Asrizal. Namanya pendek, tapi kehebatannya luar biasa semasa jadi santri di Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan, Kabupaten Padang Pariaman.
Betapa tidak! Mulai masuk ke Madrasatul 'Ulum tahun 1990, tahun 1994 sudah jadi marapulai kaji alias kelas tujuh.
Artinya, kemampuan seorang Asrizal melampaui di atas rata-rata kemampuan santri secara umum. Santri lain bisa sampai enam hingga tujuh tahun di pondok, baru bisa tamat.
Tapi Asrizal yang bergelar Malin Sinaro ini, cuma empat tahun di Madrasatul 'Ulum, langsung tamat.
Lahir di Batagak, Kabupaten Agam 1974, Asrizal yang anggota DPRD Agam dari PKS ini memang jadi santri inspiratif, terutama terhadap anak-anak Batagak yang mengaji di Madrasatul 'Ulum dulunya.
"Saya yang termasuk berani tidak mengambil gelar saat tamat di Lubuk Pandan dulu," katanya.
Sampai niniak mamak Asrizal berang ketika hadir dalam prosesi mendoa tamat marapulai dulu.Â
Alasan Asrizal saat itu tidak mau diberi gelar, adalah persoalan status sosial di kampungnya sendiri, Batagak.
Contoh, kata dia, ketika seseorang memakai gelar banyak dicemooh, saat melakukan pekerjaan yang berlawanan dengan ilmu dan keilmuannya.
"Kurang elok rasanya di lingkungan sosial, bila seorang tuanku, labai, malin ikut berburu babi, ikut main domino, ikut pula kerja-kerja yang bertentangan dengan syarak," ulas dia.