Oleh : Hj. Erlies Erviena SE. M.ag
Peristiwa Isra Mi’raj yang diperingati setiap tanggal 27 Rajab (621 M) dalam kalender Islam, merupakan perjalanan Nabi saw., hanya dalam sehari semalam dari bumi kemudian naik ke langit ke tujuh dan selanjutnya ke Sidratul Muntaha, untuk menerima perintah salat dari Allah SWT.
Pengertian Isrâ berasal dari kata asrâ, yaitu berjalan di waktu malam. Kata Lailan (malam hari) dengan bentuk isim nakhirah (kata yang bersifat umum), menunjukkan bahwa perjalanan itu dilakukan dalam waktu sebagian malam yang singkat.
Diriwayat oleh Ibnul-Qayyimm, Rosullullah Sallalahu Allahi wa Sallam, di isra-kan dengan jasad dan ruhnya dari Masjidil Haram ke Baitul-Maqdis (Yerusalem, dengan mengendarai Buraq ditemani oleh Jibril.
Sebelum perjalanan Isra Miraj dilakukan, Rosullullah saw., terlebih dahulu dibedah hatinya oleh malaikat jibril dan Mikail, dan dicuci dengan air zamzam, agar hati selalu terjaga dari sifat riya’, ujub, takabur dan hasad serta dihiasi dengan hikmah dan iman.
Selanjutnya, meluncurlah Buraq itu seperti melesatnya anah panah di atas pegunungan Mekah di atas pasir-pasir sahara, kemudian singgah sejenak di gunung Sinai, di tempat Allah SWT., berbicara dengan Musa, lalu berhenti di Bethlehem di tempat Nabi Isa dilahirkan.
Lalu mereka tiba di Bait’l Maqdis untuk memimpin salat bersama dengan para Nabi. Kendaraan Buraq ini mengantarkan Nabi dan malaikat Jibril ke Sidratul Muntaha tempat Allah bersemayam di Arsy. Perjalanan ke luar angkasa melalui ribuan galaksi dan tata surya menembus dimensi waktu. menembus alam semesta yang diabadikan di Al-Qur’an dalam Surat Isra ayat ke 1.
Dalam teori Albert Einstein, untuk menjelajah waktu dalam menciptakan sebuah benda melebihi kecepatan cahaya 300.000 km/detik. Sebagai gambaran, jarak antara matahari dan bumi 150.000.000 KM dibutuhkan waktu 8 menit agar cahaya sampai kebumi.
Sementara jarak antara galaxy bima sakti dengan Andromeda menurut para ahli 2,5 juta tahun cahaya. Baik galaxy bima sakti maupun Andromeda adalah masih dalam tantanan alam semesta. Sedangkan kedudukan Arsy Allah SWT., diluar dari pada eter dunia ini.
Dapat dibayangkan bagaimana mungkin seorang Muhammad dapat melakukan perjalanan hebat ini hanya dalam waktu satu malam saja. Disinilah letaknya Iman yang juga tidak bisa diukur dengan mesin apapun. Sedangkan Baginda Nabi menggunakan mesin waktu (Buraq) yang melesat diatas kecepatan cahaya.
Ketika tiba di langit, Jibril meminta izin pada Allah SWT., untuk dibukakan pintu langit. Pada langit pertama terbuat dari perak murni dengan bintang-bintang yang bergantung pada rantai-rantai emas. Tiap-tiap langit dijaga oleh Malaikat, agar jin dan setan tidak bisa naik dan mendengarkan rahasia langit.
Di langit pertama ini, Rosul bertemu dengan Nabi Adam. Lalu di langit ke dua beliau bertemu dengan Nabi Yahya dan Isa. Kemudian di langit ke tiga bertemu dengan Nabi Yusuf. Langit ke empat dengan Nabi Idris. Langit ke lima dengan Nabi Harun. Langit ke enam bertemu Musa. Di langit ke tujuh beliau bertemu dengan Ibrahim. Di tempat itu pula Rosul melihat Malaikat maut Izrail, yang sedang mencatat nama-nama mereka yang lahir dan yang mati dalam buku besar.
Dalam sekejab, ia sudah berada di hadapan ‘Arys untuk menghadap Allah SWT., dengan jarak sepajang dua ujung busur panah dan lebih dekat lagi. Ia sudah dapat melihat Allah dengan persepsinya, diluar jangkauan akal manusia yang dapat menangkapnya. Seketika itu juga nabi merasakan kesejukan di tulang punggungnya. Rasa tenang dan damai yang membawa kenikmatan. Selanjutnya Allah SWT., mewahyukan kepada Rosul agar umatnya melaksanakan kewajiban salat sebanyak lima puluh kali.
Ketika Rosul kembali turun dari langit, beliau bertemu Musa dan Musa meminta agar Muhammad kembali meminta kepada Allah untuk mengurangi jumlah salat, karena umatnya tak akan mampu melakukannya. Rosulpun mengikuti saran dari Musa, hingga jumlah salat dikurangi sebanyak empat puluh. Namun Musa menganggap hal itu masih diluar kemampuan manusia, hingga nabi berkali-kali meminta kepada Allah untuk dikurangi sampai akhirnya menjadi lima waktu.
Gb: Aryanazra.blogspot.com-cerita tentang kita: Isra Mi'raj
Perjalanan Rosullulah dalam peristiwa Isra Mi’raj lebih dimaknai sebagai perjalanan antar dimensi. Hal ini karena ada fenomena fisik yang dikenal dengan dimensi ruang dan waktu serta ada juga fenomena non fisik di luar dimensi ruang dan waktu.
Dimensi merupakan suatu kerangka acuan yang menggambarkan alam yang berupa garis dengan gerak maju atau mundur, jauh/dekat, masa lalu/masa depan, lama/sebentar, besar/kecil. Dalam memahami perjalanan ini, mekanismenya diluar kemampuan sains. Rosullulah bersama dengan Jibril keluar dari dimensi ruang dan waktu yang membatasi pola pikir manusia pada jarak dan waktu.
Peristiwa Isra Mi’raj tidak bisa dianalisa dengan teori relativitas yang beranggapan Rosullulah berjalan dengan kecepatan cahaya bersama Buraq.. Sebab, jika menggunakan teori relativitas, fenomena yang terjadi justru sebaliknya. Berdasarkan teori tersebut, pada kerangka yang bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya, waktunya tercatat menjadi lebih lambat.
Dengan pengertian, manusia yang berjalan mendekati kecepatan cahaya akan merasa lebih muda serta waktu yang dialaminya terasa lebih singkat. Dibandingkan dengan orang yang ditinggalkannya.
Gambaran logika sains dalam perjalanan Rosullulah sebagai perjalanan antardimensi, merupakan upaya untuk menerangkan jika Isra Mi’raj memang benar terjadi dan dilakukan bukan hanya sekedar mimpi atau perjalanan dengan ruh, namun juga beserta fisiknya.
Walaupun peristiwa ini tidak bisa dimungkinkan secara eksprimen, namun konsep dimensi fisik yang dikenal dalam ruang dan waktu yang dikenal dalam sains, dapat menguatkan aqidah kita tanpa harus berasumsi berdasarkan sains yang semu, sebab ‘ilm dan qudrat Allah SWT., dapat meliputi dan menjangkau segala sesuatu.
Peristiwa ini merupakan ibrah atau pelajaran untuk menjadi bahan renungan. Walaupun sebagian orang masih memperdebatkan sebab dianggap bertentangan dengan akal sehingga sulit membedakan antara rasional dan irasional dengan yang supranatural.
Ibrah yang dapat dipetik dari kisah ini adalah, manusia harus bersyukur atas anugerah yang telah diberikan kepadanya. Rasa syukur itu dalam bentuk salat (menyembah Allah), Sang Maha Pencipta.
Namun terkadang manusia masih juga lalai dalam melakukan perintah salat padahal Allah SWT., telah memberikan kemudahan dengan mempersingkat salat menjadi lima waktu, bahkan musafir diberikan discount untuk bisa menjamak (menggabungkan salatnya), atau orang yang sakit diberi kemudahan dengan melakukan sambil duduk atau berbaring.
.
Refetensi:
- Sejarah Hidup Muhammad-Muhammad Husain Haekal, terj. Ali Audah, penerbit: Litera AntarNusa
- Sirah Nabawiyah- Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, terj. Kathur Suhardi, penerbit: Pustaka Al-Kausar, 1997
- Agus Mustofa ,bukTerpesesona di Sidratul Mnutaha, Agus Mustofa, 2008
- Tafsir Ilmi (Science dalam perspektif Al-Qur’an dan Sains)-Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI denagn LIPI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H