Mohon tunggu...
Tyan Raka Pratyastama
Tyan Raka Pratyastama Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa yang sedang berusaha berdikari

Masih belajar meriset dan menuangkan opini

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

TikTok sebagai Budaya Populer

30 Juni 2020   10:47 Diperbarui: 8 April 2021   10:16 2431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan layaknya artis biasanya ada event meet & greet yang diadakan oleh artis tiktok tersebut. Dan tiktok ini menjadi budaya populer sekarang karena memang peminatnya di Indonesia sendiri banyak. Bahkan dimana yang sebelumnya wanita berjilbab identik dengan menutup diri pada era sekarang banyak hijaber yang bermain tiktok.

Tiktok yang merupakan budaya kapitalisme yang dapat dinikmati oleh semua orang. Dimana lewat challenge-challenge dan fitur yang ditawarkan membuat penggunanya juga semakin banyak. Dan hal ini menjadikan keuntungan bagi prmbuatnya.Hal ini bisa menjadi budaya populer karena khalayak massa melihat apa yang dilakukan orang di tiktok tersebut melalui media sosial hal ini lalu membentuk rasa kagum pada seseorang tersebut.

Dan hal ini memotivasinya untuk melakukan challenge tersebut dan hal itu berlanjut terus hingga akhirnya nanti menemukan challenge-challenge baru. Karena memang budaya kapitalisme kitadiajak terus dan terus menikmati apa yang ada di tiktok dan fitur yang ada. 

Tiktok yang merupakan sarana untuk melihat cewek-cewek cantik ataupun cowok-cowok ganteng membuat peminatnya pun semakin menjadi-jadi. Tiktok yang merupakan budaya populer yang menjadi konsumsi massa sekarang membuat tiktok dijadikan ajang untuk panjat sosial. Hal ini di karenakan memang tujuan pengguna tersebut mencari sensasi yang kemudian dijual ke publik melalui media sosialnya sehingga dia mendapatkan follower banyak. 

Dan biasanya sensasi yang dijual dan disuguhkan kepada publik adalah hal-hal yang sedikit mengandung unsur pornografi didalamnya dan biasanya pelakunya adalah perempuan. Dimana biasanya perempuan-perempuan tersebut menggunakan kemolekan tubuhnya untuk mencari perhatian dari laki-laki, hal ini bertujuan mencari follower bagi yang melihat videonya. Sehingga jika followernya banyak akan mendapatkan endorsement dari suatu produk yang kemudian dia mendapat fee dari endorsement tersebut. Hal itu juga semakin banyak di tiru. Sehingga hal ini menjadi konsumsi public yang kemudian dapat dikomoditaskan.

Baca Juga: "TikTok Do Your Magic", Apakah Benar TikTok Memberi Keajaiban?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun