berbagai masalah yang sering dihadapi, seperti manipulasi data, sertifikat tanah ganda, dan kurangnya transparansi (Tarisa, 2024).
Sistem Kerja Teknologi Blockchain
Blockchain menggunakan jaringan terdesentralisasi dengan mekanisme konsensus yang memastikan setiap transaksi tercatat secara permanen dan transparan. Setiap transaksi atau perubahan data dicatat dalam blok, yang kemudian dirantai secara kronologis untuk membentuk rantai (blockchain). Data dalam blockchain dikelola oleh jaringan yang terdiri dari banyak pengguna atau node, dan setiap perubahan hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari mayoritas anggota jaringan (Addinansyah, 2024).
Prosedur Kerja Teknologi Blockchain dalam Pencatatan Transaksi Tanah
1. Pembuatan Blok Baru:
- Setiap kali ada transaksi tanah baru (seperti pembelian, penjualan, atau perubahan kepemilikan), informasi tentang transaksi tersebut dikumpulkan (Njoroge, 2021).
- Data transaksi ini mencakup informasi seperti identitas pihak yang terlibat, deskripsi properti, dan detail transaksi (Littewina, 2020).
2. Verifikasi Transaksi:
- Data transaksi yang terkumpul kemudian dikirimkan ke jaringan blockchain untuk diverifikasi (Njoroge, 2021).
- Node dalam jaringan blockchain memverifikasi keabsahan transaksi tersebut menggunakan algoritma konsensus (Shrestha et al., 2020).
- Jika mayoritas node menyetujui transaksi, maka transaksi dianggap valid (Littewina, 2020).