Mohon tunggu...
Irma Mandaka
Irma Mandaka Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Emak-emak yang masih belajar menulis dan membaca

simple

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buruk Wacana, Poligami Dicela

15 Oktober 2021   13:08 Diperbarui: 15 Oktober 2021   13:39 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Merupakan takdir pula, bahwa saya sempat selama sebulan focus memperhatikan, menyimak, dan mengedit rekaman pengajiannya di channel Youtube. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi tugas mengisi konten program di sebuah radio dakwah pada waktu itu.

Jika suami memilih untuk berpoligami, tentu ikhlas pula untuk melakukannya. Baik diketahui atau tanpa sepengatahuan istri. Baik dengan meminta keridhaan istri ataupun tidak. Untuk seorang istri yang dipoligami, maka itu memang menjadi takdir. Ikhlas ataupun tidak. Sirah Nabawiyah mencatat, Istri-istri Nabi SAW pun tak  serta merta ikhlas dan ridha dipoligami dan tetap memiliki rasa cemburu. 

Ada yang mengekspresikan kecemburuan tersebut dalam bentuk kemarahan. Tentu kemarahan itu tak seperti kemarahan perempuan biasa yang dimadu. Dan tak bisa pula dikatakan, kemarahan istri Nabi SAW itu karena ketiadaan ikhlas.

Salim A. Fillah dalam bukunya "Jalan Cinta Para Pejuang",  berkisah tentang nasihat seorang suami kepada seorang lelaki yang ingin berpoligami. Inti dari nasihat itu adalah bahwa poligami memang ibadah mulia dan jalan menuju syurga buat seorang istri. Tapi ia adalah jalan yang berat, menyakitkan dan sulit. 

Bagaimana mungkin seorang suami yang benar-benar mencintai istrinya akan tega memberi jalan ke surga yang demikian sulit dan menyakitkan untuk istri yang dicintainya itu? Sementara masih begitu banyak jalan lain ke surga yang lebih mudah untuk ditempuh bersama.

"Memang tidak ada poligami yang sempurna." Ujar da'i yang mampu menulis risalah dakwah dengan bahasa yang renyah ini. Ia menekankan pentingnya empati dalam persoalan ini. "Ungkapkan rasa syukur dan terima kasih atas pengorbanan istri selama ini. Berikan hadiah tanda cinta. 

Berikan akhlak yang baik. Insya Allah bisa meluluhkan hingga istri bisa menerima. Tidak hanya penerimaan secara legal formal, namun menerima dengan ridha."

Ia kemudian mengutip hikmah yang mengatakan "Al waqtu juz'un minal 'ilaj." Waktu adalah bagian dari kesembuhan dan terapi dari apa-apa yang ada di dalam perasaan. 

Tak perlu menuduh, memaksa, menuntut, apalagi sampai menyalahkan serta mengancam dengan atribut durhaka dan sebagainya kepada para istri yang belum mampu seketika ridha ketika mereka dipoligami.

Sejatinya, poligami sebagai syari'at Allah yang Maha Mengatur, pasti baik. Pembahasan poligami tak perlu menimbulkan kemarahan atau kegaduhan. Pembahasan poligami juga bukan ajang untuk saling menyalahkan. 

Tak ada yang salah dengan poligami.  Wajah buruk bisa menjadi kedok poligami, ketika dikaji dan diamalkan dengan menggunakan dasar opini yang terkontaminasi syahwat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun