Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, emak berjualan baju. Modal ia dapatkan dari tabungannya saat masih menjadi perempuan pemuas nafsu. Bulan berikutnya, pria itu berkata kepada emak, bahwa ia akan pulang ke daerahnya di Kalimantan. Pria itu berkata bahwa ia hanya pergi seminggu saja, ada urusan bisnis, setelah itu ia akan kembali lagi ke Jogja. Seminggu berlalu, sebulan berlalu, setahun berlalu dan pria itu tidak pernah kembali Tiada yang dapat emak lakukan selain menangis. Ia tak tahu kemana hendak mencari suaminya tersebut. Sampai suatu saat, emak iseng mengunjungi lokalisasi tempatnya dulu bekerja. Ketika ia datang ke tempat itu, teman-teman satu profesinya dulu melihatnya dengan sinis. Banyak diantara mereka yang saling berbisik, entah apa yang sedang mereka perbincangkan, pikir emak kala itu. Namun ada salah seorang temannya yang bernama Luna. Ia yang memberitahukan kepada emak, bahwa pria yang menjadi suaminya tersebut masih sering main ke tempat prostitusi itu. Dan dari cerita yang Luna dengar, pria itu berada di Jogja hanya untuk tugas dari kantornya di Kalimantan, bukan sebagai seorang pengusaha tekstil yang selama ini emak tahu. Di Kalimantan, pria itu telah memiliki seorang istri dan dua orang anak. Emak terjatuh, pria yang ia sayangi dan cintai , pria yang telah ia percaya selama ini ternyata telah membohonginya. Ia sudah tak percaya lagi dengan semua pria.
Dirinya pun kembali bergelut di dunia hitam, dunia yang sempat membesarkan namanya. Tapi hanya berlangsung selama 2 tahun. Ia sudah semakin tua, tubuhnya menggemuk dan tidak proporsional lagi. Kulitnya tidak semulus yang dulu. Meski telah beberapa kali operasi plastik, hal tersebut tidak mampu mengembalikan kecantikkannya seperti dulu. Tarifnya turun drastis, ia tak lagi di gilai para lelaki hidung belang. Tak ada lagi pria yang antri hanya untuk menikmati kemolekan tubuhnya. Diapun berhenti, dia meminjam uang di rentenir dan mendirikan sebuah salon kecantikan, tempatku bekerja saat ini. Dan hingga saat ini, dia tidak pernah menikah lagi.
**
Begitulah emak, kisah hidupnya benar-benar memilukan. Pernah sekali waktu aku bertanya, mengapa ia masih saja mendirikan usaha yang tidak halal, mengapa tidak membangun sebuah usaha yang halal saja.
“Isoku Cuma ini Mir, aku gak iso yang lain…” begitulah jawaban yang aku terima.
Emak Ros, bagaimanapun dia, adalah orang yang berjasa bagiku. Aku masih teringat ketika pertama kali ia menemukanku di sebuah pasar. Dia yang mengajakku untuk bekerja di salonnya. Awalnya aku menolak, tapi karena aku sangat membutuhkan uang, aku-pun menerima tawarannya.
Sebuah masa lalu yang menyakitkan, tapi ia berhasil melaluinya. Lihatlah dirinya sekarang, sepanjang hari ia selalu tersenyum. Wajahnya berbinar-binar, pundi-pundi uang telah menantinya. Sedangkan aku? Aku seperti robot yang terus-terusan di beri pelumas. Hanya libur ketika sedang menstruasi. Hari ini belum selesai, nanti malam, aku masih harus bekerja, bergelut dengan dosa. Demi impianku, demi ibu dan anakku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H