Tapi, oleh pemerintah kemudian tentunya di data, dan namanya diabadikan. Mereka diabadikan sebagai syahid akhirat.
Terhadap ini, pemerintah patut diberikan apresiasi. Menjadikan sebuah peristiwa sebagai kisah tersendiri. Kisah yang abadi sepanjang masa, karena situs itu dirawat dengan baik.
Padang Pariaman pernah mengalami musibah besar pula. Memang tak sedahsyat tsunami Aceh. Tapi gempa besar 2009, ikut merenggut ratusan nyawa.
Namun, nama mereka yang gugur akibat amukan gempa itu tak diabadikan. Tak ada sebuah situs pun yang mengabadikan korban gempa Cumanak, Tandikek itu.
Sepertinya, penting pembelajaran soal ini. Soal pengabadian nama-nama yang korban akibat musibah.
Pengabadian nama-nama korban serta catatan dan cerita musibah, setidaknya memberikan nilai sejarah tersendiri dalam introspeksi diri.
Evaluasi diri untuk perubahan dan perbaikan, mengingat Allah SWT, bahwa hidup dan kehidupan berjalan atas kuasa Tuhan.
Penting untuk mendalami kajian tauhid dan tasawuf, agar paham kita tidak sesat dan menyesatkan di tengah masyarakat.
Dari kajian dua hal inilah yang membentuk kesalehan dan ketinggian adab. Adab sesama makhluk Tuhan, adab makhluk kepada Tuhan.
Maupun adat sebagai dan antar keyakinan dan keagamaan yang ada di muka bumi ini. Nilai luhur inilah yang menjadi sprit Syekh Abdurrauf as-Singkili atau Syiah Kuala yang dikembangkan oleh Syekh Burhanuddin Ulakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H