Mohon tunggu...
Newbie
Newbie Mohon Tunggu... -

Aliran Naturalisme

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Part VIII] Di Balik Sebuah Cerita

1 Desember 2016   01:08 Diperbarui: 1 Desember 2016   02:50 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mbah giran (sumber : rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)

POV Istri

Ilustrasi rina (sumber : http://cdn.klimg.com/kapanlagi.com/g/para_selebriti_ungkap_suka_duka_jadi_pembawa_acara_infotainment/p/olla_ramlan-20140421-001-acat.jpg)
Ilustrasi rina (sumber : http://cdn.klimg.com/kapanlagi.com/g/para_selebriti_ungkap_suka_duka_jadi_pembawa_acara_infotainment/p/olla_ramlan-20140421-001-acat.jpg)
Malam kian beranjak dewasa udara malam pun semakin dingin, entah kenapa malam ini aku masih belum bisa memejamkan mata ini. Malam ini aku sedang terduduk di balai yang ada di kebun samping, sembari memandang cahaya bulan yang indah.

Ku merindukan kehadiran sosok pak giran untuk menemani lewati kesunyian malam ini. Pak giran adalah sosok pria sederhana yang telah melukis kisah bahagia dalam hidupku, memberikan sebuah makna cinta dan kasih sayang.

Ilustrasi mbah giran (sumber : rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Ilustrasi mbah giran (sumber : rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Bayangan hubungan badan kami malam itu kembali terbayang di benakku, sejak malam itu aku mulai memahami hubungan badan itu bukan hanya sekedar nafsu namun beliau mengajari ku bahwa bercinta itu juga menggunakan cinta dan membutuhkan kasih sayang.

"akan kah itu terulang kembali?" tanya ku dalam hati.

"apakah aku menginginkannya kembali?" kembali ku bertanya dalam hati, pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk dalam hatiku.

Di satu sisi aku menginginkan kembali untuk bisa bercinta dengan pak giran, di satu sisi lagi aku takut untuk melakukannya dan gak mungkin juga aku untuk meminta kepada pak giran, gengsi dong.

Aku hanya bisa tersenyum sendiri karena memang gengsi untuk meminta kepada pak giran, malu dan pasti pak giran bakal mikir aku wanita apaan.

"kok senyum-senyum sendiri, nduk ?" ujar suara pak giran yang entah kapan sudah ada disini.

"hayoo, mikirin apa itu?" sambung pak giran.

"eh, ada bapak. udah lama pak ?" ujar ku sedikit malu karena ternyata pak giran memperhatikan ku.

"gak mikirin apa-apa kok pak, cuma lagi menikmati suasana malam aja" tambah ku sembari pak giran naik dan duduk di sampingku.

Ada rasa grogi dan deg-deg an yang mulai meresapi ketika pak giran mulai duduk di sampingku, karena di buat bingung oleh rasa yang bergejolak dan gairah terpendam di hati.

Kerinduan akan sosok pak giran tadi kini telah hadir dan duduk di sampingku, ingin segera ku peluk dan cium beliau namun karena tertahan oleh rasa malu dan gengsi aku hanya mampu melirik ke arahnya.

Suasana hening sejenak aku mencoba meresapi kebersamaan kami malam ini, ku rasakan tangan kanan pak giran mulai merangkulku, dan beliau berbisik. 

" dingin, nduk ? " bisik pak giran, yang di sahut anggukan oleh ku.

Pak giran menarik pinggang ku untuk merapatkan posisi duduk kami, tangan tuanya mulai mengelus dengan lembut punggung ku yang hanya berbalut daster dan sweater ini.

Tangan kirinya meraih daguku dan membuat kami saling bertatapan satu sama lain, tanpa perlu di minta dengan lembutnya bibir tua itu mulai menciumi bibirku.

Ciuman lembut namun tegas yang memberikan rasa nyaman dan bisaku rasakan kasih sayang tersalurkan dari hatinya. Pak giran mengkombinasikan ciuman dan remasan lembut pada salah satu payudaraku yang membuat bibirku mengeluarkan desahan demi desahan bagai nyanyian yang mengiringi percumbuan kami.

Pak giran mulai membaringkan tubuhku di lantai balai yang terbuat dari bambu ini, pak giran sejenak memandangi tubuh lemas ku sembari tersenyum.

Pak giran kembali mencium bibirku sejenak dengan mesra kemudian ciuman itu turun ke payudaraku, bibir tua itu intens bermain dengan keduanya.

Terlihat kepala pak giran sudah berada di antara pahaku, memandang sejenak dan mulai membenahkan wajahnya di sana.

Mulai terasa lidah yang berkombinasi dengan bibir tuanya itu bermain dengan kemaluanku, kepala ku mendongak ke atas sembari tangan meremas dan paha pun ikut mengapit kepala pak giran hingga aku tak mampu menahan orgasmeku.

Pak giran mengecup kening ku sembari membiarkan sejenak untuk meresapi orgasme yang baru berlangsung.

Beliau pun mulai memposisikan dirinya untuk bersiap-siap melanjutkan persetebuhan dan aku merasakan ada sesuatu yang menempel tetap di pintu kemaluanku.

Pak giran pun mulai menggoyangkan pinggulnya dengan lembut tapi pasti, aku memeluk pak giran sembari kaki mengapitkan ke punggungnya.

Pak giran yang masih menggoyangkan pinggulnya, aku yang larut dalam suasana mulai ikut menggoyangkan pinggul sembari bibir kami saling berpagutan, tangan pak giran pun dengan gemesnya meremas lembut bukit kembarku.

"pak ... biarkan aku di atas.." ujarku di sela-sela persetubuhan kami. Pak giran tak menjawab dengan tak mencabut kemaluannya, beliau membalikkan posisi tubuh kami dan aku kini telah berada di atas.

Entah kenapa aku berinisiatif untuk memilih di posisi atas, mungkin karena aku ingin memberikan service yang baik terhadap suami kedua ku ini. Suami kedua? mungkin, pak giran kini telah menjadi suami kedua bagiku semenjak malam ini.

Aku mulai menggoyangkan pinggul dengan pelan namun pasti, terasa sesekali tangan pak giran meremas payudaraku dengan lembut dan terdengar lenguhan kami mengisi malam yang sunyi ini.

Beliau menarik tubuhku kearahnya sembari bibir berpagutan dan beliau sesekali menggoyangkan pinggulnya dari bawah yang di sambut goyangan pinggulku hingga orgasmeku pun kembali datang.

Kini pak giran mengambil posisi di atasku sembari kembali menggoyang pinggulnya dan terasa goyangan pak giran kali ini lebih cepat yang menandakan bahwa beliau akan segera sampai pada puncaknya.

Aku yang kembali terbawa suasana juga ikut menggoyangkan pinggul menyambut goyangan pinggul pak giran sembari ku peluk beliau dan kaki ku mengapit di punggungnya seakan memberikan kode bahwa keluarkan saja di dalam.

Pak giran masih berada di atas tubuhku, kami saling berpandangan dan tangannya mengelus pelan kepala ku sembari mencium kening namun sebuah ciuman ku daratankan di bibirnya dan sejenak kami saling berpangutan kembali.

**

"aku bahagia dan aku tak menyesal melakukannya dengan bapak", ujar ku yang masih terbaring di balai.

"terima kasih nduk, bapak sebenarnya tidak terlalu berharap kita bisa sampai seperti saat ini karena sebenarnya bapak menyayangi mu sepenuh hati" ujarnya sembari menatapku.

"iya pak, aku tahu tetapi bapak lelaki normal yang membutuhkan kasih sayang dalam bentuk bercinta begitu pula dengan diriku pak." jawab ku padanya.

"ini udah jalannya pak, aku juga tidak menyesal. Lagi pula aku siap menjadi istri kedua bapak" jawabku dengan tegas.

"apakah kamu sudah memikirkan kata-kata mu itu?" tanya bapak dengan tatapan serius.

"sudah pak." jawab ku pelan.

"aku sudah memikirkan semuanya pak, aku bukan sekedar memikirkan diriku sendiri. Nisa dan adit juga bahagia tinggal disini, mereka juga mendapatkan kasih sayang dari seorag lelaki yang memberikan kasih sayang pada ibunya." jelas ku. 

Pak giran tidak menjawab namun sebuah pagutan bibir dan berlanjut pada ronde kedua.

***

*bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun