Rina sedikit terkejut dengan apa yang di temukan oleh tangannya, saat ini tangannya sedang menggengam sesuatu yang sedang berdiri tegaknya di balik sang pemilik sarung ini, yang membuat rina kaget adalah di usia yang memasuki senja ini ternyata pak giran masih bisa berdiri tegak walaupun ukuran dalam genggamnya adalah berukuran standar.
Pak giran pun mulai membalikkan tubuh rina untuk menghadap kedepan dan kini keduanya saling berhadapan. Mata pak giran memandang tajam ke mata rina yang mulai sayu karena cumbuan dari pak giran, dengan gerakan pelan dan lembut bibir tua itu kini menempel dengan nyaman pada bibir manis milik sang wanita.Â
Bibir tua dengan bau khas kretek itu menjamaah dengan intens bibir manis milik rina dengan berkoordinasi dengan tangan tua yang bergelayut manja di salah satu bukit kembar milik rina yang pada saat itu masih berbalut kebaya.
"emm.. pak" erangan rina yang terdengar pasrah.
Pak giran mulai melepaskan bibirnya, kini bibir tua itu turun dengan tertatur ke arah leher jenjang milik rina dan berhenti di lereng gunung kembarnya.
Rina hanya mampu memegang dan meremas kepala lelaki tua yang telah beruban dan mulai botak tersebut, tubuh rina menunjukkan kepasrahan sepenuhnya apa bila terjadi sesuatu yang lebih lanjut. Namun apa yang diinginkan oleh lubuk hatinya itu tak terjadi, karena pak giran menghentikan kegiatannya tersebut.
"kamu memang indah, nduk" bisik pak giran
"kamu mampu membangkitkan gairah muda dalam tubuh tua ku ini" lanjut pak giran sembari meremas salah satu bongkahan pantatnya yang bertambah montok karena kebaya yang berkombinasikan rok span yang digunakan rina membuat pantatnya terlihat lebih menggoda.
"eheeem.. eheem" terdengar suara ibu yang tiba-tiba datang atau pun sudah dari tadi berada disana.
"besok-besok ditutup dong pintunya, jangan di biarin terbuka gini" sindir ibu yang ditimpali tawa yang tertahan.
"bapak nih buk, nakal banget" ujar ku sambil mencubit pinggang pak giran sembari muka ku yang bersemu merah.