Mohon tunggu...
Tsalisah Darojah
Tsalisah Darojah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Hobi: Menulis Suka berinteraksi dengan orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SEKURITISASI ISU KEAMANAN NON-TRADISIONAL:Upaya Sekuritisasi Migrasi Indonesia Karena Keberadaan Pengungsi Rohingya

13 Januari 2025   20:10 Diperbarui: 13 Januari 2025   20:16 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SEKURITISASI ISU KEAMANAN NON-TRADISIONAL: Upaya Sekuritisasi Migrasi Indonesia Karena Keberadaan Pengungsi Rohingya

Disusun Oleh Siti Tsalisah A'ladarojah

Bantuan kemanusiaan yang diberikan Pemerintah Indonesia kepada pengungsi Rohingya di Aceh telah membangunkan mata dunia untuk ikut serta dalam membantu mengatasi masalah krisis kemanusiaan tersebut. Bantuan dana yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sementara para pengungsi Rohingya di Aceh telah diterima oleh Pemerintah Indonesia dari Amerika, Qatar, PBB, dan beberapa negara lain. Namun, bantuan dana tersebut nampaknya tidak dapat memecahkan masalah dengan seketika. Masalah utama yang dihadapi para pengungsi ini ialah bagaimana mendapatkan status kewarganegaraan yang jelas serta hak asasi manusia sehingga mereka dapat hidup dengan layak (Admin, 2015).

Tercatat pada bulan Juni 2015 terdapat sekitar 1.722 orang pengungsi, yang terdiri dari 1.239 jiwa laki-laki, 244 jiwa perempuan, dan 239 jiwa anak-anak. Para pengungsi tersebut terbagi dalam empat wilayah berbeda di Aceh yaitu Aceh Utara dengan jumlah pengungsi 560 jiwa, Kota Langsa dengan jumlah 682 jiwa, Aceh Temiang sejumlah 47 jiwa, dan di Aceh Timur sebanyak 433 jiwa (Waluyo, 2015).

Indonesia sampai saat ini banyak melakukan kontribusi dalam penanganan migrasi Rohingya di aceh, salah satunya yaitu membuat rumah hunian maupun kampung sementara untuk para pengungsi tetapi sampai saat ini Indonesia belum melakukan perjanjian dengan pengungsi Rohingya tersebut, sehingga berdampak pada kenyamanan para pengungsi, di khawatirkan akan membuat lebih banyak lagi pengungsi Rohingya untuk berbondong-bondong datang ke Indonesia, oleh sebab itu Indonesia bersama negara-negara anggota ASEAN dan UNHCR lainnya telah berupaya untuk saling bekerja sama menyelesaikan permasalahan tersebut (Islam, 2015).

 Pendaratan tahunan manusia perahu Ronghinya ini menimbulkan dilema bagi pemerintah daerah dan rakyat Aceh, serta bagi pemerintah pusat. Menerima begitu saja akan menimbulkan masalah hukum, politik, sosial dan budaya. Mereka memasuki wilayah teritorial Indonesia dengan cara tidak sah dan tanpa dukungan dokumen perjalanan yang sah, oleh karena itu hal ini merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan negara Republik Indonesia. Tantangan sosial dan keamanan muncul akibat stigma negatif terhadap pengungsi yang berpotensi memperburuk situasi mereka di masyarakat lokal. Kurangnya regulasi hukum yang kompherensif mengenai perlindungan pengungsi Rohingya menyebabkan ketidakpastian status hukum mereka. Meskipun Indonesia mengadopsi kebijakan non-refoulement, implementasinya terhambat oleh keterbatasan anggaran dan proses penempatan yang lambat. 

Bagaimana upaya Indonesia dalam menangani pengungsi Rohingya di Aceh?

Apa yang dilakukan Indonesia dalam menangani masalah pengungsi lintas batas negara?

Dalam menangani masalah pengungsi lintas batas negara, Indonesia belum memiliki regulasi hukum yang jelas. Indonesia juga belum meratifikasi Konvensi Wina 1951 dan Protokolnya Tahun 1967 tentang Pengungsi. Hal ini mengakibatkan Pemerintah Indonesia tidak mempunyai kewajiban dan kewenangan dalam melakukan tindakan internasional mengenai pengungsi Rohingya yang masuk ke Aceh secara lebih jauh. Indonesia hanya dapat menampung sementara serta memberikan fasilitas dan kebutuhan-kebutuhan pokok yang diperlukan pengungsi selama berada di Aceh, kemudian selebihnya akan diproses dan ditindaklanjuti oleh pihak UNHCR.

Teori sekuritisasi yaitu proses dimana isu tertentu diidentifikasi dan diubah menjadi masalah keamanan oleh negara, sehingga memerlukan tindakan yang luar biasa untuk menanganinya. Teori sekuritisasai menjelaskan bagaimana isu-isu tertentu dapat di konstruksi menjadi ancaman yang mendesak bagi keamanan negara. Penerapan teori sekuritisasi pada masalah ini menunjukkan bagaimana pemerintah Indonesia berusaha untuk mengelola isu migrasi pengungsi Rohingya dengan pendekatan yang mempertimbangkan aspek keamanan dan kemanusiaan secara bersamaan, selain itu juga memberikan kerangka analisis yang berguna untuk memahami kebijakan pemerintah Indonesia terkait migrasi pengungsi Rohingya. 

Kesimpulanya, Indonesia berperan aktif dalam penanganan pengungsi Rohingya meskipun menghadapi tantangan hukum dan sosial. Penerapan teori sekuritisasi membantu pemerintah mengelola isu ini dengan mempertimbangkan aspek keamanan dan kemanusiaan, meskipun implementasinya terhambat oleh anggaran dan regulasi yang belum memadai.

Argument:

Dalam konteks ini, Kebijakan sekuritisasi migrasi pengungsi Rohingya di Aceh harus di lihat dengan sebuah langkah strategis yang bukan hanya menjawab tantangan kemanusiaan, tetapi juga memastikan stabilitas sosial. Dengan pendekatan yang terencana pemerintah Indonesia dapat menghadapi isu migrasi secara efektif. sebagai negara yang memiliki dasar negara 'Kemanusiaan yang adil dan beradab' Indonesia hanya membatu para korban atas atas dasar kemanusiaan dengan cara menampung mereka sampai beban pengungsu menjadi lebih ringan.

Referensi objek dalam konteks ini adalah pengungsi Ronghinya, yang merupakan kelompok etnis muslim yang melarikan diri dari Myanmar dan mencari perlindungan di negara-negara lain, termasuk Indonesian. Mereka dianggap sebagai ancaman potensial bagi keamanan nasional Indonesia,terutama terkait dengan dampak soaial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh keberadaan mereka di Aceh. Ancaman yang diidentifikasikan dalam artikel ini adalah persepsi bahwa pengungsi Ronghinya yang menimbulkan beban bagi anggaran negara, mengancam lapangan pekerjaan, dan memicu konflik sosial. Aktor sekuritisasi dalam Konteks ini mencakup pejabat pemerintah Indonesia seperti Mentri Sosial dan Mentri Hukum dan HAM. Speech acts para aktor sekuritisasi menyatakan bahwa pengungsi Ronghinya merupakan ancaman eksistensial. Misalnya, pernyataan wakil presiden Yusuf Kalla mengenai keberadaan pengungsi sebagai tantangan besar bagi bangsa Indonesia, menunjukkan bagaimana isu ini di sekuritisasi dslsm wacana publik. Audiens dari speecg acts adalah masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Aceh, yang diharapkandapat memahami dan menerima pandangan bahwa pengungsi Ronghinya perlu dikelola dengan tindakan luar biasa. Tindakan luar biasa yang di ambil adalah pengetatan pengawasan perbatasan, pembatasan akses bagi pengungsi, serta penyususnan regulasi khusus mengenai penanganan pengungsi. Ini bertujuan untuk mengatasi ancaman yang dirasakan dari keberadaan mereka di Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun