Mendaki gunung, terutama Gunung Everest, menjadi fenomena menarik yang terekam dalam berbagai bentuk media, termasuk film seperti "The Everest". Film ini, seperti banyak karya sinematik tentang pendakian gunung, berfungsi sebagai jendela melalui mana penonton dapat merasakan tantangan, kemenangan, dan bahaya yang melekat pada pendakian ke ketinggian yang mengesankan.Â
Representasi metaforis dari tekad dan ketangguhan manusia dalam menaklukkan Everest menarik minat publik. Meski demikian, penting untuk menganalisis secara kritis sejauh mana film ini mencerminkan realitas pendakian gunung, terutama dalam aspek keselamatan dan kesiapan.Â
Di luar kegembiraan di permukaan dan tontonan visual, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi secara kritis protokol keselamatan dan langkah-langkah kesiapsiagaan yang digambarkan dalam film tersebut.Â
Kegiatan pendakian gunung membutuhkan persiapan baik agar bisa menjadikan pendakian yang menyenangkan dan bermanfaat bagi pendaki (Suhendra, 2019).Â
Dengan melakukan hal tersebut, artikel ini berusaha untuk mengungkap sejauh mana penggambaran sinematik selaras dengan tantangan kehidupan nyata dan tindakan pencegahan yang terkait dengan pendakian gunung di dataran tinggi.Â
"The Everest" berfungsi sebagai lensa yang dapat digunakan oleh penonton untuk merasakan tantangan, kemenangan, dan bahaya dalam mendaki ketinggian yang menakjubkan.Â
Daya pikat menaklukkan Everest, sebuah metafora untuk tekad manusia, telah mendorong para pembuat film untuk menangkap esensi dari perjalanan yang berbahaya. Namun, seberapa akurat dan bertanggung jawabkah "The Everest" menampilkan realitas pendakian gunung, terutama dalam hal keselamatan dan kesiapan?
Penggambaran keselamatan yang tidak akurat dalam film sering kali memperbesar risiko tanpa memberikan gambaran yang akurat tentang langkah-langkah keselamatan, yang berpotensi menciptakan kesalahpahaman tentang pendakian gunung.Â
Solusinya, kita sebagai audiens atau penikmat film harus bisa mencari tau hal lebih mendalam dengan konsultasi bersama para ahli pendakian gunung untuk memastikan penggambaran yang akurat, dengan fokus pada praktik dan protokol keselamatan. Karena, kurangnya pengetahuan dalam dunia pendakian dan alam liar, banyak korban berjatuhan dalam kecelakaan didalam dunia pendakian bahkan merenggut nyawa (Romdhoni, 2022).Â
Selain itu, penekanan berlebihan pada elemen dramatis dalam sinematik dapat mengaburkan urgensi persiapan yang matang dan kepatuhan terhadap pedoman keselamatan.Â