Bulan Ramadhan ini adalah saat yang tepat untuk mentadaburi banyak hal. Selain itu, mempelajari sejarah Islam juga menarik untuk dilakukan. Banyak pelajaran dan pengajaran dari hal tersebut.Â
Salah satunya adalah tentang perang Badar yaitu perang besar pertama bagi umat Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke 2 Hijriah (624 Masehi). Badar adalah sebuah oase Padang pasir yang terletak di rute perjalanan dagang dari Suriah ke Makkah.Â
Peperangan tentu memerlukan tenaga dan upaya yang sangat besar dan berat. Apalagi di bulan Ramadhan ketika umat Islam sedang menjalani puasa. Hal ini yang selalu menjadi penyemangat umat Islam, bahwa bulan puasa itu tidak berarti harus bermalas-malasan. Kerja keras tetap harus dilakukan.Â
Dengan strategi yang sangat baik, perang tersebut dimenangkan oleh pasukan Muslim. Padahal jumlah pasukan Muslim sangat sedikit. Hanya sepertiga dari jumlah tentara kaum Quraisy. Tapi karena semangat dan taktik yang jitu, akhirnya pasukan Muslim bisa memperoleh kemenangan secara gemilang.Â
Peperangan merupakan hal yang banyak terjadi di masa lalu. Bahkan ada kesan bahwa penyebaran agama Islam itu menggunakan pedang dan darah. Padahal banyak sekali peperangan terjadi di seluruh dunia. Jadi pada masa itu, peperangan merupakan solusi dari penyelesaian masalah.Â
Ada yang menarik pada saat pasukan Muslim menerangkan perang Badar dan beberapa perang lainnya. Pasukan Muslim di bawah pimpinan Rasulullah SAW memiliki adab dan etika berperang. Adab dan etika itu adalah: jangan membunuh orang tua, wanita, anak kecil. Tidak boleh melalukan mutilasi dan apabila akan membunuh tidak boleh menganiaya. Serta adab lainnya yang masih banyak disampaikan.Â
Yang lebih menarik lagi adalah bagaimana tentara Muslim memperlakukan tawanan. Ada kisah Aziz bin Umar yang mengungkapkan bahwa dia ditawan oleh tentara Muslim dan ditawari roti dan kurma yang paling enak. Padahal tentara itu sendiri makan roti dan kurma yang biasa saja.Â
Ada nilai luhur yang bisa diambil dari kisah ini. Bahwa sejatinya peperangan yang ada bukan untuk melakukan pembinasaan bahkan genosida. Kalau memang ditegakkan atas dasar semangat pembinasaan, pasti tidak ada tawanan. Bahkan tawanan tidak akan diperlakukan dengan baik. Tidak ada pengecualian bagi istri dan anak-anak. Semua akan dibumi hanguskan.Â
Peperangan berdasarkan adab dan etika Islam, bukan dalam rangka pembinasaan, tetapi dilakukan untuk merebut pengaruh dan sikap penundukan diri. Bahkan diberikan contoh sikap dan teladan yang baik kepada para musuh yang dijadikan tawanan. Tawanan yang sudah menundukkan diri pun tidak dipaksa untuk berpindah keyakinan. Tetap mereka dapat memeluk keyakinan masing-masing.Â
Begitu luhur nya nilai perjuangan Islam. Dan jauh sekali dari kesan darah dan angkara murka.Â
Penerapan prinsip ini dalam ilmu manajemen juga sangat relevan. Bahwa dalam reformasi organisasi "hard approach" tentu bisa dilakukan. Tapi tentu tidak dengan cara pemaksaan dan semangat bumi hangus (compulsary surrender). Misi utama untuk bisa memperoleh dukungan adalah adanya penundukan (voluntary surrender).Â
Dengan penundukan maka akan diperoleh loyalitas dan semangat untuk tetap berkembang bersama. Semangat pembumi hangusan akan bersifat kontra produktif. Bahkan seperti halnya di peperangan, akan ada dendam dan pembalasan. An eye for an eye.
Sikap penundukan ini akan lebih lengkap apabila ditambah dengan adanya seorang figur pemimpin yang berkharisma. Pemimpin yang bukan hanya mengandalkan kekuasaan, tetapi bisa merangkul dan berwibawa.Â
Marilah kita senantiasa belajar dan menarik nilai-nilai luhur dari yang telah dicontohkan oleh para pendahulu kita. Semua demi kebaikan kehidupan kita ke depan. Jangan mengulangi kesalahan yang telah dilakukan pendahulu kita. Kita perlu selalu menuju ke arah yang lebih baik. (Try)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H