"Dia punya jaringan khusus dengan pintu kekuasaan Padang Pariaman. Mak Itam Kalingga pun sepakat dan setuju," kenang Ali bin Yusuf.
Namun, persetujuan Mak Itam Kalingga tak serta merta masyarakat Lubuak Pua ikut dan sesuai semuanya. Tetapi, semangat juang Ahmad Yusuf tak pernah mundur.
Komunikasinya tetap tak rusak hanya tidak seirama dalam memulai aktivitas pesantren tersebut, dengan seluruh tokoh masyarakat.
Ahmad Yusuf tetap komunikasi dengan tokoh-tokoh yang dianggap tidak setuju untuk hadirnya pesantren ini. "Hasil komunikasi tetap saja, lain di depan secara pertemuan formal, dan lain pula gaungnya keluar, setelah rapat atau pertemuan usai," kenang Ali bin Yusuf.
Ali bin Yusuf, salah seorang Walikorong di Nagari Balah Aie ini sering berhabis hari dan malam, sering kongko-kongko dengan Ahmad Yusuf dan Mak Itam Kalingga ini kala itu.
Ahmad Yusuf sepertinya memakai konsep "iyokan nan di awak, lalukan nan di urang". Artinya, setiap kali ada keinginan untuk pembaharuan, Ahmad Yusuf tak pernah absen untuk berkumpul bersama dengan masyarakat.
Termasuk "penolakan" dari Palo Mudo Mak Aciak, tetap dihadapi dengan komunikasi yang baik, sesuai irama yang dibawakan Ahmad Yusuf itu sendiri.
Menantang Arus
Hadirnya Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua, tentunya tidak semulus yang dilihat hari ini. Kini, pesantren yang berdiri di pinggiran Sungai Batang Mangoi ini, sudah menjadi rujukan masyarakat.
Kisah istiqamah dan komitmen kuat dari Ahmad Yusuf dan H. Zainuddin Tuanku Bagindo Basa, yang tak pernah lelah mengawal nilai-nilai di pesantren itu, penuh dengan gelombang pasang.
Terutama kisah Ahmad Yusuf yang penuh dengan perjuangan. Berjuang tanpa pamrih, ikhlas tanpa mengharapkan imbalan, selain dari kurnia dari Yang Maha Kuasa, Allah SWT.