Mohon tunggu...
Newbie
Newbie Mohon Tunggu... -

Aliran Naturalisme

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Part VII] Di Balik Sebuah Cerita

29 November 2016   21:08 Diperbarui: 3 Desember 2016   04:23 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"kalo mama rina cantik, lebih cantik nisa lah kan nisa lahirnya dari mama rina yang cantik". jelas pak giran sembari jahil meremas lembut salah satu bongkahan pantatku.

"nakal banget sih, pak.." bisik ku pada pak giran yang di sambut tawa olehnya.

Kehadiran kami di sambut lambaian tangan mas andi sembari tersenyum, aku, nisa dan pak giran memilih duduk di balai sembari memperhatikan adit, mas andi dan buk giran yang masih asyik bercengkrama. Di atas balai memang sudah tersedia teh hangat dan kopi di lengkapi pisang goreng buatan buk giran.

Buk giran memandang ke arah aku sejenak dan mengedipkan mata sembari tersenyum dan ku balas dengan senyum pula. Cara buk giran memandangku barusan mengandung makna yang dalam, dimana cuma kami berdua yang tahu akan arti pandangan dan kedipan mata buk giran. 

Aku mulai menikmati suasana pagi ini, sejenak mata memandang ke arah mas andi, ibu dan adit tanpa sadar terlintas pada benakku bahwa aku menjadi salah satu dari wanita yang sangat beruntung dimana memperoleh perhatian dan kasih sayang dari dua pria ini.

Kedua pria ini saling mengisi kekurangan dan kelebihan yang ada di antara mereka, memang tak ada yang sempurna di dalam kehidupan dunia yang fana ini namun kehadiran pak giran dan ibu adalah kepingan pelengkap yang membentuk sebuah bingkai hidup menjadi lebih indah.

Sejenak mata ku berganti melirik ke arah pria yang duduk disampingku, pria yang telah memberikan sesuatu yang tak ku dapat dari mas andi dan menjadi penyemangat baru dalam kehidupanku.

Pak giran menemukan dan menghidupkan kembali gairah tersembunyi dalam diriku, gairah yang di sentuh dengan kasih sayang, perhatian ini membuatku sukar untuk menolak dan malah membuka pintu hatiku untuk masuk.

Aku pun terbangun dari lamunan karena merasakan ada tangan jahil pak giran yang menyerempet ke arah bukit kembarku sembari mengelus-elus lembut kepala nisa.

Terlihat jelas pak giran sangat menyayangi nisa dan adit seperti cucunya sendiri, kejahilan pak giran bagaikan bumbu hubungan kami. Sering kejahilan maupun kenakalan tangan pak giran membuatku tertawa dan terkadang malu juga karena menyukai cara pak giran menjahiliku.

Aku berharap kebahagian ini tetap terjaga dengan semestinya, mungkin aku di satu sisi memang salah karena kehormatanku sebagai seorang istri telah hancur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun