Sebenarnya anjing yang sesungguhnya galak dan membahayakan itu, tidak menggonggong, kalaupun menggongong hanya sebentar saja atau hanya sekali saja, langsung dia menerkam kita. Terlihat seperti suci atau kudus, dan terlihat seperti seolah-olah buruk, sehingga kita binggung suci atau buruk, karena dia sebenarnya termasuk suci karena dia bagian dari yang suci, tapi pada intinya dia bukan suci, melainkan buruk dan jahat, atau dengan kata lain adalah pendusta atau penyesat, dan penipu.
Anjing darah panas, karena panasnya bukan gonggongannya, melainkan dapat menaikkan darah bagi yang sedang mengalami kekurangan darah atau darah rendah. Itu sebenarnya arti darah panasnya, bukan menggingit dan membunuh manusia. Begitu juga babi yang katanya adalah darah panas, tetapi sebenarnya babi itu darahnya panas karena dia dapat menaikkan tekanan darah, tetapi itupun jika keseringan saja, bukan hanya satu cubitan daging langsung darah tinggi, tidak sama sekali. Apalagi sampai dikait-kaitkan lemak babi bahaya, apakah benar? Tidak juga, toh kita manusia juga punya lemak. Kenapa lemak hanya babi yang berbahaya, sedangkan kita manusia pun punya lemak juga toh. Kemudian ada lagi yang membakar, lemak itu bahaya, atau gendut dan gembul, atau luas sekali itu salah. Ya, memang salah toh, tapi bukan hanya gara-gara satu tetesan lemak dari babi langsung kita gemuk sekali. Tidak juga, hanya kalau lebih itu lah gemuk. Kurang pun juga tidak baik karena kita tidak ada energi, dimana lemak diolah menjadi energi. Kurang itu tidak baik, lebih apalagi tidak baik, melainkan yang baik adalah saat kondisi normal, sesuai dengan maksud dan tujuan sebenarnya.
Jadi pada intinya tidak ada salahnya makan babi dan anjing, bukan masalah mana yang benar apalagi salah, bukan itu sebenarnya masalahnya. Apalagi sampai-sampai dikatakan darah panas dan lemak, segala macam istilah lain. Tetapi pada intinya semua bisa di makan (daging) dan minum (air), tetapi pada kondisi yang baik, sesuai dengan maksud dan tujuan sebenarnya. Mana mungkin juga kita makan babi dan anjing masih hidup, nanti kita malah diseruduk dan diterkam, melainkan ya memang harus mati dulu dan dimasak dulu sampai matang.
Apalagi saking menyesatkan, ada lagi yang mengatakan karena ada cacing ini dan itu. Padahal di hewan lain yang makan sayur pun ada, apalagi di tubuh kita manusia pasti ada. Begitu juga bukan hanya di hewan saja ada, melainkan pada tumbuhan pun ada. Kok malah di kait-kaitkan cacing sebagai yang menakutkan, padahal ada cacing yang memakan tanah, tumbuhan, atau apapun yang kemudian dia keluarkan untuk menyuburkan tanah. Kok cacing yang jadi korban, kasihannya lah si cacing itu.
Apalagi dikaitkan sama si ular, yang sampai di logika kan tengok tuh ular gesit, lincah dan mematikan. Ya ampun, astaga, kok ular lagi di salahkan jadi korban si pendusta dan penyesat itu. Sampai-sampai tidak berani meminum darah ular karena katanya darah panas, padahal bermanfaat bagi yang berdarah rendah. Ada lagi sampai-sampai bisa tidak boleh digunakan, karena dari ular dan mematikan jika terkena. Padahal untuk menyembuhkan dan mengendalikan bisa, dapat kita gunakan bisa ular itu sendiri toh. Jadi, kenapa coba ular dan selalu ular saja yang disalahkan, bukan apa yang ada di baliknya itu. Bukan dilihat yang sebenarnya dan sesungguhnya benar. Bukan dilihat maksud dan tujuan sebenarnya, tetapi lagi dan lagi ular, ular, dan ular lah si pendosa dan pendusta itu. Padahal ular belum tentu tahu mana dosa dan bukan dosa loh.
Apalagi dan lagi-lagi disesatkan buah di tengah hutan, buah yang memberikan pengetahuan mana yang baik dan buruk disesatkan lagi. Seolah-olah jangan berada dan mengkonsumsi sesuatu yang ditengah, apalagi kalau sampai kita tahu mana yang benar dan salah, disesatkan lagi dan lagi hanya gara-gara si pendusta dan penyesat itu. Pada intinya bukan buah, apalagi buah ditengah, melainkan jika kita tahu suatu kebenaran, maka itulah yang salah itu. Kita tahu mana yang baik dan jahat, dalam artian tahu maksud dan tujuan sebenarnya, maka kita akan tergiring dan terarah pada satu hal, berupa si pendusta dan penipu, apalagi penyesat. Siapakah itu? Eng, ing, eng, dialah si pendusta dan penyesat sebenarnya. Yang mau setara dan sama kedudukannya dengan Yesus, apalagi Allah.
Misalnya dalam hal pernikahan harus sepadan, tetapi pada intinya adalah seolah-olah sepadan, serta semakin sesat katanya bisa tidak sepadan karena harus menginjil dan menobatkan siapapun ke seluruh dunia. Sepadan adalah sama, bukan seolah-olah sama, seakan terlihat sama, tetapi sesungguhnya adalah sama.
Sampai-sampai nafsu dan lagi-lagi si nafsu, sehingga diarahkan seolah-olah nafsu itu adalah kesalahan dan sebuah kesalahan, tetapi sebenarnya tidak, yang salah si pendusta dan penyesat itu, yang adalah dosa dan sumber dosa, dimana sepantasnya dapat upah dosa adalah maut atau dengan kata lain musnah. Jatuh cinta, seorang laki-laki kepada perempuan, apalagi sebaliknya perempuan kepada laki-laki, mesti wajib dan harus hukumnya adalah di dorong nafsu. Tetapi, bukan nafsu dalam artian si pendusta dan penyesat, dimana menawarkan keindahan dunia, pada intinya setara dengan Allah. Seolah dia penguasa dunia, padahal seharusnya manusia yang adalah gambar dan rupa Allah, apalagi Yesus penguasa bumi dan surga, apalagi Allah yang menciptakan semuanya dan paling tinggi diantara semuanya.
Sampai seolah disesatkan lagi isteri atau suami itu boleh lebih dari satu. Gonta-ganti, dengan dalil atau alasan, dah gak cocok lagi, apakah ujung-ujungnya karena nafsu tidak terpuaskan, atau mau menikmati daging dan terikat di daging, bahkan sampai mengalir melalui aliran darah. Belum lagi, katanya harus ditobatkan dan diselamatkan, didukung lagi pergi lah keseluruh dunia dan jadikan semua dunia adalah anak ku, apakah di tulis dengan "ku" huruf k kecil atau "Ku" huruf K besar, atau ditutup semua biar terlihat enak dan nikmat, biar ada anggotanya si pendusta dan penyesat itu. Padahal pada ujungnya yang sampai mencari yang tidak sepadan, harus malah apa bedanya dengan orang yang tidak sepadan, malah menjadi tidak sepadan, berujung pada dosa, dimana ketemu si pendusta adalah dosa, sehingga pasti ujungnya hore hore hore, si pendusta kegirangan ada temannya. Atau gak terlihat kah? Seolah-olah nikmat dan benar, tapi sesat juga seharusnya toh.
Sampai di sesatkan lagi, sampai-sampai ada perjuangan dan para pejuang katanya harus setara antara adam dan hawa. Padahal hawa hanya satu bagian berupa satu tulang rusuk dari si Adam. Tapi, dengan dalil harus setara, sampai diciptakam ahli pemikir, atau malah si ahli penyesatnya si pendusta toh sebenarnya. Sudah disetarakan, memang seharusnya adalah setara, tapi bukan setara itu loh.
Saking sesatnya lagi, sampai-sampai sudah setara, lagi dan lagi datang lagi bapak segala dusta disesatkan lagi, dan pasti ada lagi yang tersesat. Sampai-sampai yang seharusnya hawa dan hanya hawa, tiba-tiba bahkan nikmati kesetaraan, tanpa mengetahui kodrat dan aslinya hawa, hingga berujung ada bahkan suatu negara katanya penduduknya mati tua, tapi generasi akan dipastikan musnah, apalagi jika tidak sadar juga.