Nelayan tradisional bisa dibilang golongan yang paling tertindas didaerah pesisir karena mereka kalah dari nelayan modern yang memiliki kapal dan peralatan tangkap yang lebih modern.Â
Beberapa ciri-ciri nelayan yang dapat dikategorikan sebagai nelayan tradisional Berdasarkan klasifikasi Masyuri dalam Zamzami (2009:39) yaitu:
kegiatan mereka yang lebih banyak menggunakan padat, kalaupun menggunakan mesin, ukuran atau tenaga mesin relatif kecil atau motor tempel dengan menggunakan alat tangkap yang sederhana;
teknologi yang dipakai untuk penangkapan atau pengolahan ikan yang masih sederhana dan
tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Ciri-ciri tersebut di atas dibuktikan dengan peralatan penangkapan ikan yang sederhana seperti perahu (biduak) yang memakai mesin tempel, alat pancing/ jala, sehingga hasilnya sangat berbeda jauh dengan peralatan nelayan modern.
Dengan latar belakang kemiskinan yang masih melanda di wilayah pesisir di Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat perlu mencari solusi untuk lebih mensejaterakan masyarakat pesisir.
Untuk memaksimalkan dan menyatukan potensi pariwisata, perikanan, dan sumber daya laut yang melimpah maka diperlukan pengelolaan yang baik supaya masyarakat pesisir lebih sejatera.Â
Salah satu solusi yang dapat dilakukan yaitu yaitu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu atau dikenal dengan ICZM (Integrated Coastal Zone Management).Â
Menurut (Dahuri, dkk., 1996) Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu merupakan pendekatan pengelolaan yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan secara terpadu, agar tercapai tujuan pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan (sustainable), sehingga keterpaduannya mengandung tiga dimensi; dimensi sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis.Â
Keterpaduan sektor diartikan sebagai perlunya koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antara sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu (horizontal integration), dan antara tingkat pemerintah mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan propinsi sampai tingkat pusat (vertical integration).
Dahulu wilayah Provinsi hanya mencakup daratan saja. Tetapi sejak berlakunya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perubahan besar terjadi karena sekarang wilayah daerah provinsi terdiri dari wilayah daratan dan wilayah lautan sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan, sedangkan kewenangan daerah kabupaten/kota di wilayah laut adalah sejauh sepertiga dari wilayah laut provinsi (Pasal 18 ayat (4)).Â