Mohon tunggu...
Try Gunawan Zebua (Trygu)
Try Gunawan Zebua (Trygu) Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Try Gunawan Zebua dilahirkan di Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara, pada tanggal 11 Juli 1994. Try Gunawan Zebua adalah anak ke-3 dari 3 orang bersaudara, dari pasangan Ayah (Alm) Costantin Theodali Zebua dan Ibu Rosmawati Telaumbanua. Try Gunawan Zebua memiliki nama pena adalah Trygu pada buku solo kedua hingga buku solo kedelapan, sedangkan pada buku solo pertama, kesembilan, kesepuluh, serta pada buku solo kesebelas ini, dan seterusnya memiliki nama pena atau penulis sebagai Try Gunawan Zebua. Riwayat Pendidikan Formal: SD Swasta RK Mutiara Gunungsitoli pada Tahun 2000-2006, SMP Swasta Bunga Mawar Gunungsitoli pada Tahun 2006-2009, Jurusan IPA SMA Swasta Santu Xaverius Gunungsitoli pada Tahun 2009-2012, Jenjang D3 Teknik Mesin Konsentrasi Produksi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada Tahun 2012-2015 (A.Md). Pada tahun 2015 sempat kuliah dan diterima di Universitas Negeri Malang (UM) pada Jenjang S1 Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik. Tapi, karena tidak sanggup membayar uang kuliah, kuliah pada Jenjang S1 Pendidikan Matematika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Gunungsitoli pada Tahun 2016-2020 (S.Pd). Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Gunungsitoli telah berubah nama sejak tahun 2023 menjadi Universitas Nias, yang masih berkedudukan di Kota Gunungsitoli, Pulau Nias. Pendidikan Nonformal: 1. Taman Kanak-Kanak BNKP Hanna Blindow Gunungsitoli pada tahun 1998-2000 2. Pada tahun 2012 Bimbingan Belajar Medika Setia Budi Medan, dimana pada bimbingan belajar itu bertujuan untuk memasukki Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Prestasi Try Gunawan Zebua (Trygu), yaitu: 1. Lolos Seleksi Abstrak (Semifinalist) pada Sayembara Karya Tulis Ilmiah Ganesha 2017, Himpunan Mahasiswa Elektroteknik, Institut Teknologi Bandung. 2. Peserta (Lolos Seleksi Abstrak) pada Lomba Karya Tulis Ilmiah Orde Literasi 2018, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Jember, Universitas Jember. 3. Telah menulis 2 buah Jurnal sebagai penulis lepas (Freelance Writer), yaitu: a. Jurnal Pertama berjudul: Studi Literatur Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Motivasi Belajar Matematika Siswa. Vol. 3, No. 1, Edisi Mei 2021, Jurnal Pendidikan Matematika (J-PiMat), Prodi Pendidikan Matematika STKIP Persada Khatulistiwa Sintang. Jurnal tersebut di atas, telah terbit dalam versi Bahasa Inggris Judul: Literature Study of Problem Based Learning Model Against Students Mathematical Motivation (Based on Indonesian Language Book). Vol. 9, No. 2, May, 2020, Pancaran Pendidikan, FKIP Universitas Jember. b. Jurnal Kedua Berjudul: Teori Motivasi Abraham H. Maslow dan Implikasinya dalam kegiatan Belajar Matematika. Vol. 3, No. 1, 2021, RANGE: Jurnal Pendidikan Matematika, Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Timor. 4. Telah menulis 11 buah buku solo (termasuk buku ini). 5. Telah Menulis lebih dari 30 buah buku Antologi (Artikel, Quotes, Puisi, dll). 6. Buku ketiga (Studi Literatur Problem Based Learning untuk Masalah Motivasi bagi Siswa dalam Belajar Matematika) telah ada di Google Book dan telah di kutip sebanyak ± 30 kali dengan nama Try Gunawan Zebua atau Trygu yang terlihat di Google dan Google Scholar. 7. Aktif menulis di kompasiana, dengan jumlah tulisan sebanyak 80 buah dan total telah dibaca oleh 22.641 orang, dimana jumlah artikel dengan kategori “pilihan” dari Kompasiana ada 21 buah artikel. 8. Dinyatakan lulus Pelatihan “Mengolah Kata, Data dan Membuat Presentasi bagi Tenaga Administrasi” (melalui Kartu Prakerja) dengan nilai: 85/100. 9. Dinyatakan lulus Pelatihan “Membuat Konten Promosi untuk Profesi Penulis di Era Digital” (melalui Kartu Prakerja) dengan nilai: 65/100. 10. Dinyatakan Lulus Pelatihan “Belajar Mengelola Keuangan untuk Menjadi Perencana Keuangan” (melalui Kartu Prakerja) dengan nilai: 65/100. 11. Juara 1 buku Goresan Tinta Khatulistiwa. 12. Juara Favorit ke-2 buku Rangkai Pena Terucap Makna. 13. Terbaik ke-3 buku Coretan Rasa dalam Kata. 14. Penulis Terunik 3 buku Goresan Tinta Penghubung Rasa. 15. Penulis Terbaik dalam acara lomba Literacy With Muzayyanah Sa’diyah penulisan buku berjudul: “Secanting Aksara”. 16. Best Article Lomba Cipta Artikel Tingkat Nasional dalam buku Antologi Artikel yang berjudul: “Dilema masa Pandemi Covid-19”. Riwayat Organisasi: 1. 2012 : Anggota di PMK UNJ (Persekutuan Mahasiswa Kristen Universitas Negeri Jakarta). 2. 2013 : Pengurus sebagai bidang pembinaan di PMKJ PERKANTAS (Persekutuan Mahasiswa Kristen Jakarta Persekutuan Antar Universitas). 3. 2014 : Pengurus sebagai bidang pembinaan di PMKJ PERKANTAS (Persekutuan Mahasiswa Kristen Jakarta Persekutuan Antar Universitas) 4. 2016 : Anggota Bidang Penalaran dan Keilmuan Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Pendidikan Matematika IKIP Gunungsitoli. 5. 2017 : Anggota Bidang Penalaran dan Keilmuan Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Pendidikan Matematika IKIP Gunungsitoli. Penulis aktif dalam mengikuti berbagai seminar atau pelatihan, seperti: Seminar Technopreneur, Seminar Mengembangkan Diri, Seminar Bisnis Rocket Marketing, dan lain-lain sebagainya. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan menulis, baik secara individu maupun bersama-sama. Buku karangan individu pertama berjudul Mencegah dan Mengatasi Stress dalam Belajar Matematika (Arieffka Media, 2020), dimana buku pertama ini telah diterbitkan untuk kedua kalinya oleh Anara Publishing House (2020) akibat dari penerbit pertama yang tidak mau melakukan cetak untuk yang kedua kalinya. Buku kedua berjudul Masalah-Masalah dalam Belajar Matematika (Guepedia, 2020). Buku ketiga berjudul Studi Literatur Problem Based Learning untuk Masalah Motivasi bagi Siswa dalam Belajar Matematika (Guepedia, 2020). Buku keempat berjudul Motivasi dalam Belajar Matematika (Guepedia, 2020). Buku kelima berjudul Menggagas Konsep Minat Belajar Matematika (Guepedia, 2021), Buku keenam berjudul Teori Motivasi Abraham H. Maslow dan Implikasinya dalam Belajar Matematika (Guepedia, 2021), Buku ketujuh berjudul Teori Motivasi Abraham H. Maslow dan hubungannya dengan Minat Belajar Matematika Siswa (Guepedia, 2021), Buku kedelapan berjudul Menggagas Konsep Prestasi Belajar Matematika (Guepedia, 2021), Buku kesembilan berjudul Permainan Tradisional Nias dan Matematika (Etnomatematika Nias) (Guepedia, 2022), Buku kesepuluh berjudul Menggagas Konsep Kecemasan Belajar Matematika (Guepedia, 2022), sedangkan buku berjudul Sekedar Solusi Prestasi Belajar Matematika Indonesia ini adalah buku kesebelas. Buku keduabelas, ketigabelas, keempatbelas dan seterusnya masih dalam proses pembuatan. Buku Antologi yang terbit ada banyak, baik itu puisi, cerpen, artikel, maupun quotes. Pada tahun 2020: Buku itu berjudul Sepucuk Surat Untuk Imamku #2 (SIP Publishing, 2020), Menua Bersama (Penerbit Kalana, 2020), Dear Masa Lalu (Elsage Publisher, 2020), Filosofi Renjana (Guepedia, 2020), Keniscayaan Sebuah Perubahan (CV Multimedia Edukasi, 2020), Seuntai Kisah Tentangnya (Guepedia, 2020), Catatan Juang Mahasiswa (Teman Nulis Publishing, 2020), 101 Solusi untuk Generasi Milenial (Sekolah Menulis Indonesia, 2020), Serenade Pemeluk Malam (Bookies Indonesia, 2020), Senyum Nabastala (Haura Publishing, 2020), Gagal? Why Not?! (Sekolah Menulis Indonesia, 2020), Coretan Tinta di Atas Kertas (Medaca Aurora Publisher, 2020), Mengedukasi Negeri bukan Sekadar Antologi (CV. Madani Berkah Abadi, 2020), Lembaran Coretan Pena (CV. Pelita Aksara Gemilang, 2020), My Birthday: “Ini Sebingkis Memori Usang yang Terus Terulang (Guepedia, 2020), Secanting Aksara (Semesta Aksara, 2020). Pada tahun 2021: Menjadi Pribadi Positif (Sekolah Menulis Indonesia, 2021), Pulang (Androcenta Publisher, 2021), Sastra Sejuta Makna (Kimbab Publisher, 2021), Untuk apa saja masa mudamu? Jilid 2 (Sekolah Menulis Indonesia, 2021), Healthy Mind, Happy Life (Sekolah Menulis Indonesia, 2021), Pena Suarakan Luka (DJ Mega Production, 2021), Flying to the sky (Androcenta Publisher, 2021), Menjadi Manusia Limited Edition Jilid 1 (Sekolah Menulis Indonesia, 2021), Belajar Tanpa Stres Jilid 2 (Sekolah Menulis Indonesia, 2021), Literacy, Upgrade Your Mind (Sekolah Menulis Indonesia, 2021), Happy in Difficult Times (KMO Indonesia, 2021), Kejora Aksara (CV Safana Media Loka, 2021), Goresan Tinta Khatulistiwa (CV. Cahaya Pelangi Media, 2021), Cinta Senandung Rindu (ND Media Publishing, 2021), Coretan Rasa Dalam Kata (Lisa Publisher, 2021), Rangkai Pena Terucap Makna (CV. Cahaya Pelangi Terucap Makna, 2021). Pada tahun 2022: Heart of Hurt (CV Insan Paripurna, 2022), Pena Tanpa Arah (EH Publisher, 2022), Dilema Masa Pandemi Covid-19 (Semesta Aksara, 2022), Perjalanan Alunan Cinta (Hally Publisher, 2022), Rampaian Sajak Aksara (CV. Safana Media Loka, 2022), Sajak yang Tertulis (Cahaya Smith Pratama, 2022), Aksara dalam Tarian Pena (CV. Safana Media Loka, 2022), Senandika (Lit Publisher, 2022), Goresan Tinta Penghubung Rasa (Gapura Biru, 2022), Menjadi Generasi Tangguh (Sekolah Menulis Indonesia, 2022), Self Love is not Selfish (Sekolah Menulis Indonesia, 2022), Lawan Malasmu! ((Sekolah Menulis Indonesia, 2022), Bangkit dari Titik Terendah Jilid 1 (Sekolah Menulis Indonesia, 2022), Baca Ini Kalau Kamu Takut Mencoba Jilid 2 (Sekolah Menulis Indonesia, 2022), Aku Bangga Jadi Penulis Jilid 2 (Sekolah Menulis Indonesia, 2022), Tinta Pengembara Mimpi (CV. Cahaya Pelangi Media, 2022), Menjadi Jomblo Produktif (Sekolah Menulis Indonesia, 2022). Penulis dapat dihubungi melalui: SMS/Telepon/WA : 081360781116 / 081285742397, Facebook : Try Gunawan Zebua, Instagram : Try Gunawan Zebua, Twitter : Try Gunawan Zebua, Email : trygunawan@rocketmail.com. trygunawan529@gmail.com. trygunawanzebua65@gmail.com. trygunawanzebua75@gmail.com. Akun Kompasiana : Try Gunawan Zebua (Trygu) Catatan: Versi upload: Rabu, 03 Mei 2023

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Emosi Negatif Ditingkatkan atau Dilepaskan? Kenapa?

24 April 2023   20:30 Diperbarui: 24 April 2023   20:32 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah emosi negatif ditingkatkan atau dilepaskan? Kenapa?

Oleh: Try Gunawan Zebua

Gunungsitoli, Senin, 24 April 2023


Emosi merupakan bukan suatu hal atau produk yang baru dan sama sekali baru. Sebelum saya menulis ini pun sudah begitu banyak yang telah mengatakannya, menuliskan menjadi sebuah buku dan bahkan melakukan penelitian terkait hal tersebut. Bahkan ada yang menyebutkan emosi tersebut menjadi salah satu jenis kecerdasan, dibandingkan dari sekian banyak jenis kecerdasan seperti kecerdasan matematika, kecerdasan musik, kecerdasan olahraga, dan berbagai kecerdasan yang lain. Kecerdasan yang kaitannya dengan sebuah emosi, disebut sebagai kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional berdasarkan berbagai penelitian, ternyata sangat menentukan kesuksesan atau keberhasilan dari seseorang. Semakin seseorang bisa menguasai, mengendalikan dan mengarahkan suatu emosi, maka kemungkinan, seseorang itu cerdas, lebih baik dan cenderung menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Bahkan jumlah persentasinya lebih dari 50%, menentukan tingkat keberhasilan seseorang, dibandingkan dengan jenis kecerdasan yang lain. 

Bahkan matematika pun, atau dengan kata lain kecerdasan matematika yang dianggap paling menentukan kesuksesan seseorang ternyata tidak juga. Saya tidak mengatakan kecerdasan matematika tidak baik, apalagi kecerdasan yang lainnya, semua penting dan ada bagian yang perlu kita ambil sebenarnya, tapi tidak semua. Malah lebih baik jika semua kecerdasan, paling tidak yang paling penting bagi kita dalam menjalani kehidupan lebih baik, dengan istilah lain adalah menciptakan sebuah keseimbangan.

Dengan seseorang dapat mengetahui seperti apa dan bagaimana emosi itu, dia dapat mengendalikan pada dirinya sendiri jika berlebihan, bahkan dapat mengendalikan jika terlihat dari orang lain. Istilahnya dapat mengenai hati, dari hati dan ke hati.

Suasana atau kondisi yang tadinya agak terlihat panas, sebelum terjadi, dan bahkan hampir agak memanas, dapat dikendalikan dan bahkan dibuat dari kondisi panas menjadi dingin. Situasi apa pun saat rapat, kerja, belajar dan sebagainya itu dapat lebih nyaman, aman, terkendali dan kondusif. Bisa terjadi atau terciptanya sebuah kesepakatan dan mencapai target untuk kepentingan bersama-sama. Semua merasa setuju, kendatipun sebenarnya dari awal tidak setuju sama sekali.

Emosi tersebut ada berbagai jenis dan tergantung dari mana kita melihatnya. Jika, kita melihat dari segi jenis kelamin, maka ada itu emosi laki-laki dan emosi perempuan. Emosi laki-laki adalah emosi yang berasal dan terjadi oleh seorang laki-laki. Emosi perempuan adalah emosi yang berasal dan terjadi oleh seorang perempuan. Diantara laki-laki dan perempuan, jika di lihat sebagai hal berupa marah, maka dikatakan bahwa laki-laki lah yang cenderung menjadi jenis kelamin yang dominan (suka marah). 

Hal tersebut dapat kita lihat, dimana orang yang cenderung lebih bersifat agresif dan emosional adalah seorang laki-laki. Mulai dari yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga katanya, mulai dari orang yang suka mengeluarkan berbagai hewan yang terlepas dari kebun binatang, siswa yang selalu maju di depan dan menjadi pelaku demonstrasi yang ada, dan bahkan juga orang-orang yang cenderung memukul dan membanting-banting sesuatu katanya.

Kalau perempuan katanya terlihat diam, tenang dan bahkan memendam sesuatu katanya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa mereka adalah makhluk yang paling menderita dan di siksa katanya. Itu terlihat dari wanita yang adalah katanya penyabar, penenang, pendamai dan bahkan yang suka mengalah katanya. Apalagi waktu dulu tidak setara laki-laki dan perempuan, sampai bermunculan tokoh-tokoh kesetaraan  perempuan dan laki-laki, kendatipun tidak dapat kita pungkiri dan bisa kita temukan dimana saja bahwasanya ada perempuan yang harusnya feminim menjadi tidak ada bedanya dengan seorang laki-laki.

Tidak segan dan berani memukuli seorang laki-laki yang bahkan terlihat galak, seram dan menakutkan. Selain, dari segi jenis kelamin, sebuah emosi dapat dilihat dari segi tingkatan usia. Dimana jika bayi disebut sebagai emosi bayi, jika remaja disebut sebagai remaja, emosi orangtua disebut sebagai emosi orangtua, hingga kepada generasi di atas sampai kakek dan nenek, dimana disebut sebagai emosi kakek dan emosi nenek, atau bisa juga disebut sebagai emosi lansia.

Bayi jika mewujudkan emosi bisa dalam bentuk menangis, teriak-teriak, dan bahkan bergerak-gerak tidak tenang. Remaja dalam mewujudkan emosinya biasanya dikatakan menggebu-gebu, memanas dan mengerikan. Karena remaja katanya masih dalam tahap perkembangan dan sedang mencari jati dirinya sebenarnya. Suka berpetualangan dan menerima segala jenis tantangan katanya.

Sedangkan orangtua dalam mewujudkan emosinya, apalagi yang dewasa dan mestinya bijaksana, dikatakan akan cenderung diam, menenangkan dan mendinginkan suasana. Sehingga jika orangtua disebut dengan istilah lainnya sebagai seseorang yang dewasa. Dewasa dimana dalam artian sudah punya anak, sudah menikah kendatipun belum punya anak, punya pekerjaan tetap dan bahkan lebih dari 50 tahunan katanya. Jika tidak sesuai dengan itu, maka katanya bukan dewasa atau masih anak-anak dan remaja.

Tapi, pada kenyataannya hal tersebut di lapangan malah terbalik. Malah yang seharusnya katanya orangtua, punya anak dan banyak makan asam garam katanya dalam kehidupan ini dibandingkan yang lain, tapi masih diragukan kedewasaannya. Sehingga jika ada orangtua dan mau kita katakan sebagai orang yang dewasa, kita malah disuruh pikir-pikir dulu. 

Apalagi jika orangtua dikatakan sebagai seseorang yang bijaksana, dimana seharusnya semasa hidupnya sudah mengalami banyak tantangan dan masalah, sehingga seharusnya tahu mana yang baik atau buruk itu, apa keputusan yang terbaik bagi sesama dan menguntungkan bersama. Namun, katanya agak berat mengklaim orangtua adalah seorang yang dewasa dan bijaksana. 

