Mohon tunggu...
Tsamara Amany
Tsamara Amany Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Universitas Paramadina | @TsamaraDKI on Twitter

Selanjutnya

Tutup

Politik

10 Muharram, Sejarah yang Dilupakan

22 Oktober 2015   18:48 Diperbarui: 22 Oktober 2015   20:08 3401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Al-Husain sampai di Karbala, Ubaidillah bin Ziyad mengirimkan empat ribu pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Umar bin Saad. Jenderal ini telah memutuskan untuk melaksanakan perintah atasannya. Perintah untuk membunuh dan menyembelih keluarga Nabi, cucu tersayang Rasulullah s.a.w, buah hati lelaki dan wanita paling mulia, Hababa Fatimah dan Imam Ali.

Melihat musuh yang sangat banyak dan tidak seimbang, Al-Husain sadar akan kalah. Oleh karena itu, Husain berkali-kali menyuruh pengikutnya pergi dan meninggalkanya. Namun hal itu tidak berhasil. Saudara-saudara Husain lain ibu seperti Al-Abbas, Abdullah, Ja’far, dan Utsman menolak jaminan keselamatan. Bagi mereka, Husain bukan saudara saja, namun ialah lambang kesucian, kebenaran, keluhuran, keteguhan, kelembutan, dan kedermawanan. Al-Husain adalah lambang perlawanan terhadap rezim yang tiran.

Di tanah Karbala, para saudara dan sahabat dibunuh di depan mata Al-Husain dan ibu mereka. Meski Al-Husain seorang yang tegas dan berani, ia juga seorang yang lembut dan penyabar. Dalam keadaan genting itu, Al-Husain menegur lembut saudara kandungnya, Zainab binti Fatimah, untuk tidak berteriak melihat peristiwa itu. 

Al-Husain memimpin 73 orang pasukan ditambah 30 pasukan Hurr yang membelot mendukung dan bergabung dengan dirinya. Di sana Al-Husain melawan 5000 pasukan Irak. Tiada yang berani menumpas Al-Husain karena di dalam hatinya masih ada rasa hormat kepada darah sang Rasul. Mereka semua saling menunggu agar bukan diri mereka yang membunuh Imam yang suci ini.

Al-Husain berdiam diri di tengah mereka semua. Lalu berteriaklah Syamir bin Dzi Jausyan, “Celakalah kalian! Apa yang kalian lihat pada lelaki itu? Bunuhlah dia!”. Al-Husain langsung dikepung dari berbagai penjuru. Tangan kirinya lalu terparang pedangnya Zur’ah bin Syarik Al-Tamimi. Bahu Al-Husain lalu dibacok dan mereka sesudah itu meninggalkannya. Putra Imam Ali ini menjadi lunglai dan terhuyung.

Dalam keadaan lemah itu, Sinan bin Anas menombak Al-Husain hingga jatuh tersungkur. Al-Khawali bin Yazid Al-Ashbasi berseru: “Potong kepalanya!”. Sinan bin Anas dengan gemetar memenggal kepala Al-Husain. Pada tubuh Al-Husain terdapat 33 luka tusuk dan 34 luka bacok. Sinan bin Anas melarang semua orang mendekati mayat Husain kecuali menyerang dirinya terlebih dahulu. Sinan takut jika kepala Al-Husain diambil. Sebab kepala tersebut hendak diberikan kepada Khawali. 

Pemimpin pasukan, Umar bin Saad lalu bertanya: “Siapa yang secara sukarela mau menginjak-injak Husain dengan kudanya?”. Sepuluh orang bersedia dan mereka menginjak-injak tubuh sang Imam hingga rusak. Mereka meremukkan tubuh Al-Husain dari arah depan hingga punggungnya.

“Duhai Muhammad! Malaikat di langit bershalawat kepadamu, sedang ini Al-Husain terhina di tempat gersang, berlumur darah, dan terpotong-potong. Duhai Muhammad! Putri-putrimu dijadikan tawanan dan anak keturunanmu yang dibantai dibiarkan tertutup debu yang dihembus angin timur,” inilah ucapan Zainab binti Fatimah tatkala melihat mayat saudaranya Al-Husain hancur seperti itu.

Ketika kepala tersebut sampai di tangan Gubernur Kufah Ubaidillah bin Ziyad, orang durhaka ini menusuk-nusuk hidung, mulut, dan gigi Al-Husain. Kepalanya lalu diarak sebagai tanda perayaan bahwa Yazid telah menang. Sampai pada akhirnya dengan bangga, Ubaidillah memberikan kepala Al-Husain kepada Yazid.

Putra yang mulia ini tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalati, dan tidak dikuburkan. Tubuhnya berserakan, kepalanya tidak ada. Oh, sungguh hinanya mereka yang melakukan ini kepada keluarga Rasul!

Rasul tak pernah kuasa mendengar tangisan Al-Husain. “Wahai Fatimah, apakah engkau tidak tahu bahwa tangisannya menyedihkan hatiku?”. Ya Rasul, jikalau tangisannya menyedihkan hatimu, tak terbayangkan betapa hancurnya hatimu melihat kelakuan orang-orang ahli neraka yang membantai cucumu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun