Mohon tunggu...
TRIYANTO
TRIYANTO Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa_Universitas Mercubuana

NIM: 55522120004 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 04_Evaluasi Compliance Risk Management (CRM), Nash, Cartesian dan Aristotle

23 April 2024   18:20 Diperbarui: 23 April 2024   18:22 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.richardcornelisse.wordpress.com

Compliance Risk Management (CRM) membedakan Wajib Pajak berdasarkan tingkat risiko kepatuhannya yaitu melalui Peta Kepatuhan Wajib Pajak. Suatu kebijakan Tax Amnesty yang selaras dengan tujuan mewujudkan kepatuhan secara sukarela dan era Exchange of Information (EoI) menjadi kesempatan bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk memetakan Wajib Pajak berdasarkan risiko kepatuhan menjadi lebih akurat.

Dalam penerapan Compliance Risk Management (CRM) diharapkan dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak untuk menangani Wajib Pajak secara adil dan transparan, membantu manajemen sumber daya agar lebih efektif dan lebih efisien sehingga bisa mewujudkan paradigma kepatuhan yang baru bagi DJP yaitu suatu kepatuhan yang berkelanjutan.

Maksud dan Tujuan diterbitkan SE -24/PJ/2019

Maksud dari dikeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal ini adalah untuk memberikan suatu pedoman dan penjelasan umum dalam rangka implementasi atau penerapan Compliance Risk Management (CRM) dalam kegiatan ekstensifikasi, pemeriksaan, pengawasan dan penagihan dalam unit kerja Direktorat Jenderal Pajak.

Sedangkan surat Edaran Direktur Jenderal ini mempunyai tujuan untuk memberikan sebuah petunjuk pelaksanaan penerapan Compliance Risk Management (CRM) dalam kegiatan ekstensifikasi, , pemeriksaan, pengawasan, dan penagihan.

Implementasi CRM Fungsi Ekstensifikasi.

Beberapa ketentuan terkait implementasi CRM dalam kegiatan Ekstensifikasi diantaranya:

  • Pada tahap pertama dalam tata cara Ekstensifikasi adalah suatu tahap perencanaan Ekstensifikasi yang diakhiri dengan penyusunan suatu DSE;
  • Wajib Pajak yang telah tercantum dalam DSE tersebut diurutkan berdasarkan hasil analisis risiko yang dilakukan oleh DJP;
  • Hasil analisis risiko tersebut sebagaimana dimaksud pada poin 2) yaitu suatu output dari CRM Fungsi Ekstensifikasi yang ditampilkan sistem informasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
  • Wajib Pajak yang telah tercantum dalam DSE sebagaimana dimaksud poin 2) ditampilkan kedalam Peta Kepatuhan CRM Fungsi Ekstensifikasi sebagai berikut:
  • Keterangan:
  • Risiko Ekstensifikasi adalah suatu tingkat kemungkinan tidak dipenuhinya suatu kewajiban perpajakan yang diakibatkan karena ketidakpatuhan Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif namun tidak melakukan pendaftaran diri untuk Nomor Pokok Wajib Pajak.
  • Tingkat Kemungkinan dalam Ketidakpatuhan adalah suatu tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif namun tidak melakukan pendaftaran diri.
  • Dampak dari ketidakpatuhan tersebut adalah hilangnya penerimaan dari Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif namun tidak mendaftarkan diri.
  • Output dari CRM Fungsi Ekstensifikasi berupa DSE ditindaklanjuti sesuai urutan suatu risiko kepatuhan Wajib Pajak; dan
  • DSE yang belum dilakukan suatu analisis risiko, dapat ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan dan kebijakan oleh Direktorat teknis yang mempunyai tugas dalam merumuskan dan melaksanakan sebuah kebijakan dan standardisasi teknis dalam bidang ekstensifikasi; dan
  • Tata cara serta ketentuan terkait proses pelaksanaan, pemantauan, tindak lanjut dan evaluasi atas kegiatan Ekstensifikasi dilakukan dengan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan mengenai tata cara Ekstensifikasi.

lmplementasi Compliance Risk Management (CRM) dalam Kegiatan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

beberapa ketentuan dalam implementasi CRM terkait kegiatan penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebagai berikut:

  • Untuk optimalisasi pencairan piutang pajak, KPP diwajibkan untuk menetapkan suatu prioritas penagihan dengan mengacu pada Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak;
  • Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak tersebut disusun dengan menggunakan CRM Fungsi Penagihan.
  • CRM Fungsi Penagihan tersebut menghasilkan suatu Daftar Prioritas Tindakan serta Daftar Prioritas Pencairan yang ditampilkan dalam sistem informasi yang telah dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
  • Wajib Pajak yang tergabung dalam Daftar Prioritas Tindakan dan Daftar Prioritas Pencairan dipetakan bersasarkan tingkat risikonya dan di sesuaikan ke dalam posisi risiko yang ditampilkan pada Peta Kepatuhan CRM Fungsi Penagihan dengan keterangan sebagai berikut:
  • Keterangan:
  • Risiko Penagihan yaitu hilangnya suatu penerimaan pajak yang diakibatkan karena tidak terpenuhinya kewajiban pembayaran atas piutang pajak yang dapat diakibatkan karena hilangnya kesempatan dalam menagih dan/atau mencairkan piutang pajak.
  • WP cenderung untuk Membayar pajak ketika tingkat kemungkinan ketertagihan piutang berdasarkan keberadaan serta kemampuan Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak telah memenuhi kewajiban pembayaran piutang pajak, serta kondisi piutang WP.
  • Dampak Fiskal merupakan konsekuensi karena tidak terpenuhinya kewajiban pembayaran piutang pajak.
  • Prioritas dalam penagihan yang berdasarkan Daftar Prioritas Tindakan dan Daftar Prioritas Pencairan yang merupakan output dari CRM Fungsi Penagihan ditindaklanjuti berdasarkan urutan risiko masing-masing Wajib Pajak dan sesuai kebijakan lain yang berdasarkan dengan pertimbangan Kepala KPP;
  • Pelaksanaan tindak Janjut atas Wajib Pajak yang berdasarkan Daftar Prioritas Tindakan dan Daftar Prioritas Pencairan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Manfaat dalam penerapan Compliance Risk Management (CRM)

  • Pelayanan optimal
  • Memberikan pelayanan kepada wajib pajak dapat dilakukan dengan lebih spesifik. Dengan adanya profil risiko yang makin canggih, membuat pelayanan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi wajib pajak yang bersangkutan.
  • Mudah menindak WP tak Patuh
  • Dengan diterapkanya CRM, maka proses pengawasan terhadap wajib pajak akan lebih optimal serta mampu memetakan kepatuhan berdasarkan profil kepatuhan wajib pajak.
  • Lebih adil
  • Dalam penerapan pengawasan berbasis risiko dapat membantu DJP dalam upaya melayani wajib pajak secara lebih adil serta transparan. CRM dapat membawa manfaat bahwa pengelolaan sumber daya dapat dilakukan secara lebih efektif dan lebih efisien sehingga dapat mewujudkan kepatuhan yang lebih optimal dan berkelanjutan.
  • WP dan DJP tak lagi saling curiga
  • Paradigma ini menggantikan bahwa cara pandang lama di mana wajib pajak dan DJP saling tidak percaya dan saling curiga. Kondisi seperti itu tentu saja akan menghambat terciptanya kepatuhan sukarela yang berkelanjutan.

  • Kritik dan Evaluasi Compliance Risk Management (CRM)

CRM dan peranannya dalam administrasi pajak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun