Mulai dari tempat kerja idaman para gen Z yang tech savvy, tumbuhnya perdagangan online, adanya barang-barang aneh yang dijual, tap egg yang katanya bisa dapat Pajero bahkan dari 2019 sampai sekarang penulis kaga pernah dapet (et dah buset), sampai berkumpulnya juga para penimbun masker masa pandemi kemarin, semuanya ada disono dan #MulaiAjaDulu. Tapi, eh tapi ada satu fitur yang penulisngnya tidak disediakan oleh Tokopedia dan Kenawhy ?
Adalah Marketplace Jasa dan Produk Digital, penulis yakin bahwa squad Tokopedia, Shopee, Lazada, Blibli dan kawan-kawan bukanlah kaleng-kaleng, dari pernak pernik Developer (DevOps, WebDev, Mobile Dev, Backend Dev, Fullstack Dev), Red-Blue Team, Researcher, sampai di posisi yang nggak terlalu relate dengan jenis industri utamanya, semuanya di pilih ketat.
Which is, bisa jadi, beliau-beliau ini sedang berencana dan mengerjakan satu feature khusus untuk marketplace Jasa dan produk digital, meskipun disana bisa menjual produk seperti source code, theme, hasil design atau jasa ilustrasi, tapi tidak tersistem seperti codecanyon yang mana soal hak cipta bisa terjamin atau freelancer, dengan harga yang lebih manusiawi,setidaknya untuk kurs orang Indonesia.
Atau mungkin fitur yang lebih hebat dari itu, who knows ya, secara ini riset sederhana penulis tentang kebutuhan wadah dari para pekerja dan penjual produk digital (gak termasuk konten syur jamaahnya Siska E nya tiga loh, ini gak perlu ada di Tokped), ibaratnya ini riset 1 orang dibanding beliau-beliau di Tokped yang lebih lebih dari 1 orang.
Karena kita tahu, produk digital seperti ebook atau source code di Tokopedia tidak bisa dijual dengan mudah, yang jelas harus mengirimkan produk fisik sebagai cariernya, yang artinya untuk produk digital harus dikemas di DVD terlebih dulu sebagai media penyimpanan paling murah, lalu bisa dikirim dan diterima pembeli dalam wujudnya, lalu uangnya cair.
Selain itu memang dari Tokopedia juga menyediakan cara berjualan untuk jasa pengerjaan part time berupa digital, tapi tidak kompatibel dengan service tipikal, contoh misal saat mengaktifkan indent, tidak bisa lebih dari 90 hari, atau contoh pekerjaan digital umumnya adalah tidak bisa mencairkan pembayaran DP untuk pekerjaan tahap awalnya.
Penindasan marketplace jasa
Terus terang sebagai yang pernah menjadi user projects.co.id, meskipun tidak pernah dapat project sama sekali karena harga yang penulis pasang selalu tidak masuk bagi mereka-mereka para pemilik proyek dengan budget Honda Supra tapi requirement Toyota Supra, ditambah lagi melihat biding yang dibuat oleh para pemilik pekerjaan, sangat mengganggu penulis, bagaimana tidak, seperti pembuatan android Apps yang berkaitan dengan API, backend termasuk data train+data test untuk machine learning, yang notabene membutuhkan 4 bahasa pemrograman berbeda, seperti :
Node+Vue+Python+Javascript native (maybe juga GO), bisa-bisanya dihargai 5 juta rupiah, GENDENG!
Memang, disana dibuatkan minimal harga, yaitu 50ribu rupiah, yang malah menurut penulis harga minimum juga terlalu mahal, misal untuk penulisan artikel sebanyak 350 char saja, malah harga pasarannya, cukup di range 30 - 40ribu rupiah, jika penyebabnya adalah harga bottom yang ditetapkan 50ribu adalah supaya mudah pencairan dananya, itu keterlaluan.
Begitupun layanan penjualan produk digital yang di provide di platform projects.co.id, menurut penulis UX tidak menarik dan kurang ditonjolkan, serta algoritma pencarian untuk mereka yang membutuhkan produk ini tidak terpromote dengan baik, apakah startup tersebut dibangun secara bootstraping atau dibantu jasa angel investor melalui relasi.
Ataukah bantuan akselerator ataupun crunchbase itu jelas urusan dapur mereka pribadi yang berkaitan operasional dan promosinya, namun yang penulis garis bawahi adalah, sangat membutuhkan effort besar untuk pengguna disana bisa mendapat pekerjaan dan bisa win win solution, yang memang kelihatan sekali, bahwa projects.co.id membutuhkan promosi dan pengembangan produk yang lebih lagi.