Mohon tunggu...
Newbie
Newbie Mohon Tunggu... -

Aliran Naturalisme

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Part V] Di Balik Sebuah Cerita

28 November 2016   20:18 Diperbarui: 1 Desember 2016   21:46 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kawasan pendesaan (sumber : https://jakasppainter.files.wordpress.com/)

POV Suami

Senja sedang bercengkrama mesra dengan langit memanjakan setiap pasang mata yang memandang. Di taman samping ini, kami sedang berkumpul, aku asyik bermain dan bercengkrama dengan kedua malaikat kecil ku, adit dan nisa yang di temani oleh canda tawa ibu giran.

Suasana seperti inilah yang membuat ku betah berada di sini, setidaknya aku tak salah memilih desa ini sebagai tujuan liburan kami. Adit dan nisa juga merasakan kebahagian yang mereka dapat saat ini, kedua buah hatiku ini pun larut dalam suasana liburan yang mungkin sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Begitu pula dengan rina ikut merasakan kebahagian dan kasih sayang yang diperoleh dari kedua pasangan pemilik rumah yang kami tempati yaitu bapak dan ibu giran.

Aku menyadari bahwa selama ini merasa kurang dalam memberikan kasih sayang dan memanjakan rina karena terlalu larut dalam pekerjaan dan rina yang sehari-hari adalah ibu rumah tangga, yang telah mengurus rumah dan kedua buah hati kami dengan sangat baik dan penuh kasih sayang sudah sepatutnya rina mendapatkan kebahagian dan kasih sayang ini.

Kasih sayang dan kemanjaan yang diberikan pak giran kepada rina karena aku melihat sosok pak giran sebagai figur orang tua yang memanjakan anaknya dengan kasih sayang beliau begitu pula sosok ibu giran yang memberikan kasih sayang dengan memperlakukan rina seperti anaknya sendiri.

Ilustrasi mbah giran (sumber : rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Ilustrasi mbah giran (sumber : rikyarisandi.blog.widyatama.ac.id/)
Seperti halnya sore ini, di sela-sela bercengkrama dengan anak-anak aku memperhatikan pak giran dan rina yang duduk berdampingan di atas balai sambil memandangi senja sore ini.

Kepala rina bersandar manja di bahu tua pak giran sesekali tangan tuanya membelai lembut rambut rina, tergambar jelas dari wajahnya bahwa kebahagian bercampuran kenyamanan yang diperoleh dari pak giran maupun eksotisme desa ini.

Ku lemparkan senyum dan sambil melambaikan tangan ke arah pak giran dan rina yang di balas senyum dari mereka berdua, aku pun kembali melanjutkan bermain bersama dengan adit dan nisa yang asik bercengkrama dengan ibu giran.

Tak pernah terlintas pemikiran negatif melihat kedekatan mereka berdua, malahan aku ingin membiarkan rina menikmati waktu liburan ini dengan kebahagian yang diperolehnya.

"ayah, aku ke tempat mama ya.." ujar nisa."

"iya nak.. ayo sana.." jawab ku dengan senyum.

Nisa berlari dengan penuh kebahagian dan senyum yang terlukis di wajahnya ke arah rina, rina terlihat menyambut nisa, menggendongnya dan mencium kedua pipinya.

Nisa pun dengan spontan mencium kedua pipi pak giran dan sedikit mencolek hidung pak giran yang di sambut tawa mereka bertiga. Nisa duduk di pangkuan rina, sesekali terlihat pak giran mengelus-elus kepala nisa yang memberikan rasa kenyamanan dan menyalurkan kasih sayang dari sosok seorang kakek, dimana pak giran telah menganggap nisa layaknya cucu sendiri.

"cocok ya mas andi.." celutuk ibu giran tiba-tiba.

"siapa buk yang cocok?" tanya ku yang tak mengerti arah pembicaraan.

"itu.. bapak, rina dan nisa" . balas buk giran sambil tertawa lepas.

"ah.. ibu bisa aja deh becandanya" jawab ku yang ikut tertawa.

" heheh.. mas andi beruntung mendapatkan nak rina. Baik, cantik, keibuan dan penyayang." ujar buk giran.

"alhamdulillah buk, semua sudah di atur sama Tuhan. Tapi... ". ujar ku kepada ibu giran namun ada sesuatu yang sedikit tertahan untuk ku sampaikan.

"tapi.. kenapa mas andi?" tanya ibu.

"aku merasakan kurang bisa membahagiakan rina buk.. selama ini aku sibuk dengan pekerjaan, jarang memberikan perhatian, kasih sayang maupun memanjakan rina. Aku iri melihat bapak yang mampu mengerti rina, memberikan perhatian yang dibutuhkan rina maupun memanjakannya." jelas ku pada ibu.

" jangan menyalahkan dirimu nak, itu tidak baik. Kalau memang seperti itu adanya biarkan rina menikmati apa yang didapatkannya saat ini, apa yang kamu lakukan saat ini adalah untuk kebahagian rina juga kan?". ujar ibu yang sedikit menenangkan ku.

" iya bu, aku melakukan semua ini untuk kebahagian rina, karena aku sangat menyayanginya. Aku bersyukur tidak salah memilihdesa ini sebagai tujuan liburan kami dan di desa ini pula kami dipertemukan dengan orang-orang yang tepat seperti keluarga ibu maupun penduduk desa yang memberikan kenyamanan dan menyambut kami seperti keluarga." tambah ku.

" mungkin semua sudah di atur Yang Maha Kuasa, nak.." ujar ibu sembari tersenyum bu giran menenangkan ku.

POV Istri

ilustrasi rina (sumber: kapanlagi.com)
ilustrasi rina (sumber: kapanlagi.com)
Senja sedang bercengkrama mesra dengan langit memanjakan setiap pasang mata yang memandang. Di taman samping ini, kami sedang berkumpul, suami asyik bermain dan bercengkrama dengan kedua malaikat kecil kami, adit dan nisa yang di temani oleh canda tawa ibu giran.

Suasana seperti inilah yang membuat ku betah berada di sini, setidaknya kami tak salah memilih desa ini sebagai tujuan liburan. Bukan hanya aku dan mas andi yang merasakan kebahagian dan kenyamanan disini, adit dan nisa juga merasakan kebahagian yang mereka dapat saat ini, kedua buah hatiku ini pun larut dalam suasana liburan mereka.

Begitu pula dengan kami sangat merasakan beruntung dipertemukan dengan keluarga ini dimana kami diperlakukan seperti keluarga sendiri bukan seperti tamu.

Sejenak mataku melirik ke arah lelaki tua yang sedang sibuk mengisap kretek sembari sesekali menyeruput kopi hitam, lelaki tua yang sedang duduk di samping ku ini adalah pak giran bukanlah mas andi.

Seorang lelaki tua yang entah bagaimana maupun membuat ku tak bisa lepas dari kenyamanan, kasih sayang dan kemanjaan yang telah diberikan kepada ku. Semua yang diberikan seakan mampu menutupi yang tak mampu diberikan oleh mas andi selama ini.

Aku bukan sedang membanding kedua lelaki ini tetapi aku hanya ingin mas andi tahu bahwa aku seorang wanita yang telah menjadi istrinya dimana aku juga masih membutuhkan kasih sayang, perhatian dan dimanja olehnya.

"mamaaaaaaaaaa..." seru suara nisa, yang sedang berlari ke arah ku.

Kehadiran nisa membuyarkan lamunan ku saat ini, aku pun menyambut kehadiran gadis kecil ini dan mencium kedua pipinya. Tergambar jelas kebahagian di wajahnya yang membuat ikut bahagia sebagai orang tua.

Nisa spontan mencium pipi pak giran yang duduk disampingku dan mencubit manja hidung pak giran yang di sambut tawa kami bertiga, pak giran tak tinggal diam membalasnya dengan kecupan di kening dan mencubit pipi tembem nisa dengan gemesnya.

"cucu kakek giran ini jahil banget ya..." ujar pak giran di sela tawanya.

"kan sama jahilnya dengan kakek giran ?", aku menimpali sembari di sambut tosh oleh nisa di sambut tawa pak giran.

Nisa memposisikan duduk di pangkuan ku, sembari menyeruput secangkir teh hangat yang telah tersedia di meja balai ini. Aku mengajak nisa untuk menikmati sisa senja yang memanjakan diri di langit, sembari sesekali tangan ku menunjuk ke arah langit. 

"kakek giran sayangkan ma nisa?" celutuk nisa di sela-sela menikmati pemandangan.

"iya sayang dong, kan nisa cucu kakek giran." ujar pak giran.

"cantik mana mama sama nisa, kakek ? jujur ya kakek." ujar nisa spontan seperti sedang menggoda pak giran.

"sama-sama cantik kok, mama nisa cantik jadinya nisa juga cantik. Kalau mamanya gak cantik kan gak mungkin nisa ikut cantik?.." ujar pak giran sembari tersenyum.

Nisa hanya bisa mangut-mangut dan tersenyum, pak giran membalas senyum nisa sembari dengan penuh kasih sayang dan lembut mengelus rambut nisa yang sedang duduk di pangkuan ku saat ini.

Pak giran yang memang dasarnya jahil ini entah sengaja atau tidak saat sedang mengelus rambut nisa, tangan tuanya sedikit menyerempet ke arah gunung kembarku karena posisi kepala nisa yang bersandar tepat di gunung kembar ku ini.

Aku hanya bisa melirik dan sedikit melotot ke arah pak giran, seakan-akan aku marah karena mengetahui kejahilannya itu. Pak giran tertawa kecil karena kejahilannya ketahuan oleh ku, sebagai balasan ku cubit manja pinggangnya yang membuat pak giran sedikit mengeluarkan suara aduh karena kaget oleh cubitan tersebut.

**

Senja yang semakin redup yang menandakan akan masuk waktu magrib, membuat mas andi, adit dan buk giran segera menuju ke arah balai untuk berkumpul bersama kami.

Di balai yang memang sudah tersedia teh dan kopi maupun makanan ringan lainnya. Kami terlihat seperti keluarga besar yang sedang berkumpul, dimana pak giran dan ibu sebagai orang tua kami. Aku hanya berharap keindahan dan kebahagian ini jangan cepat berlalu.

***

*bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun