Indonesia sering disebut sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, dengan sistem pemerintahan yang berbasis pada kedaulatan rakyat. Prinsip ini tercantum dalam konstitusi negara, yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan menurut Undang-Undang Dasar. Namun, dalam kenyataan sehari-hari, terdapat pertanyaan tentang sejauh mana Indonesia benar-benar menjalankan demokrasi yang ideal, atau justru berada di bawah pengaruh plutokrasi, sebuah sistem di mana kekuasaan lebih terkonsentrasi di tangan segelintir elit kaya. Pertanyaan ini menggugah diskusi tentang apakah Indonesia saat ini lebih mendekati demokrasi atau plutokrasi. Melalui artikel ini, kita akan menelaah perbedaan antara demokrasi dan plutokrasi dari sudut pandang hukum dan filosofi serta menggali bagaimana kondisi Indonesia dapat mencerminkan kedua sistem ini.
1. Pengertian Demokrasi dan Plutokrasi
Demokrasi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara sederhana, demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat, di mana semua warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka, baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang mereka pilih dalam sistem pemilihan. Sebaliknya, plutokrasi berasal dari kata ploutos yang berarti kekayaan dan kratos yang berarti kekuasaan. Plutokrasi adalah sistem pemerintahan yang dikendalikan oleh segelintir orang kaya atau orang-orang yang memiliki kekayaan besar. Dalam plutokrasi, pengaruh kekayaan sangat menentukan arah kebijakan politik, sering kali lebih besar daripada kekuasaan atau aspirasi rakyat banyak.
 2. Demokrasi dalam Konstitusi dan Realitas
Secara konstitusional, Indonesia secara resmi menerapkan prinsip demokrasi. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar." Pasal ini menjadi landasan hukum yang menunjukkan bahwa sistem pemerintahan Indonesia bertumpu pada prinsip-prinsip demokrasi, di mana setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam menentukan arah kebijakan negara melalui pemilu dan representasi politik. Namun, dalam praktiknya, apakah demokrasi ini benar-benar dijalankan sesuai dengan cita-cita konstitusi? Pertanyaan ini sering muncul ketika melihat bagaimana proses politik di Indonesia kerap kali didominasi oleh pengaruh uang dan kekuasaan ekonomi. Banyak pemilihan umum di Indonesia, mulai dari tingkat lokal hingga nasional, memerlukan biaya kampanye yang sangat besar. Sumbangan dari korporasi besar dan individu-individu kaya sering kali mendominasi dana kampanye para kandidat, yang pada gilirannya menciptakan ketergantungan politik terhadap kelompok-kelompok ekonomi tertentu.
a. Pemilu dan Pengaruh Uang
Pemilu merupakan instrumen utama demokrasi di mana rakyat memilih wakil mereka. Namun, di Indonesia, biaya yang diperlukan untuk menjalankan kampanye politik sangat tinggi, sehingga hanya kandidat dengan sumber daya finansial besar atau dukungan dari pengusaha kaya yang mampu bersaing secara efektif. Dalam konteks ini, proses pemilu seringkali mencerminkan ketimpangan kekuasaan ekonomi. Dana yang digunakan untuk kampanye politik sering kali berasal dari donatur individu atau perusahaan besar, yang bisa menciptakan pengaruh tidak langsung terhadap kebijakan setelah pemilu. Dalam banyak kasus, kandidat yang berhasil memenangkan pemilu merasa berutang budi kepada para donatur yang mendukung kampanye mereka, sehingga kebijakan publik yang seharusnya berpihak pada rakyat seringkali cenderung menguntungkan kepentingan bisnis atau pribadi dari para penyumbang.
b. Legislasi yang Dipengaruhi Elit Ekonomi
Dalam konteks legislasi, plutokrasi juga tampak melalui bagaimana proses pembuatan undang-undang sering kali dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi kelompok tertentu. Banyak kebijakan atau peraturan yang disahkan di Indonesia mencerminkan keberpihakan terhadap kelompok-kelompok elit ekonomi, khususnya dalam sektor sumber daya alam, energi, dan infrastruktur. Misalnya, kebijakan yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia kerap kali lebih menguntungkan para investor dan perusahaan besar, sementara hak-hak masyarakat lokal atau isu lingkungan sering diabaikan. Beberapa undang-undang bahkan terindikasi dirancang untuk melindungi kepentingan ekonomi sekelompok kecil orang kaya, alih-alih melindungi hak-hak masyarakat luas. Fenomena ini menggambarkan adanya pengaruh plutokrasi yang menyusup dalam sistem legislasi demokratis di Indonesia.
3. Kedaulatan Rakyat vs. Kekuasaan Ekonomi