Oleh: Try Gunawan Zebua
Gunungsitoli, 11 November 2021
Kecemasan berasal dari kata dasar cemas, yang diawali dengan imbuhan "Ke-" dan akhiran "--an". Namun, dalam perkembangannya ada pula yang langsung memberikan pengertian kata "kecemasan", entah itu dengan pertimbangan kata dasar cemas, apa yang dirasakan saat mengalami kecemasan, hasil-hasil penelitian atau penemuan terkait kecemasan, dan lain-lain sebagainya. Berbagai sudut pandang dapat digunakan sebagai sumber dalam mendefenisikan atau memberikan pengertian dari kecemasan tersebut. Hal tersebut karena defenisi atau pengertian tersebut dapat dilihat atau dipandang dari berbagai sudut pandang tertentu.
Itu dapat mengakibatkan defenisi atau pengertian dari kecemasan itu beragam, maupun juga dapat mengakibatkan perbedaan pendapat karena perbedaan dari berbagai sudut pandang tersebut.
Dapat dikatakan menurut satu sisi benar, namun menurut sisi lain bisa berbeda, sehingga bisa dikatakan tidak benar atau dalam kata lain adalah salah. Semua itu benar tanpa terkecuali, karena setiap sisi tersebut memiliki perbedaan tertentu. (sekilas tentang pembentukan defenisi atau pengertian tersebut, lebih jelasnya telah penulis tuliskan di sini.
Begitu pula kecemasan tersebut, dimana di satu sisi dapat dilihat dari segi dampak, di sisi lain dari segi manfaat yang ditimbulkan, maupun dari segi sumber kecemasan itu, dan lain-lain sebagainya.
Defenisi dari kecemasan akan dibahas lebih dalam atau detail pada bab 2 pada buku ini, dengan berbagai pendapat dari berbagai ahli yang bersumber dari buku-buku maupun jurnal-jurnal yang menjadi sumber bacaan dalam penulisan buku ini. Pada intinya, kecemasan itu adalah sebuah hal yang berupa perasaan bersalah, takut, khawatir, tidak tentram, dan gelisah.
Hal tersebut dinyatakan oleh Tobias dalam Imro'ah, Winarso, dan Baskoro (2019:24), dimana Tobias mengatakan bahwa kecemasan merupakan perasaan tidak tentram, khawatir, dan gelisah. Sedangkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (https://kbbi.web.id/cemas) cemas adalah tidak tenteram hati (karena khawatir maupun takut) dan gelisah. Kecemasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (https://kbbi.web.id/cemas) adalah perihal cemas dan terlampau cemas.
Dari kedua pendapat tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa defenisi atau pengertian dari kecemasan tersebut adalah kondisi saat tidak tentram dan gelisah. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Rachmad dalam Budi (2019:9), yaitu: kecemasan timbul karena adanya sesuatu yang tidak jelas atau tidak diketahui sehingga muncul perasaan yang tidak tenang, rasa khawatir, atau ketakutan.
Hal tersebut juga dapat kita lihat dari pernyataan-pernyataan orang-orang yang mengandung kata cemas, entah itu: "Sebenarnya saya merasa cemas, apakah saya gagal maupun tidak saat ujian tadi di dalam kelas", pernyataan tersebut berarti bahwa setelah ujian selesai dilakukan di dalam kelas, orang tersebut merasa gelisah atau khawatir akan hasilnya, dimana apakah dia berhasil atau malah gagal dalam ujian tersebut.
Gelisah atau khawatir terhadap hasil yang akan diperoleh setelah melakukan atau mengikuti ujian tersebut. Selain itu, dapat juga kita lihat dari pernyataan: "Saya cemas apakah mobil saya akan rusak atau mengalami kecelakaan kalau saya terus mengemudi setelah mengkonsumsi minuman keras ini, apakah lebih baik saya istirahat saja ya?".
Hal tersebut berarti bahwa orang tersebut sedang khawatir atau gelisah akan apa yang terjadi padanya setelah dia mengkonsumsi minuman keras, dimana dia merasa khawatir atau gelisah saat mengemudi nanti (jika dipaksakan), mobilnya akan rusak atau dia akan mengalami kecelakaan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan itu adalah saat kita mengalami kekhawatiran maupun kegelisahan.
Setiap orang pasti mengalami yang namanya khawatir atau gelisah karena suatu hal tertentu. Entah itu mereka yang khawatir atau gelisah karena pindah rumah, dimana harus beradaptasi lagi dengan kondisi lingkungan yang baru, maupun yang khawatir atau gelisah karena tidak mengerti materi berikutnya, dimana orang tersebut tidak memahami materi sebelumnya yang telah diajarkan oleh guru, atau khawatir dan gelisah yang dikatakan di atas (sebelumnya), dan lain-lain sebagainya.
Hal tersebut dinyatakan oleh Didik Irwanto (Alumni Sekolah Menulis Artikel Angkatan 4, 2021:59) dalam buku Antologi berjudul Healthy Mind, Happy Life, dimana Didik Irwanto mengatakan bahwa setiap orang merasa cemas ketika hendak menghadapi atau sedang berada dalam situasi yang dirasakan mengancam atau menakutkan, misalnya pindah sekolah, memulai pekerjaan baru, akan menjalani operasi, memiliki teman atau anggota keluarga yang terkena musibah, atau menunggu istri yang akan melahirkan.
Sehingga kecemasan tersebut dialami oleh siapapun tanpa terkecuali, saat dimana pun dan kapan pun, tanpa memandang atau memperhatikan perbedaan dari segi usia, jenis kelamin, suku, bahasa, dan berbagai perbedaan yang lain antara suatu individu dengan individu yang lainnya. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Imro'ah, Winarso dan Baskoro (2019:24), yaitu: kecemasan merupakan gangguan psikologi yang bersifat wajar dan dapat timbul kapan dan dimanapun. Selanjutnya, Didik Irwanto (Alumni Sekolah Menulis Artikel Angkatan 4, 2021:59) dalam buku Antologi berjudul Healthy Mind, Happy Life mengatakan bahwa kecemasan atau anxiety adalah respon alami tubuh terhadap stres.
Itu berarti bahwa kecemasan tersebut wajar dialami oleh seseorang karena kecemasan tersebut adalah respon terhadap stres, entah itu stres dalam hubungan dengan tekanan atau tuntutan, dimana stres adalah tekanan atau tuntutan. Hal tersebut berarti bahwa saat ada tekanan maupun tuntutan (stres), orang akan merespon dan respon tersebut merupakan kecemasan.
Lantas, siapakah yang mengalami kecemasan tersebut dan apakah semua orang pernah mengalami kecemasan itu?
Jawabannya adalah: siapa saja bisa mengalami kecemasan itu dan semua orang pasti pernah mengalami kecemasan tersebut.
Hal tersebut dinyatakan oleh Imro'ah, Winarso dan Baskoro (2019:24), yaitu: setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan dengan tingkat yang berbeda-beda. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Budi (2019:4), yaitu: kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh seseorang yang masih dalam masa perkembangan kepribadian (personality development).
Selanjutnya Menurut Hawari dalam Budi (2019:4) mengatakan bahwa: hal ini dialami sejak usia bayi hingga usia 18 tahun (remaja) dan tergantung dari pendidikan orangtua di rumah, pendidikan di sekolah, pengaruh lingkungan pergaulan sosialnya, serta pengalaman-pengalaman dalam kehidupannya. Dari pendapat Hawari tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan terjadi sejak usia bayi.
Pernyataan Hawari tersebut bertentangan dengan Pearce (2000:1), dimana Pearce mengatakan bahwa: penyebab yang paling sering dari tangisan seorang bayi adalah keadaan fisik tidak nyaman, seperti lapar, sakit perut, ngompol, popok yang kotor, dsb. Sebagian bayi menangis hanya karena merasa bosan dan tak seorang pun melakukan sesuatu yang menyenangkan mereka (Pearce, 2000:1). Selanjutnya Pearce (2000:1) mengatakan bahwa bayi tentu saja akan menangis bila terkejut karena suara yang keras atau kesakitan, tapi hal ini tidak disebabkan karena perasaan yang cemas atau takut -- "respon terkejut" itu lebih erat berkaitan dengan gerakan reflek secara otomatis.
Sehingga dari pendapat Pearce tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa kecemasan tersebut tidak dialami sejak bayi seperti yang telah dikatakan oleh Hawari di atas, namun apa yang dialami oleh bayi tersebut lebih kepada keadaan fisik tidak nyaman, bosan, tidak seorang pun melakukan sesuatu yang menyenangkan bayi tersebut, maupun respon terkejut.
Apa yang telah dikatakan oleh Hawari dan Pearce harus dilakukan penelitian atau pengamatan yang lebih dalam. Namun disini menurut pendapat penulis, kecemasan tersebut dapat dialami oleh siapapun tanpa terkecuali. Respon terkejut seperti yang dikatakan oleh Pearce bisa dikatakan benar juga. Namun disisi lain bisa jadi seorang bayi mengalami kecemasan karena orangtuanya tidak ada sehingga bayi tersebut merasa sedih, dimana terkadang ada bayi jika ditinggalkan oleh orangtuanya atau digendong oleh oranglain akan merasa takut atau khawatir.
Entah itu dengan berteriak-teriak maupun dengan cara menangis. Apalagi jika ada yang mendatangi bayi tersebut dengan muka yang menyeramkan atau dengan sengaja menakut-nakuti bayi tersebut. Hal tersebut karena bayi merasa diri paling lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa (hanya tahu menangis saja, sebagai wujud ekspresi terhadap apa yang dialaminya).
Selain itu, dari pendapat Didik Irwanto di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa bayi mengalami kecemasan, dimana kecemasan tersebut berupa respon terhadap stres (tekanan atau tuntutan). Tekanan atau tuntutan yang dialami oleh bayi entah itu karena bayi kelaparan sehingga membutuhkan makanan, kotoran yang keluar saat sedang memakai popok, dan lain-lain sebagainya, dimana hal tersebut adalah tekanan atau tuntutan terhadap bayi tersebut. Pendapat Pearce di atas ada mengandung kata "penyebab yang paling sering".
Itu berarti bahwa faktor-faktor yang dikatakan oleh Pearce adalah suatu faktor yang paling sering atau dengan kata lain, faktor yang banyak terjadi dari pengamatan si Pearce. Selain itu, Pearce mengatakan bahwa "sebagian bayi", dimana itu berarti bahwa tidak semua bayi menangis karena merasa bosan dan tak seorangpun yang melakukan hal yang dapat menyenangkan bayi tersebut. Itu berarti bahwa ada kemungkinan bayi mengalami cemas dalam kegiatan sehari-harinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H