Terkadang ada yang sudah semestinya dewasa, bahkan seharusnya sudah punya cucu, malah tidak ada bedanya dengan bayi dan anak-anak katanya. Gak tahu sih apa benar dan bagaimana itu. Tapi, yang saya dengar tidak tentu seorang yang merupakan orangtua adalah seorang yang dewasa dan bahkan bijaksana. Tergantung katanya, malah ada yang mengatakan bahwa ada anak dan remaja yang bisa dikatakan dewasa dan bijaksana, dibandingkan di atasnya.

Nenek dan kakek dalam mewujudkan emosinya katanya cenderung netral, menenangkan dan menyejukkan situasi. Kendatipun katanya ada yang agak melenceng dari seharusnya. Tapi, pada kenyataan yang saya lihat bisa jadi benar dan di satu sisi bisa jadi salah. Mungkin bisa kita lihat langsung yang terjadi di sekeliling kita, termasuk juga dengan orangtua itu sendiri.

Selain dari segi jenis kelamin dan tingkatan usia, ada juga itu dari segi tingkat pendidikan. Hal tersebut dapat kita lihat dimana katanya jika semakin banyak ilmu seseorang dengan semakin meningkatnya pendidikan yang dia terima, bagaikan sebuah padi yang semakin berisi akan semakin menunduk katanya (filosofi padi). 

Tapi pada kenyataannya ada yang bahkan tingkat pendidikannya belum tentu semua orang bisa dapatkan, malah melenceng dari kebenarannya. Kita tidak usah menyebut dan mengklaim siapapun, yang penting pasti ada karena sebuah teori pun pada kenyataannya saat dipraktekkan akan berbeda. Begitu juga, suatu temuan tertentu di suatu daerah, di suatu waktu, dan di tangan seseorang katanya benar dan berhasil, tetapi di daerah lain, waktu dan di tangan yang lain pasti paling tidak ada saja 1 (satu) dan bahkan beda sekali 100% dengan sebelumnya. Jadi, pada intinya sebenarnya tidak ada yang baku dan kaku, melainkan elastis dan mengalir saja seperti air.

Lalu, selain dari tiga jenis pembagian emosi tersebut, sebuah emosi juga dapat dibedakan jika dilihat dari segi dampak atau manfaat yang ditimbulkannya. 

Emosi tersebut adalah emosi negatif dan positif, dimana emosi negatif adalah emosi yang berdampak buruk dan cenderung untuk di hindari, sedangkan emosi positif adalah emosi yang berdampak baik dan cenderung di inginkan oleh semua orang.

Emosi negatif, yang dikatakan negatif karena buruk dan merusak, misalnya marah, dendam, iri, cemburu, membunuh, mengejek, membuli, tekanan, tuntutan, khawatir, takut, dan lain-lain sebagainya. Dimana seharusnya berdampak buruk dan membahayakan, di satu sisi bisa berdampak baik kelihatannya, tapi sebaiknya seharusnya dihindari. 

Kenapa emosi negatif harus dihindari, sedangkan biarpun dikatakan berdampak buruk dan merusak, bisa menjadi baik atau ada makna positif dibaliknya? Kenapa? Karena jika tidak ada tekanan katanya hidup tidak menggairahkan, tidak ada kekhawatiran katanya tidak ada alarm untuk berhati-hati, bahkan jika sepasang lawan jenis katanya jika tidak cemburu maka tidak normal katanya, dan lain-lain sebagainya, terus kenapa harus dihindari? Misalnya dalam hal tekanan, sebenarnya tekanan itu berbahaya, karena sifatnya yang menekan. Dimana-mana katanya kalau menekan ya tidak akan baik hasilnya ke depan.

Coba kita tekan sebuah balon yang penuh angin dan besar sekali, pasti akan menimbulkan ledakan. Orang yang bahkan tidak tahu saat kita tekan balon tersebut sampai menimbulkan ledakan, akan bisa jadi dan kemungkinan besar mengalami serangan jantung. Bagi kita biasa dan menyenangkan, tetapi bagi oranglain mematikan. 

Apalagi jika tidak dapat dikendalikan dan pada tempat yang tidak tepat. Sedangkan jika kekhawatiran melanda, bisa baik jika diarahkan kepada hanya sekedar sebagai alarm saja. Tapi, jika orang yang bahkan keseringan bisa menimbulkan trauma, apalagi jika tidak dapat diatasi karena dianggap biasa, bisa jadi akan menyebabkan sesuatu yang disebut sebagai gila, atau masuk rumah sakit jiwa, bahkan sampai parahnya bisa berujung pada kegiatan mengkonsumsi narkoba, mabuk dan bahkan sampai meminum racun yang berujung pada yang disebut sebagai meninggal dunia.

Begitu juga kecemburuan yang dikatakan sebagai hal yang wajar, katanya baik karena harus. Itu katanya wajar sebagai bukti katanya cinta dan kesetiaan. Tetapi, apa haruskah cemburu itu? Apa mesti harus cemburu? Tanpa di tes pun seseorang yang begitu cinta, dapat dilihat saat dia ada di waktu bukan hanya senang saja, melainkan di saat sedih sekalipun, itu sebenarnya sudah cukup membuktikannya. Belum lagi di saat yang sebenarnya kita lapar dan tidak memberitahukannya, tetapi tiba-tiba pasangan datang tanpa di duga membawa sejumlah makanan apalagi yang begitu kita sukai, apakah itu juga masih kurang membuktikan. Begitu juga jika yang lain dia berani lawan dan terlihat ganas, tetapi kepada yang ini malah cenderung mengalah dan bisa diatur. Apakah masih kurang?

Dari situ saja masih kurang puas, sampai-sampai harus berkelahi dan membunuh oranglain kah untuk membuktikannya? Terlihat sepertinya orang tersebut tidak tahu arti cinta yang sesungguhnya dari hal-hal yang bahkan bersifat kecil dan baik, malah dianggap masih kurang. Apakah orang tersebut sebenarnya kamu cintai, atau malah sebenarnya tidak, masih kurang puas, atau malah mau mencari oranglain sebenarnya. Masih tidak merasa aman, nyaman dan menyenangkan kah? Itu kayaknya terlihat konyol dan menyedihkan sekali. Tapi, kembali pada penilaian bagi setiap orang yang membacanya. Silahkan bebas berargumen, saya tidak akan melarang. Toh, negara kita adalah negara demokrasi.

Baiklah, masuk kita pada pembahasan selanjutnya, emosi positif yang dikatakan positif karena berdampak baik bagi siapapun. Emosi positif tersebut, misalnya tenang, santai, rileks, ketawa, senyum, bahagia, dan lain-lain sebagainya. Hal tersebut adalah hal yang baik dan menguntungkan dibandingkan dengan emosi negatif. Bahkan banyak kita lihat temuan dan tertulis di Alkitab orang Kristen, dimana hati kita yang senang, gembira, bahagia, dan sebagainya (emosi negatif) adalah sesuatu yang dapat menjadi obat dari berbagai dan bahkan semua jenis penyakit. 

Hati yang gembira adalah obat yang paling manjur katanya. Jadi, jika kita bahagia, senang, tertawa, dan sebagainya (emosi positif), kalaupun kita sakit dan butuh pengobatan, maka itu sebenarnya tidak perlu. Tidak perlu lagi kita ke dokter, psikolog, psikiater, dan bahkan pada seoarng konselor sekalipun.

Asalkan itu benar-benar dan pasti itu adalah kita dalam keadaan senang, bahagia, gembira, dan sebagainya (emosi positif),  bukan sebuah hanya sekedar perkataan atau hal yang dibuat-buat saja. Bahkan bisa jadi kita akan memiliki umur yang panjang, dan bahkan hal sekecil apapun, misalnya nasi yang kita makan hanya satu butir saja dan air yang kita minum hanya satu tetes saja, itu dapat dan mesti kita syukuri, di bandingkan mereka yang di tempat-tempat mewah dan berkelas bintang yang bahkan 100 bintang sekalipun jika ada, dimana belum tentu dia disana karena memang hal yang wajar dan hasil keringatnya sendiri dari usahanya.

Begitu juga biarpun kita sakit dan lalu datang berobat ke dokter, psikiater, psikolog, konselor, atau mungkin ada yang lain, saat mungkin bagian pendaftaran yang cemberut tidak ramah, kayak sedang marah-marah, waktu menunggu berobat yang lama sekali karena harus menunggu antrian, dan bahkan begitu nyampai dengan orang yang katanya memberikan solusi kepada kita, tetapi pengobatannya bagi kita biasa saja, maka bukannya sembuh atau berkurang sedikit, yang ada malah kita emosinya meningkat dan bahkan makin parah penyakit yang kita alami itu. 

Begitu juga yang katanya sekalipun ahli penyembuh dan kesehatan, berpengalaman, bersertifikat dan jam terbang tinggi, bisa jadi dapat membuat kita tidak sembuh. Bisa jadi penyakit kita yang berupa jantung, dengan kita hanya senyum dan tertawa, apalagi dengan meminum air putih biasa, tapi hati kita sangat bersyukur dan bahagia, akan dapat menurunkan sedikit, dan bahkan sampai dapat menyembuhkan dengan biaya yang bahkan gratis.

Hal tersebut saya lihat langsung dari seorang dokter, yang menuliskan sebuah buku, dimana dia menceritakan bahwa dia bisa dikatakan adalah seorang dokter hebat, terbukti punya uang banyak dan dapat membeli apapun yang bahkan bagi kita tidak dapat kita beli, tetapi tetap saja dia dalam hatinya masih merasa kosong dan apapun yang dia dapatkan dan beli masih belum dapat memuaskan dia sama sekali. Tetapi begitu dia bertemu Tuhan Yesus, dia bahkan merasa terkejut, dimana saat ada  yang berobat dan lalu dia bertanya kepada Yesus bagaimana cara mengobati pasiennya tersebut, malah hal aneh terjadi, dimana yang bahkan seharusnya harus masuk meja operasi sekalipun, dia hanya memberikan segelas air putih atau permen saja, malah bisa sembuh.

Padahal ilmu pengetahuannya banyak sekali, tapi dari hal yang kecil dan bahkan tidak terduga dapat menjadi penyembuh bagi yang sakit. Satu penyakit, misalnya penyakit jantung, yang seharusnya mesti dengan cara A, atau mungkin ada B, bisa jadi malah cara C yang tidak kita duga sama sekali. Mungkin bagi kita tidak mungkin, tapi itulah kenyataannya dan memang benar adanya. Bisa jadi kita sakit jantung, karena makanan, katanya, tetapi mungkin saja penyebabnya adalah pikiran, bukan makanan. Karena pikiran yang negatif dan buruk, dapat menyebabkan penyakit jantung yang katanya mungkin karena makanan dan minuman ini dan itu. Buku tersebut bisa kita temukan di berbagai media dan kalau saya sendiri menemukannya di aplikasi tokopedia. Judul buku dokter ajaib dan penulisnya Reginald Cherry, M.D. kalau tidak salah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa emosi negatif seharusnya atau semestinya dilepaskan, karena pada intinya adalah merusak, membahayakan, bahkan sampai bisa terjadi kematian jika parah. Demikian saja, semoga bermanfaat dan menjadi berkat. Ya'ahowu dan Syallom. Tuhan Yesus Memberkati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun