Mohon tunggu...
Tuanku Damanhuri
Tuanku Damanhuri Mohon Tunggu... Penulis - Padang Pariaman Bicara

Lakuang maninjau kalam manyigi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Syekh Mahmud Bin Abdurrahman Bin Muadz dan Titik Nol Kilometer Peradaban Islam Nusantara di Barus

9 Januari 2024   18:25 Diperbarui: 9 Januari 2024   18:36 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Papan Tinggi, Syekh Muhammad di Barus, Tapanuli Tengah. (foto dokpri)

Makam Papan Tinggi namanya. Terletak di ketinggian bukit, yang untuk sampai ke puncaknya, jemaah wajib menaiki anak tangga, terkenal dengan jenjang seribu.

Sesuai jadwal, jemaah Majlis Zikir dan Sholawat Al-Wasilah Padang Pariaman ini tiba di Makam Syekh Mahmud Bin Abdurrahman Bin Muadz Bin Jabal itu, Selasa 9 Januari 2024 pagi menjelang siang.

Makam yang disebut sebagai salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang datang ke nusantara masa Khalifah Abu Bakar ini, terletak di Desa Pananggahan, Kecamatan Barus Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Jemaah yang dipimpin oleh Amrizal Tuanku Sutan, Buya Bustanul Arifin Khatib Bandaro, dan Nursyamsu alias Bujang ini tiba di puncak bukit itu, setelah melewati kelelahan menapaki anak tangga tersebut.

Bagi sebagian besar jemaah yang berasal dari VII Koto Sungai Sariak, Pekanbaru dan Ulakan ini, makam Papan Tinggi sudah tidak asing lagi.

Mereka tiap tahun ke sana. Tentunya wirid sejak dulunya dari Tuanku Bagindo Lubuak Pua.

"Alhamdulillah, kita tiap tahun ke sini, tepatnya bulan Jumadil Akhir menjelang masuk bulan Rajab ini," kata Bujang.

Ziarah adalah bagian dari upaya mengingat kematian. Sebab, yang namanya makhluk Tuhan yang bernyawa, pasti akan melewati yang namanya kematian.

Semuanya, termasuk para wali Allah SWT, orang-orang yang dikeramatkan, tetap meninggal. Hanya saja, para guru-guru itu statusnya lebih pada perpindahan dari alam dunia ke alam akhirat.

Kemudian, ziarah juga bagian terpenting dari pertalian kaji dan keilmuan dengan ulama yang diziarahi.

Tentu, ketika di makam Syekh Mahmud Bin Abdurrahman Bin Muadz, setidaknya memetik pelajaran yang amat berharga.

"Hari ini kita ziarahi makam sahabat Nabi Muhammad Saw, mudah-mudahan, di masa yang akan kita bisa menziarahi makam Rasulullah di Madinah," sebut Bujang.

Al-Wasilah, kata Bujang, siap untuk memfasilitasi jemaah umrah dan haji khusus, dengan layanan yang memuaskan, berpengalaman.

Usman Pasaribu, penjaga makam Papan Tinggi menyebutkan, bahwa makam ini sudah ada sejak 44 hijriah. Makamnya panjang, tujuh meter lebih.

"Saya sebut tujuh meter lebih, karena sudah tiga kali diukur dalam waktu bersamaan, tak pernah sama ukurannya. Bisa delapan meter, bisa kurang, tapi tak pernah kurang dari tujuh meter," ulas dia yang mengaku sudah 11 tahun bertugas menjaga makam wali Allah SWT tersebut.

Hingga saat ini, makam ini sudah 1.400 tahun lamanya. Di Barus ini ada ratusan wali atau Aulia Allah. Mahmud ini datang ke Barus untuk mensyiarkan agama, sambil berdagang.

Sampai akhir hayatnya, dia tak pernah kembali sejak pertama datang ke Barus. Datang dari Yaman, Hadramaut.

Namun, dalam sumber yang lain disebutkan, bahwa Mahmud asli Barus, berguru ke Nabi Muhammad Saw, lalu pulang kampung, dan menetap di kampung, menyiarkan agama, sambil berdagang.

Tetapi yang jelas, Barus tercatat dan ditetapkan sebagai satu dari tujuh titik nol kilometer peradaban Islam di nusantara ini oleh Presiden Joko Widodo tahun 2017 lalu. Wali ini datang ke Barus bergelombang, tidak bersamaan, sehingga Barus punya peradaban tersendiri dalam membangun dunia Islam.

Mahmud wafat dalam usia yang relatif muda. Tetapi di antara para wali-wali yang ada di Barus, Mahmud wali yang dituakan.

Rombongan setelah menerima keterangan dari penjaga makam, langsung menggelar ritual zikir dan shalawat bersama.

Harapannya, adalah berkah dari wali Allah Mahmud, semoga segala niat dan tujuan jemaah tercapai dengan baik.

Sebab, yang namanya rahmat dari Allah SWT, berkaitan dengan syafaat nabi di akhirat kelak, dan erat pula hubungannya dengan berkah dari guru.

Dari Barus, rombongan bertolak ke Aceh Singkil. Juga tempat ziarah yang disebut sebagai kampungnya Syekh Abdurrauf.

Syekh Abdurrauf al-Singkili, alfatihah. Begitu para tuanku, labai dan orang siak di Padang Pariaman menghormati dan meneladani guru Syekh Burhanuddin Ulakan itu.

Fatihah itu disebut dan dibaca bersama secara khusus, untuk beliau Abdurrauf. 

Tentu tidak sekedar disebut begitu saja. Sekali dalam setahun, jemaah ini hadir di dua tempat yang menjadi nilai sakral Syekh Abdurrauf, Aceh Singkil dan Kuala, Banda Aceh makamnya, didatangi.

Didatangi sambil mengingat Kematian, sekalian melakukan wirid, zikir dan shalawat di komplek makamnya.

Hanya satu tujuan, berkah dari guru ke guru, menjadi amal ibadah kita dalam hidup dan kehidupan, serta tidak lupa dengan orang yang berjasa dalam keabadian Shatariyah hingga saat ini, Syekh Abdurrauf. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun