Mohon tunggu...
Hj ErliesErviena
Hj ErliesErviena Mohon Tunggu... Penulis - penulis

senang menulis artikel apa saja ttg agama , umum, pengalaman, cerpen. Pernah menulis bbrp artikel ttg ekonomi di "Buletin Ekonomi Bapindo", artikel di beberapa konten Islami maupun umum, menerbitkan buku islami berjudul "Kepemimpinan Perempuan dalam Al-Qur'an ( Reinterpretasi Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Konsep Al- Qawwàmah dengan Perspektif Qirà'ah Mubàdalah). Hobi lainnya: traveling & musik ( guru piano klasik & pop).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Esensi Hijrah dan Paradigma Sosial Milineal

31 Desember 2022   18:12 Diperbarui: 31 Desember 2022   18:30 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makna hijrah adalah terkait dari niat seseorang untuk berbuat baik, yang diiringi dengan tekad untuk merubah diri demi meraih ridho Illahi. Secara Bahasa, hijrah berasal dari bahasa Arab, yang berarti, haajaro - yuhaajiru - muhajarotan wa hijrotan. Dimana kata ini berasal dari akar kata hajaro -yahjuru - hajron yang bermakna meninggalkan atau berpaling, terkait niat seseorang dalam berbuat baik. Sementara pengertian hijrah secara terminologis ialah bermakna meninggalkan sesuatu atas dasar untuk melakukan taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah.

Dengan demikian, konteks hijrah bukan hanya berpindah secara fisik, akan tetapi berkaitan dengan spiritual untuk membersihkan diri. Seperti hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim: "Innamal a'maalubinniyyat wa innama likullimri in ma nawa fa man kana Hijratuhu illallah Wa Rasulihi Fahijratuhu Illallah Wa Rasulihi, waman kanna  hijratuhu liddumya yussibuha wa amriatin yankhikhuha fahijratuhu alaih. 

Peristiwa ini terjadi ketika hijrah, ada seseorang pemuda yang mengikuti hijrah Nabi saw, karena melihat tunangannya turut berhijrah. Konteks dari hadits ini adalah seseorang yang akan melakukan kebaikan harus dengan niat ikhlas, dengan tujuan melakukan hijrah semata-mata  kepada Allah dan RasulNya, sebab amal seseorang itu tergantung dari niat awalnya.

Ada 2 (dua) macam bentuk hijrah, yaitu hijrah makaniyah (tempat), yaitu berpindah dari suatu tempat yang kurang baik menuju yang lebih baik dan hijrah maknawiyah (pemaknaan), yaitu berpindah dari nilai yang kurang baik menuju kepada nilai yang lebih baik serta meninggalkan perbuatan yang bathil.

Contoh hijrah Makaniyah seperti dilakukan Rosullulah SAW dalam mensyiarkan Islam. Pertama, hijrah yang dilakukan Rosul Saw ke Habasya, Kedua,  hijrah Rosul Saw ke Thaif dan ketiga, hijrah yang fenomenal dilakukan Rosul saw dengan sahabatnya Abu Bakar pada tahun 622 M, yang berpindah tempat dari Makkah ke Madinah (Yatsrib),  karena penindasan dan intimidasi kaum musyrik Quraisy. Perjuangan keduanya tinggal di dalam gua Thaur selama 3 (tiga) hari dan melakukan perjalanan selama 7 (tujuh) hari terus-menerus  dalam keadaan letih dan kepayahan, mengarungi lautan padang pasir di musim kemarau.   

Ibrah yang dapat kita petik dari perjuangan hijrahnya Nabi Muhammad SAW, patut diteladani oleh umat Muslim untuk mengorbankan apa yang dicintai demi meraih keridhaan Allah dan RosulNya.

Sementara pengelompokkan Hijrah Maknawiyah terbagi 4 (empat) macam: pertama, hijrah Fikriyyah (fiqrun), yaitu hijrah pemikiran yang meninggalkan segala bentuk pemikiran yang tidak sesuai dengan pola pikir Islami. Dalam arti setiap muslim harus berpikir dalam kerangka kebenaran dalam Islam. Seiring dengan berkembangnya kemajuan tehnologi dan informasi, pemikiranpun  terdeteksi virus modernisasi. Secara kasat mata dunia sudah menjadi medan perang dalam pemikiran. Isu sekularisasi, kapitalisasi, liberalisasi, pluralisasi  dan sosialisasi telah merasuki  pola pikir yang tidak lagi sesuai dengan kaidah hukum Islam.  

Kedua, hijrah I'tiqadiyah (hijrah keyakinan), disaat seorang Muslim berusaha meningkatkan keimanannya untuk menghidari segala bentuk kemusyrikan. Ketiga, hijrah sulukkiyah, yaitu hijrah dimaknai sebagai langkah dalam merubah sikap dan mental serta prilaku  dari akhlak yang buruk menjadi akhlak yang baik/mulia dengan semangat keislaman yang bertujuan mencapai prestasi secara spiritual dan material secara lebih baik lagi. Keempat, hijrah Syu'uriyyah, yaitu perpindahan kebiasaan/hobi yang dapat menjauhkan diri dari Allah SWT, sehingga melalaikan Allah SWT.

Jika melihat hijrah di era milineal saat ini,  diawali dengan perubahan sikap, gaya hidup dan tata cara berpakaian yang sudah sesuai syariat islam. Saat ini generasi milenial berhijrah identik dengan perubahan cara berpakaian yang dulu memakai jins ketat kini berubah menjadi syar'i dengan kerudung lebar menutupi dada dan untuk lelaki mengenakan celana jingkrang yang membuat kesan lebih islami. kaum milenial yang berhijrah ini tak semata ikut arus untuk mengakomodir kebutuhannya akan identitas spiritualismenya secara instan, melainkan lebih jauh lagi mengarah kepada mendalami, serta memahami Islam secara kaaffah. 

Namun masih ada juga sebagian dari mereka hanya membungkus luarnya saja dengan pakaian Islami, sementara  akhlak dan prilaku serta kewajibannya sebagai seorang muslim masih dilalaikan. 

Misalnya masih meninggalkan solat, melakukan ritual yang berbau kesyirikan, minum minuman keras, dan berbuat maksiat. Adapula yang masih belum memahami kaidah hukum, seperti berupaya mempercantik diri dengan operasi seperti facelift (mengencangkan wajah), rhinoplasty (membuat hidung mancung), mata besar, bibir seksi, menato alis dan lain sebagainya. Kalimat pada surat an-Nisaa ayat 119: Wa laa muronnahum falayughayyarunna khalqallh..., dijelaskan bahwa Allah SWT, melarang merubah apa yang sudah diciptakannya.

Kecendrungan saat ini, ketika hijrah hanya dijadikan tren sebatas mengeksplor eksistensi, bukan dijadikan esensi dalam kehidupan. Disaat media sosial dijadikan kiblat perubahan maka segalanya hanya bersifat maya bukan realita. Media sudah berhasil merekontruksi perubahan paradigma. Namun,  perubahan untuk eksistensi sejatinya ditujukan semata hanya karena Allah SWT, bukan untuk meningkatkan eksistensi di mata manusia, sehingga ketika mereka berdeklarasi untuk berhijrah harus konsisten dan dibutuhkan ke-isqomahan dalam beribadah.

Tidak perlu takut kehilangan rejeki, seperti Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 218: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, oang-orang yang  berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah....

Kata iman, hijrah, dan jihad, ketiganya berjalin berujung kepada 'yarjuna rahmatallah', berharap mendapat rahmat (kasih sayang) Allah SWT. Hijrah merupakan anugerah dan hidayah dari Allah SWT., bagi umat Muslim yang condong pada kebaikan. Ibrah dari hijrah Rosullulah merupakan pedoman yang harus diteladani agar kita berbuat al amr bilma'ruf wan nahy a'nil munkar, yaitu mengajak pada kebaikan dan mencegah pada keburukan.

Referensi:

  • Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain Haekal- diterjemahkan dari Bahasa Arab oleh Ali Audah)
  • Zulhazmi, A. Z., & Hastuti, D. A. S. 2018. Da'wa, Muslim Millennials and Sosial Media

Penulis:

Hj. Erlies Erviena M.ag (alumni PTIQ, Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun