Silakan ikuti saya Pak, ucap Bagian Keamanan yang menunjuk ke suatu tangga menuju lantai dua Gedung Yamaha Pajajaran Bogor.Â
"SIlakan tunggu dulu Pak" lanjutnya kemudia setelah sampai di l,antai dua bangunan yang dituju tadi.
"Terimakasih" ucapmu sambil duduk di bangku yang dimaksud.
Sekitar 5 menit lebih kamu menunggu dan kemudian kembali keluar bagian Keamanan yang tadi mengantarmu kesana.
"Pak, sebagai informasi dari bagian HRD, karena ini merupakan walk-in interview, maka cv perlu di print agar dapat langsung di baca oleh pihak HRD. Jadi, maaf, untuk saat ini, Bapak belum bisa di proses" ucapnya seraya memegang handie talkie.
"Tidak ada komputer di dalam kantor ini, Pak?" tanyamu karena masih berasumsi perusahaan sekelas Yamaha pastinya sudah bisa menerima lamaran tanpa menggunakan kertas. Paperless. Ramah lingkungan. Itu harapannya.
""Ada Pak. Tapi hanya bisa digunakan oleh pihak karyawan." jawabnya.
"Jadi, karena tidak di print, resume saya tidak bisa di proses?" kamu meyakinkan sekali lagi kepada Pak Cecep, setelah melihat nama yang tertera pada seragam yang ia kenakan.
"Iya, betul Pak" jawabnya singkat.
"Lalu, sebetulnya lowongan yang tersedia itu apa ya?" kamu mencoba mencari informasi tambahan yang mungkin bisa di gunakan di kemudian hari.
"Lowongan yang ada kurang tahu Pak, namun kami terus menerima lowongan kok" ujarnya yakin.
"Jadi tidak ada tenggat waktu untuk walk-in interview ini ya Pak?" kamu kembali bertanya.
"Tidak Pak" jawabnya, kembali singkat.Â
"Kalau begitu siapakah nama HRD yang bertanggung jawab" tanyamu sembari muncul dua orang berpakaian putih bercelana hitam keluar dari ruangan yang ada di belakang Pak Cecep tadi.Â
"Kalau HRD, namanya Pak Apri tetapi yang mengurus walk-in interviw ini namanya Bu Ita" jawabnya.
"Baiklah kalau begitu Pak, terimakasih untuk waktunya" ujarmu sembari pamit dari hadapannya, kembali menuju tangga.Â
Demikian kejadian tadi pagi, di sebuah bengkel Yamaha di kota Bogor yang membuka lowongan kerja. Asumsi yang kamu bawa mengenai lamaran tanpa kertas ternyata tidak berlaku di perusahaan ini. Masih dengan pikiran tadi, harapan untuk bisa melamar tanpa menggunakan kertas di kota Bogor ini masih belum bisa menjadi realisasi. Kalau perlu, mungkin kamu masih perlu membuat surat lamaran dengan menggunakan tulisan tangan, seperti jaman dahulu kala. Jelas pasti ada maksud untuk hal tersebut. Dari tulisan tangan, bagian HRD tentu akan dapat melihat karakter seseoran yang melamar tersebut. Kurang lebih itu sepengetahuanmu. Dan jika memang stereotip melamar masih perlu menggunakan kertas seperti yang diminta oleh pihak HRD Yamaha tadi pagi, tentu pelamar tidak bisa berbuat banyak selain mengikuti apa yang diminta oleh perusahaan. Posisi negosiasi yang sudah menjadi 'budaya' di kalangan perusahaan yang belum beralih ke pola pikir "ramah lingkungan" akan tetap demikian.Â
Bagi sebagian orang, tentu akan berpikir bahwa "kenapa tidak membuat lamaran sebagaimana mestinya, lengkap dengan foto kopi ijazah dan berkas-berkas yang diperlukan lainnya" ketika kamu melamar. Mudah saja, pikiran yang mendasari asumsi ramah lingkungan tadi yang menjadi solusinya. Apakah asumsi tersebut hanya sebatas utopia saja? Apakah menjadi "ramah lingkungan" sedemikian sulitnya sehingga memulai dari hal-hal sederhana pun terasa menjadi sesuatu yang besar? Apakah hal ini tidak menjadi perusahaan-perusahaan besar dan hanya menjadi sebuah pencitraan ketika mereka menyatakan sudah "ramah lingkungan"?
Tanya kenapa..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H