Mohon tunggu...
Tsamara Amany
Tsamara Amany Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswi Universitas Paramadina | @TsamaraDKI on Twitter

Selanjutnya

Tutup

Politik

10 Muharram, Sejarah yang Dilupakan

22 Oktober 2015   18:48 Diperbarui: 22 Oktober 2015   20:08 3401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

10 Muharram adalah hari terpenting dalam sejarah Islam. Hari di mana Nabi Nuh diselamatkan Allah dan berhasil menajalankan perahunya, Nabi Ibrahim diselamatkan Allah dari pembakaran Raja Namrud, Nabi Ayub sembuh dari penyakitnya, Nabi Musa membelah laut merah, Nabi Yunus keluar dari perut paus, Nabi Isa diangkat ke langit. Kisah-kisah di mana keajaiban Allah hadir untuk menyelamatkan para Nabi. Setiap tanggal 10 Muharram, sejumlah masjid dan tempat pengajian mengulang-ulang keajaiban ini. Tapi satu hal yang masih sering dilupakan, satu hal yang paling penting tapi selalu terkesan tabu bagi banyak orang untuk mengungkitnya. Pada tanggal 10 Muharram ini diberi nama Asyura karena ini adalah hari di mana cucu tercinta Rasulullah, Al-Husain, dibantai oleh pasukan penguasa Yazid.

Setelah kematian ayah Al-Husain, Imam Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sofyan mendeklarasikan diri sebagai penguasa tunggal. Lalu ia mengangkat putranya Yazid sebagai putra mahkota. Jika Mu’awiyah suatu saat meninggal dunia, maka Yazid otomatis menjadi penggantinya. Mu’awiyah merupakan seorang penguasa yang kejam. Ia adalah pembunuh Al-Hasan, kakak dari Al-Husain, cucu dari Rasulullah S.A.W.

Al-Hasan meninggal diracuni oleh istrinya sendiri Ju’dah binti Asy’ats bin Qais. Istri Al-Hasan disogok oleh Mu’awiyah agar mau membunuh suaminya sendiri dengan iming-iming akan dinikahi oleh putra mahkota Yazid ketika itu.

Tatkala Al-Hasan meninggal Mu’awiyah bersujud dan bertakbir yang diikuti penduduk Syam. Fakhitah binti Quraidhah menanyakan, “Apakah kalian bertakbir bagi matinya putra Fatimah?”, Mu’awiyah lantas menjawab “Ya, aku bertakbir karena hatiku gembira”.

Sama seperti ayahnya Mu’awiyah, Yazid merupakan penguasa yang kejam, bahkan lebih kejam dari ayahnya itu. Penguasa Yazid mengirimkan orang-orangnya ke provinsi-provinsi untuk menyatakan sumpah setia (baiat) kepada dirinya. Dalam mengambil sumpah setia itu, Yazid melakukan sejumlah intimidasi agar mereka mau menyatakan sumpah setianya. Itulah sebabnya sahabat Nabi, Ibnu Umar pun akhirnya terpaksa baiat terhadap Yazid.

Namun Al-Husain menolak. Cucu Nabi yang tampan, gagah, pintar, dan berani, ini menolak menyatakan sumpah setianya kepada Yazid. Al-Husain memutuskan untuk berjuang bersama para pengikutnya di Kufah, Irak. Orang-orang di Kufah ini tidak mau tunduk pada pemerintahan Yazid dan kerap mengirimkan surat kepada Al-Husain mengenai persoalan ini. 

Al-Husain pergi dari Mina ke Kufah berserta 50 orang lelaki (terlepas dari wanita dan anak-anak) yang menjadi perhatian orang sekitar. Mereka ke Mina bukan untuk berhaji, tetapi justru meninggalkan Makkah ke Kufah. Di tengah perjalanannya itu, Al-Husain bertemu dengan Farazdaq, seorang penyair muda. Farazdaq meminta Al-Husain agar tidak berangkat ke Kufah. “Hati mereka (orang-orang Kufah) bersamamu, tapi pedang mereka bisa melawanmu,” kata Farazdaq. Namun Al-Husain tetap berangkat. 

Al-Husain memercayai sepupunya Muslim bin Aqil yang diutus oleh dirinya untuk berangkat Kufah. Muslim bin Aqil meneliti kebenaran kabar keinginan orang-orang Kufah untuk baiat kepada Al-Husain. Memang benar sesampainya di Kufah, Muslim bin Aqil menyaksikan banyak orang mengingkan Al-Husain menjadi penguasa. Mereka baiat kepada Al-Husain melalui perantara Muslim bin Aqil. Hal inilah yang menjadi landasan Al-Husain untuk tetap berangkat dan membela kebenaran.

Kabar mengenai pengikut Al-Husain di Kufah ini sampai ke Syam, ibu kota pemerintahan Yazid. Gubenur Kufah Ubaidullah bin Ziyad diutus oleh Yazid untuk mencegah Al-Husain masuk ke Irak. Ubaidullah bin Ziyad menangkap dan memerintahkan pembunuhan atas Muslim bin Aqil. Sebelum dieksekusi, Muslim mengirimkan surat kepada Al-Husain yang isinya: “Pergilah, pulang kepada keluargamu! Jangan tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya mereka telah berkhianat kepadamu dan kepadaku”.

Dalam perjalananya itu, Al-Husain mendapat kabar tentang kematian sepupunya. Al-Husain merasa keputusannya ini keliru dan ingin kembali ke Madinah. Namun rombongan yang pergi bersama Al-Husain meminta agar perjalanan ini diteruskan karena terbunuhnya salah seorang saudara mereka Muslim bin Aqil. Dengan keyakinan ini, Al-Husain melanjutkan perjalananya untuk menuntut kematian saudaranya. 

Ubaidullah bin Ziyad mengirim Al-Hurr untuk memimpin pasukan pencegah Al-Husain ke Irak yang berjumlah seribu orang. Al-Husain sempat bersitegang dengan Al-Hurr, lalu berkata “Semoga Allah memisahkanmu dari ibumu. Apa maumu?”. Hurr menjawab, “Demi Allah, andaikata orang Arab selain engkau yang mengatakan demikian kepadaku, aku tidak akan membiarkannya tanpa membalasnya, siapa pun dia. Tapi demi Allah tiada jalan bagiku untuk menyebut ibumu kecuali dengan menyebut hal-hal sebaik mungkin.”

Ketika Al-Husain sampai di Karbala, Ubaidillah bin Ziyad mengirimkan empat ribu pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Umar bin Saad. Jenderal ini telah memutuskan untuk melaksanakan perintah atasannya. Perintah untuk membunuh dan menyembelih keluarga Nabi, cucu tersayang Rasulullah s.a.w, buah hati lelaki dan wanita paling mulia, Hababa Fatimah dan Imam Ali.

Melihat musuh yang sangat banyak dan tidak seimbang, Al-Husain sadar akan kalah. Oleh karena itu, Husain berkali-kali menyuruh pengikutnya pergi dan meninggalkanya. Namun hal itu tidak berhasil. Saudara-saudara Husain lain ibu seperti Al-Abbas, Abdullah, Ja’far, dan Utsman menolak jaminan keselamatan. Bagi mereka, Husain bukan saudara saja, namun ialah lambang kesucian, kebenaran, keluhuran, keteguhan, kelembutan, dan kedermawanan. Al-Husain adalah lambang perlawanan terhadap rezim yang tiran.

Di tanah Karbala, para saudara dan sahabat dibunuh di depan mata Al-Husain dan ibu mereka. Meski Al-Husain seorang yang tegas dan berani, ia juga seorang yang lembut dan penyabar. Dalam keadaan genting itu, Al-Husain menegur lembut saudara kandungnya, Zainab binti Fatimah, untuk tidak berteriak melihat peristiwa itu. 

Al-Husain memimpin 73 orang pasukan ditambah 30 pasukan Hurr yang membelot mendukung dan bergabung dengan dirinya. Di sana Al-Husain melawan 5000 pasukan Irak. Tiada yang berani menumpas Al-Husain karena di dalam hatinya masih ada rasa hormat kepada darah sang Rasul. Mereka semua saling menunggu agar bukan diri mereka yang membunuh Imam yang suci ini.

Al-Husain berdiam diri di tengah mereka semua. Lalu berteriaklah Syamir bin Dzi Jausyan, “Celakalah kalian! Apa yang kalian lihat pada lelaki itu? Bunuhlah dia!”. Al-Husain langsung dikepung dari berbagai penjuru. Tangan kirinya lalu terparang pedangnya Zur’ah bin Syarik Al-Tamimi. Bahu Al-Husain lalu dibacok dan mereka sesudah itu meninggalkannya. Putra Imam Ali ini menjadi lunglai dan terhuyung.

Dalam keadaan lemah itu, Sinan bin Anas menombak Al-Husain hingga jatuh tersungkur. Al-Khawali bin Yazid Al-Ashbasi berseru: “Potong kepalanya!”. Sinan bin Anas dengan gemetar memenggal kepala Al-Husain. Pada tubuh Al-Husain terdapat 33 luka tusuk dan 34 luka bacok. Sinan bin Anas melarang semua orang mendekati mayat Husain kecuali menyerang dirinya terlebih dahulu. Sinan takut jika kepala Al-Husain diambil. Sebab kepala tersebut hendak diberikan kepada Khawali. 

Pemimpin pasukan, Umar bin Saad lalu bertanya: “Siapa yang secara sukarela mau menginjak-injak Husain dengan kudanya?”. Sepuluh orang bersedia dan mereka menginjak-injak tubuh sang Imam hingga rusak. Mereka meremukkan tubuh Al-Husain dari arah depan hingga punggungnya.

“Duhai Muhammad! Malaikat di langit bershalawat kepadamu, sedang ini Al-Husain terhina di tempat gersang, berlumur darah, dan terpotong-potong. Duhai Muhammad! Putri-putrimu dijadikan tawanan dan anak keturunanmu yang dibantai dibiarkan tertutup debu yang dihembus angin timur,” inilah ucapan Zainab binti Fatimah tatkala melihat mayat saudaranya Al-Husain hancur seperti itu.

Ketika kepala tersebut sampai di tangan Gubernur Kufah Ubaidillah bin Ziyad, orang durhaka ini menusuk-nusuk hidung, mulut, dan gigi Al-Husain. Kepalanya lalu diarak sebagai tanda perayaan bahwa Yazid telah menang. Sampai pada akhirnya dengan bangga, Ubaidillah memberikan kepala Al-Husain kepada Yazid.

Putra yang mulia ini tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalati, dan tidak dikuburkan. Tubuhnya berserakan, kepalanya tidak ada. Oh, sungguh hinanya mereka yang melakukan ini kepada keluarga Rasul!

Rasul tak pernah kuasa mendengar tangisan Al-Husain. “Wahai Fatimah, apakah engkau tidak tahu bahwa tangisannya menyedihkan hatiku?”. Ya Rasul, jikalau tangisannya menyedihkan hatimu, tak terbayangkan betapa hancurnya hatimu melihat kelakuan orang-orang ahli neraka yang membantai cucumu ini.

Bagaimana bisa kita sebagai ummat Islam menganggap 10 Muharram seperti hari-hari lainnya? Ini adalah hari di mana Rasulullah dan keluarganya menangisi sebuah kisah tragis yang pernah ada sepanjang sejarah Is.lam. Ummat Islam tidak boleh melupakan peristiwa berdarah ini, tidak boleh mengabaikannya.

Mengenang peristiwa Karbala bukanlah menjadi Syiah. Pemikiran semacam ini sangatlah bodoh. Peristiwa Karbala harus diperingati oleh seluruh ummat Islam. Al-Husain mati syahid untuk memperjuangkan Islam. Darah yang tumpah di sana adalah darah Rasulullah. Janganlah kita menjadi ummat Islam yang berpikiran sempit.                                                                                                       

Sumber: Darah dan Air Mata: Kisah Pembunuhan Cucu Nabi s.a.w, Husain di Karbala. (Oleh O.Hashem)

Tsamara Amany

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina

*) Ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun