Namun dibalik itu, Zainuddin pun galau bahasa sekarangnya. Ahmad Yusuf dikenalnya sebagai guru tuo yang amat sayang dan tinggi perhatiannya terhadap dia, yang dia rasakan sejak lama.
"Tuo Ahmad Yusuf ini sangat disiplin. Tak tiba kita mengaji, diturutinya ke asrama. Dijemput, ditanyai, kenapa tak mengaji," sebut Zainuddin.
Zainuddin di penghujung akan menjadi marapulai kaji ini galau. Tak tahu apa yang mau dilakukan. Pikirannya memberontak, tapi tak tahu apa yang mau dilawan.
Di tengah itu, dia datangi guru tuonya, Ahmad Yusuf di Lubuak Pauah. Dia jalan kaki ke sana. Sendiri. Bertemu empat mata, terdiam lalu minta restu dan izin.
Tapi lama keluarnya ungkapan itu. Tak bisa serta merta. Hanya sebatas mengajukan keberatan, tak kuat berjalan dari Kampung Suduik ke Lubuak Pauah, oleh Zainuddin terasa berat. Itulah hubungan batin yang kuat antara guru dan murid.
Antara santri dan guru tuo. Sebab, guru tuo di surau, juga berfungsi sebagai ayah dan ibu ketika di kampung. Kakak iya juga.Â
"Ambo ndak talok baulang ka Lubuak Pauah," begitu Zainuddin mengulang kisahnya ketika mengaji di Lubuk Pandan bersama Ahmad Yusuf ini.
Ya, minta izin lalu lanjut mengulang kaji dengan Ahmad Saufi. "Ndak masalah. Lanjutkan. Yang penting jangan sampai tidak mengaji," sebut Ahmad Yusuf, seperti yang disampaikan kembali oleh Zainuddin dalam berkisah.
Mendengar ungkapan ikhlas dan tulus dari Ahmad Yusuf, terasa beban berat plong, gundah dan galau terasa lepas, dan semangat pun menyembul.
Di samping disiplin, Ahmad Yusuf juga terkenal cepat dan tepat mengambil keputusan. Soal ada masalah dan kendala dalam rencana, itu diselesaikan sambil berjalan.
Termasuk saat Zainuddin menjalang pindah dari Lubuk Pandan ke Lubuak Pua. Itu sebuah keputusan yang amat cepat dari Ahmad Yusuf.