Mohon tunggu...
TRIYANTO
TRIYANTO Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa_Universitas Mercubuana

NIM: 55522120004 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 14_Arete:Sistesis Aposteriori untuk Audit Pajak Usaha Pertambangan_Immanuel Kant

4 Juli 2024   22:51 Diperbarui: 4 Juli 2024   23:07 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Capture by Indrawati dan Franky Butar Butar

Arete di Yunani kuno disebut juga sebagai menyempurnakan sesuatu, menjadikannya sebagaimana yang mestinya. Arete dapat diartikan juga sebagai sesuatu yang membuat hal-hal secara umum menjadi apa yang ada pada dasarnya seharusnya, serta memperoleh suatu kesempurnaan yang menjadi milik mereka.


Arete juga mempunyai makna dan istilah lain yaitu "keunggulan (ugahari)", dikarenakan arete pada dasarnya merupakan dimana keunggulan sesuatu berada, yang membuatnya sangat baik. Namun, dalam berbagai keadaan dan berdasarkan sejarah arete secara teratur dapat diterjemahkan dengan istilah suatu "kebajikan".

Sintesis Aposteriori oleh Immanuel Kant

Kant dalam sebuah Kritik der Reinen Vernunft, telah membedakan adanya tiga macam putusan. Dimana untuk merumuskan tiga macam putusan tersebut, Kant telah membedakan dua macam putusan diantaranya putusan analitis apriori dan putusan sintesis aposteriori. Dalam analitis putusan sintesis yang bersifat aposteriori merupakan analisis yang didasarkan pada suatu data empiris yang diperoleh atau didapat setelah suatu peristiwa terjadi. atau pengetahuan aposteriori adalah suatu pengetahuan yang terjadi karena adanya sebuah pengalaman. Dengan demikian, pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan yang objektif. 

Apa saja Tingkatan-Tingkatan Pengetahuan Manusia

Menurut Immanuel Kant, terdapat tiga tingkatan dalam proses pengetahuan manusia diantaranya,

1. Tingkat Inderawi (sinneswahrehmung)

Tingkat Pengetahuan inderawi menurut Kant merupakan sebuah sintesis dari unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur yang ada sebelum pengalaman, yakni unsur unsur aposteriori.

2. Tingkat Rasio (verstand)

Dalam tingkatan pengetahuan ini bersama dengan pengamatan inderawi, bekerjalah tingkat rasio (verstand) secara spontan. Tugas rasio disini adalah untuk menyusun serta menghubungkan sebuah data data inderawi, sehingga menghasilkan suatu putusan-putusan.

3. Tingkat Akal-Budi atau Intelek (vernunft)

Dalam tingkat pengertahuan ini yang dimaksud Kant dengan budi atau intelek (vernunft) adalah suatu daya pencipta pengertian-pengertian murni atau sebuah pengertian-pengertian yang mutlak perlu, dimana pengertian itu tidak diperoleh dari suatu pengalaman melainkan dari mengatasi pengalaman itu sendiri.

Sumber gambar: www.tempo.com
Sumber gambar: www.tempo.com

Sintesis Aposteriori untuk Audit Pajak Usaha Pertambangan

Dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia (KNRI) telah menyatakan bahwa segala kekayaan alam di laut dan di darat yang terdapat di dalam suatu wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) dikuasai oleh negara dan dapat dipergunakan untuk kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia adalah banyaknya dan melimpahnya sumber tambang baik berupa mineral logam dan bukan logam, batu bara dan minyak/gas bumi. Pengaturan mengenai pertambangan sudah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 1967 dimana pada saat itu, rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto baru saja dimulai.

Usaha sektor pertambangan dimana sebagai salah satu primadona dari suatu sumber penerimaan negara juga telah memainkan peran yang penting dalam proses pembangunan ekonomi nasional. Yang mana kendati Indonesia mengalami insiden krisis ekonomi dan keuangan yang bisa dikatakan cukup parah, namun industri pertambangan tetap dapat berkontribusi dan menyumbangkan pendapatan yang berarti bagi negara indonesia. Termasuk pendapatan pajak yang akan timbul dari sebuah usaha yang dibangun dari usaha sektor pertambangan.

Bagaimana peran dan kewajiban pemerintah dalam menerbitkan Izin Usaha Pertambangan?

Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, legalitas pengusahaan hanya ada dalam satu bentuk, yaitu izin (vergunning). Hal ini berarti pemerintah yang berwenang menerbitkan keputusan (beschikking) kepada pemohon izin. Pada dasarnya sektor pertambangan meliputi sektor pertambangan umum dan sektor pertambangan minyak dan gas bumi. Sektor Pertambangan umum adalah suatu usaha pertambangan bahan galian diluar minyak dan gas bumi. Contoh yang lazim sering kita dapati adalah pertambangan batubara. Selain batubara, pertambangan umum juga meliputi mineral yang dapat berupa senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk sebuah bebatuan, baik itu dalam bentuk lepas maupun padu. Menurut Nandang Sudrajat, dalam sebuah bukunya yang berjudul “Teori Dan Praktik Pertambangan Di Indonesia Menurut Hukum”, disebutkan ada 4 (empat) jenis pertambangan mineral di Indonesia, dintaranya:

1. Pertambangan mineral radio aktif.

2. Pertambangan mineral logam.

3. Pertambangan mineral bukan logam.

4. Pertambangan batuan.

Untuk menetapkan suatu wilayah dapat dilakukan usaha pertambangan pemerintah pusat memiliki wewenang untuk menetapkan suatu lokasi termasuk dalam Wilayah Pertambangan (WP). WP ditetapkan oleh pemerintah pusat dengan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah daerah dimana lokasi Wilayah Pertambangan berada dan juga berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Wilayah Pertambangan yang mana bagian dari tata ruang nasional merupakan suatu landasan penetapan bagi kegiatan pertambangan. Wilayah Pertambangan tersebut terdiri atas:

1. Wilayah Usaha Pertambangan yaitu sebuah bagian dari Wilayah Pertambangan yang telah memiliki ketersediaan suatu data, potensi dan/atau sebuah informasi geologi;

2. Wilayah Pertambangan Rakyat, yaitu sebuah bagian dari Wilayah Pertambangan tempat dilakukannya usaha atau aktivitas pertambangan rakyat; dan

3. Wilayah Pencadangan Negara, merupakan sebuah bagian dari Wilayah Pertambangan yang dicadangkan untuk suatu kepentingan strategis nasional.

Apa saja Jenis Pajak pada Sektor Pertambangan

Pada dasarnya dalam pemungutan pajak yang telah dilakukan oleh negara maka akan mengurangi “kenikmatan”atau kekayaan suatu individu yang manfaat dari suatu pungutan tersebut tidak bisa dirasakan langsung dan sifatnya adalah memaksa. Oleh karena itu, maka untuk menjamin suatu kepastian hukum dan menghormati adanya hak asasi individu maka kebijakan dan ketentuan mengenai pajak tersebut harus dituangkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Yang mana ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak tersebut adalah

1. Pajak atas peralihan kekayaan dari orang pribadi atau badan ke pemerintah.

2. Pajak yang dipungut berdasarkan atau dengan suatu kekuatan undang-undang serta dalam aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

3. Dalam melakukan pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan dengan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang telah diberikan oleh pemerintah.

Ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 23 A Undang-undang Dasar 1945 amandemen keempat yang dinyatakan sebagai berikut:

Berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan tersebut negara melakukan sejumlah pemungutan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

a. Pajak Penghasilan (PPh)

  • Pajak Penghasilan Pasal 21 ( PPh Pasal 21 )
  • Pajak tersebut untuk pegawai tetap, pegawai tidak tetap, orang pribadi dan bukan pegawai atas upah yang mereka terima.
  • Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23/26)
  • Dalam kehiatan tahapan proses yang dimulai dari Penyelidikan umum, Eksplorasi, Studi
  • kelayakan, Pertambangan/eksploitasi, Reklamasi,
  • PPN
  • Dalam kehiatan tahapan proses yang dimulai dari Penyelidikan umum, Eksplorasi, Studi kelayakan, Pertambangan/eksploitasi, Reklamasi,
  • PPh Pasal 4 Ayat 2 atas jasa konstruksi
  • Dalam kehiatan tahapan proses yang dimulai dari Penyelidikan umum, Eksplorasi, Studi kelayakan, Pertambangan/eksploitasi, Reklamasi,

b. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB dikenakan atas tanah dan bangunan yang digunakan dalam kegiatan eksplorasi dan produksi migas . Tarif dan penilaian PBB ditentukan oleh pemerintah daerah

c. Pajak Daerah

Termasuk pajak kendaraan bermotor , pajak penerangan jalan , dan retribusi lainnya yang dikenakan oleh pemerintah daerah tempat operasi migas dilakukan

d. Pajak pada Kegiatan Hilir Migas

Kegiatan hilir seperti pengolahan , transportasi , penyimpanan , dan perdagangan migas dikenakan pajak yang berbeda dari kegiatan hulu . Pajak penjualan bahan bakar minyak (BBM) dan gas, termasuk PPN dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), adalah salah satu sumber pendapatan pajak dari sektor hilir migas.

Sektor usaha pertambangan akan menjadi objek pajak yang cukup signifikan terhadap Pajak Penghasilan, PBB, BPHTB, dan Pajak Daerah sebagaimana yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Praktek dan Pengawasan dalam Sektor Usaha Pertambangan Migas

Praktek dan pengawasan dalam sektor usaha pertambangan migas sangat penting untuk memastikan kepatuhan perpajakan, transparansi, dan optimalisasi penerimaan negara. Pengawasan ini dilakukan oleh beberapa lembaga pemerintah dengan berbagai mekanisme yang dirancang untuk memastikan bahwa semua ketentuan perpajakan dipatuhi oleh perusahaanperusahaan migas yang beroperasi di Indonesia.

Bagiamana Kontribusi dan Perpajakan Sektor Pertambangan

Kementerian keuangan mencatat, sektor-sektor pertambangan (termasuk migas) memiliki kontribusi sebesar 11,1 persen terhadap penerimaan pajak pada kuartal I-2023.

  • Sejak dilakukan revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan pada tahun 2008 (UU PPh), terdapat beberapa pelimpahan kewenangan yang jelas untuk menyusun peraturan pemerintah tersebut  terkait aspek perpajakan di bidang minyak bumi dan gas (migas), mineral, dan batu bara.
  • Pengusahaan dalam sektor pertambangan migas di Indonesia dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah yaitu Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan suatu pengusaha sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam kerangka production sharing contract (PSC).
  • Beleid yang terbit pertama kali adalah sebuah ketentuan pajak penghasilan untuk kegiatan dalam usaha hulu migas, yaitu suatu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan atau biasa kita disebut dengan PP PSC cost recovery. Ketika pemerintah telah memperkenalkan rezim PSC gross split, maka diterbitkanlah PP Nomor 53 Tahun 2017

Kerjasama DJP dan SKK Migas Serta Pertukaran Informasi dan Data

• Fungsi DJP: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bertanggung jawab atas administrasi dan pengawasan perpajakan di Indonesia. DJP mengelola penerimaan pajak, mengawasi kepatuhan wajib pajak, dan melakukan penegakan hukum terkait pajak (Government of Indonesia, 2001).

• Fungsi SKK Migas: Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) adalah badan pemerintah yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pengendalian kegiatan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia (SKK Migas, 2022).

• Kolaborasi: DJP dan SKK Migas bekerja sama untuk memastikan bahwa perusahaan migas mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Kerjasama ini mencakup pertukaran data, koordinasi dalam audit pajak, serta pengawasan terhadap penerimaan negara dari sektor migas.

• DJP dan SKK Migas berbagi informasi terkait kegiatan operasional, keuangan, dan perpajakan perusahaan migas. Data ini mencakup laporan produksi, penjualan, biaya operasional, serta pembayaran pajak dan royalti.

• Pertukaran data ini membantu DJP dalam melakukan analisis risiko dan menentukan perusahaan-perusahaan yang perlu diaudit lebih lanjut

Audit Pajak dalam Sektor Usaha Pertambangan Migas di Indonesia

Audit pajak dalam sektor usaha pertambangan migas merupakan proses yang penting untuk memastikan bahwa perusahaanperusahaan yang beroperasi di sektor ini memenuhi kewajiban perpajakan mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses audit pajak yang efektif dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, mengidentifikasi potensi penghindaran pajak, dan memastikan bahwa negara menerima penerimaan pajak yang seharusnya.

Tujuan Audit Sektor Migas

1. Memastikan Kepatuhan: Memastikan bahwa perusahaan migas membayar pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

2. Mengidentifikasi Ketidaksesuaian: Mengidentifikasi ketidaksesuaian atau pelanggaran dalam pelaporan pajak.

3. Mengurangi Penghindaran Pajak: Mengurangi praktik penghindaran pajak melalui pemeriksaan yang cermat dan mendetail.

4. Optimalisasi Penerimaan Negara: Memastikan bahwa negara menerima penerimaan pajak yang optimal dari sektor migas.

Audit pajak dalam sektor usaha pertambangan migas merupakan proses yang kompleks namun sangat penting untuk memastikan kepatuhan perpajakan dan optimalisasi penerimaan negara. Proses ini melibatkan persiapan yang matang, pemeriksaan yang cermat, dan penilaian yang objektif. Kerjasama antara DJP dan SKK Migas serta penggunaan teknologi informasi yang canggih dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi audit pajak. Selain itu, pengembangan kapasitas petugas pajak dan pengawas migas menjadi kunci untuk menghadapi tantangan yang ada dalam audit pajak sektor migas.

Sumber : Capture by Indrawati dan Franky Butar Butar
Sumber : Capture by Indrawati dan Franky Butar Butar

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLM) Golongan C

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) merupakan suatu jenis pajak daerah yang telah dipungut terhadap aktivitas atau kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik itu MBLB yang diambil dari suatu sumber alam di dalam dan/atau di permukaan bumi untuk dimanfaatkan, karena pajak atas MBLB ini merupakan suatu pajak daerah, maka atas pemungutan pajak tersebut akan dikelola oleh kas daerah dan pemanfaatannya pun dalam rangka untuk kegiatan daerah tersebut.

Pajak mineral bukan batuan dan logam (MBLM) merupakan sebuah bentuk peraturan perpajakan yang menggantikan peraturan perpajakan yang sebelumnya, yaitu sebagai pengganti peraturan pajak bahan galian golongan C. Yang semula pajak bahan galian C ini diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000. serta UU No. 18 Tahun 1997.

Kendati dikatakan menggantikan, objek pajak yang berupa mineral bukan logam dan batuan ini pada dasarnya serupa dengan bahan galian golongan C yang telah diatur pengenaan pajaknya sebelumnya. Dimana Istilah bahan galian dengan golongan C tersebut telah mengalami perubahan, hal itu dikarenakan sebelumnya di negara Indonesia dalam penggolongan bahan galian diatur berdasarkan UU No. 11 Tahun 1967.

Objek Pajak MBLB

Objek Pajak Mineral Bukan Logam (MBLM) dan Batuan merupakan suatu kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Adapun objek Pajak MBLB di antaranya: asbes; batu tulis; batu kapur; batu apung; batu permata; batu setengah permata; bentonit; dolomit; feldspar; garam batu (halite); grafit; granit/andesit; gips; kalsit; kaolin; leusit; oker; pasir dan kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk; magnesit; mika; marmer; nitrat; opsidien; tanah serap (fuller earth); tanah diatome; tanah liat; tawas (alum); tras; yarosif; zeolit; basal; trakkit; serta mineral yang bukan logam dan batuan lainnya yang telah sesuai dengan kebijakan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dasar Pengenaan Pajak MBLB 

  1. Dasar pengenaan pajak MBLB yaitu nilai jual dari hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan
  2. Nilai jual tersebut dihitung dengan cara mengalikan volume atau tonase hasil dari pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan
  3. Untuk nilai pasar masing-masing jenis mineral bukan logam dan batuan ditentukan secara periodik berdasarkan pada Peraturan Walikota sesuai dengan harga rata-rata yang berlaku setempat di wilayah kota.

Tarif Pajak MBLB 

Pajak MBLB merupakan jenis pajak daerah, maka dari itu tarif untuk pajak mineral bukan batuan dan logam berbeda-beda di tiap daerahnya. Ambil contohh saja di Kota Ambon dimana berdasarkan pada Pasal 6 Perda No. 6 Tahun 2012, tarif pajak MBLB yang berlaku yaitu sebesar 25% yang dihitung dari nilai jual hasil pengambilan MBLB. Sementara itu, untuk Kabupaten Mamuju berdasarkan pada Pasal 6 Perda No. 12 Tahun 2011, tarif pajaknya telah ditetapkan sebesar 20%.

Optimalisasi Pendapatan Daerah Sektor Mineral Bukan Logam Dan Batuan Di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau

Dalam mengoptimalkan pendapatan daerah sektor minerba, Bapenda masih menghadapi hambatan-hambatan yang menjadi kendala dalam upaya mencapai target. Hambatan-hambatan yang dihadapi adalah tingkat kesadaran wajib pajak yang masih kurang dalam membayar pajak, kurangnya kelengkapan dokumen yang berkaitan dengan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan disebabkan Izin Usaha Pertambangan semakin diperketat sehingga adanya keterbatasan dalam penerbitan Surat Izin Pertambangan Daerah. Pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak minerba sudah dioptimalkan namun masih lemah dalam pelaksanaannya. Untuk mengatasi hal tersebut Bapenda menjalin kerjasama dengan membentuk tim intensifikasi pajak yang terdiri dari petugas Bapenda itu sendiri, Kejaksaan Kabupaten Karimun, Kepolisian Resor dan Satuan Polisi Pamong Praja untuk menindaklanjuti secara hukum terhadap wajib pajak yang tidak taat membayar pajak. Penerimaan pajak minerba di Kabupaten Karimun masih kurang tidak sebanding dengan potensi yang dimiliki.

Referensi :

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
  • Pertambangan
  • Indrawati dan Franky Butar Butar, Penerimaan Negara Sektor Pajak di Bidang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun