Mohon tunggu...
TRIYANTO
TRIYANTO Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa_Universitas Mercubuana

NIM: 55522120004 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 04_Evaluasi Compliance Risk Management (CRM), Nash, Cartesian dan Aristotle

23 April 2024   18:20 Diperbarui: 23 April 2024   18:22 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.semanticscholar.org

Apa itu Compliance Risk Management (CRM) 

Berdasarkan SE-39/PJ/2021 yang dimaksud Compliance Risk Management yang selanjutnya disingkat CRM adalah suatu proses pengelolaan risiko kepatuhan Wajib Pajak yang dilakukan dengan cara yang terstruktur, terukur, objektif dan berulang dalam rangka untuk mendukung pengambilan keputusan terbaik oleh DJP yang meliputi tahapan kegiatan mulai dari persiapan, penetapan suatu konteks, analisis risiko, strategi mitigasi risiko dengan menentukan sebuah pilihan perlakuan (treatment), serta monitoring dan evaluasi atas risiko kepatuhan.

OECD (2004) mendefiniskan Compliance Risk Management (CRM) sebagai suatu proses yang terstruktur untuk mengidentifikasi secara sistematis, peringkat dan perlakuan risiko kepatuhan pajak yang meliputi pembukuan, pembayaran pajak yang sesuai, kegagalan untuk mendaftarkan diri, dan melaporkan pajak secara benar.

Menurut Sukada (2020) Manajemen risiko kepatuhan/compliance risk management (CRM) merupakan suatu proses dalam rangka untuk mengetahui peta kepatuhan wajib pajak. Data hasil Compliance risk management (CRM) menjadi daftar sasaran ekstensifikasi untuk diterbitkan NPWP.

Dari beberapa definisi dan pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa manajemen risiko kepatuhan/compliance risk management (CRM) adalah suatu proses yang memastikan bahwa sistem perusahaan/organisasi telah mengikuti dan telah berjalan sesuai dengan peraturan/standar atau ketentuan yang berlaku dalam menjalankan suatu kegiatan operasional perusahaan.

Proses Identifikasi Risiko dalam CRM

Dalam sebuah Surat Edaran SE-24/PJ/2019 menyatakan, bahwa CRM merupakan suatu proses pengelolaan risiko kepatuhan Wajib Pajak yang secara menyeluruh meliputi kegiatan identifikasi, pemetaan, pemodelan, dan mitigasi atas suatu risiko kepatuhan Wajib Pajak serta dalam evaluasinya sehingga menjadi sebuah kerangka kerja yang sistematis, terukur, dan objektif. CRM  dilakukan dengan membuat suatu pilihan perlakuan (treatment) yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan secara efektif dan sekaligus mencegah terjadinya ketidakpatuhan berdasarkan perilaku Wajib Pajak dan kapasitas suatu sumber daya yang dimiliki. CRM adalah suatu alat bantu yang digunakan oleh DJP dalam mencapai suatu tujuan strategis dalam organisasi. Salah satu hasil dari CRM adalah berupa peta kepatuhan fungsi ekstensifikasi yang merupakan suatu peta yang menggambarkan sebuah risiko kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP yang disusun berdasarkan tingkat kemungkinan ketidakpatuhan suatu Wajib Pajak dan tingkat kontribusinya terhadap penerimaan.

Implementasi Surat Edaran Nomor -24/PJ/2019

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-24/PJ/2019 Tentang Implementasi Compliance Risk Management Dalam Kegiatan Ekstensifikasi, Pengawasan, Pemeriksaan, Dan Penagihan Di Direktorat Jenderal Pajak

Compliance Risk Management (CRM) selalu memerhatikan suatu risiko dasar yang mungkin memengaruhi suatu kepatuhan pemenuhan dalam kewajiban perpajakan Wajib Pajak, yang meliputi risiko pendaftaran (registration), pembayaran pajak (payment), pelaporan (filing), dan kebenaran pelaporan (correct reporting). Semua langkah dalam proses Compliance Risk Management (CRM) dapat mengarah pada tingkat kepatuhan dan kepuasan suatu Wajib Pajak yang lebih tinggi.

Compliance Risk Management (CRM) membedakan Wajib Pajak berdasarkan tingkat risiko kepatuhannya yaitu melalui Peta Kepatuhan Wajib Pajak. Suatu kebijakan Tax Amnesty yang selaras dengan tujuan mewujudkan kepatuhan secara sukarela dan era Exchange of Information (EoI) menjadi kesempatan bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk memetakan Wajib Pajak berdasarkan risiko kepatuhan menjadi lebih akurat.

Dalam penerapan Compliance Risk Management (CRM) diharapkan dapat membantu Direktorat Jenderal Pajak untuk menangani Wajib Pajak secara adil dan transparan, membantu manajemen sumber daya agar lebih efektif dan lebih efisien sehingga bisa mewujudkan paradigma kepatuhan yang baru bagi DJP yaitu suatu kepatuhan yang berkelanjutan.

Maksud dan Tujuan diterbitkan SE -24/PJ/2019

Maksud dari dikeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal ini adalah untuk memberikan suatu pedoman dan penjelasan umum dalam rangka implementasi atau penerapan Compliance Risk Management (CRM) dalam kegiatan ekstensifikasi, pemeriksaan, pengawasan dan penagihan dalam unit kerja Direktorat Jenderal Pajak.

Sedangkan surat Edaran Direktur Jenderal ini mempunyai tujuan untuk memberikan sebuah petunjuk pelaksanaan penerapan Compliance Risk Management (CRM) dalam kegiatan ekstensifikasi, , pemeriksaan, pengawasan, dan penagihan.

Implementasi CRM Fungsi Ekstensifikasi.

Beberapa ketentuan terkait implementasi CRM dalam kegiatan Ekstensifikasi diantaranya:

  • Pada tahap pertama dalam tata cara Ekstensifikasi adalah suatu tahap perencanaan Ekstensifikasi yang diakhiri dengan penyusunan suatu DSE;
  • Wajib Pajak yang telah tercantum dalam DSE tersebut diurutkan berdasarkan hasil analisis risiko yang dilakukan oleh DJP;
  • Hasil analisis risiko tersebut sebagaimana dimaksud pada poin 2) yaitu suatu output dari CRM Fungsi Ekstensifikasi yang ditampilkan sistem informasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
  • Wajib Pajak yang telah tercantum dalam DSE sebagaimana dimaksud poin 2) ditampilkan kedalam Peta Kepatuhan CRM Fungsi Ekstensifikasi sebagai berikut:
  • Keterangan:
  • Risiko Ekstensifikasi adalah suatu tingkat kemungkinan tidak dipenuhinya suatu kewajiban perpajakan yang diakibatkan karena ketidakpatuhan Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif namun tidak melakukan pendaftaran diri untuk Nomor Pokok Wajib Pajak.
  • Tingkat Kemungkinan dalam Ketidakpatuhan adalah suatu tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif namun tidak melakukan pendaftaran diri.
  • Dampak dari ketidakpatuhan tersebut adalah hilangnya penerimaan dari Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif namun tidak mendaftarkan diri.
  • Output dari CRM Fungsi Ekstensifikasi berupa DSE ditindaklanjuti sesuai urutan suatu risiko kepatuhan Wajib Pajak; dan
  • DSE yang belum dilakukan suatu analisis risiko, dapat ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan dan kebijakan oleh Direktorat teknis yang mempunyai tugas dalam merumuskan dan melaksanakan sebuah kebijakan dan standardisasi teknis dalam bidang ekstensifikasi; dan
  • Tata cara serta ketentuan terkait proses pelaksanaan, pemantauan, tindak lanjut dan evaluasi atas kegiatan Ekstensifikasi dilakukan dengan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan mengenai tata cara Ekstensifikasi.

lmplementasi Compliance Risk Management (CRM) dalam Kegiatan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

beberapa ketentuan dalam implementasi CRM terkait kegiatan penagihan pajak dengan surat paksa adalah sebagai berikut:

  • Untuk optimalisasi pencairan piutang pajak, KPP diwajibkan untuk menetapkan suatu prioritas penagihan dengan mengacu pada Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak;
  • Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak tersebut disusun dengan menggunakan CRM Fungsi Penagihan.
  • CRM Fungsi Penagihan tersebut menghasilkan suatu Daftar Prioritas Tindakan serta Daftar Prioritas Pencairan yang ditampilkan dalam sistem informasi yang telah dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
  • Wajib Pajak yang tergabung dalam Daftar Prioritas Tindakan dan Daftar Prioritas Pencairan dipetakan bersasarkan tingkat risikonya dan di sesuaikan ke dalam posisi risiko yang ditampilkan pada Peta Kepatuhan CRM Fungsi Penagihan dengan keterangan sebagai berikut:
  • Keterangan:
  • Risiko Penagihan yaitu hilangnya suatu penerimaan pajak yang diakibatkan karena tidak terpenuhinya kewajiban pembayaran atas piutang pajak yang dapat diakibatkan karena hilangnya kesempatan dalam menagih dan/atau mencairkan piutang pajak.
  • WP cenderung untuk Membayar pajak ketika tingkat kemungkinan ketertagihan piutang berdasarkan keberadaan serta kemampuan Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak telah memenuhi kewajiban pembayaran piutang pajak, serta kondisi piutang WP.
  • Dampak Fiskal merupakan konsekuensi karena tidak terpenuhinya kewajiban pembayaran piutang pajak.
  • Prioritas dalam penagihan yang berdasarkan Daftar Prioritas Tindakan dan Daftar Prioritas Pencairan yang merupakan output dari CRM Fungsi Penagihan ditindaklanjuti berdasarkan urutan risiko masing-masing Wajib Pajak dan sesuai kebijakan lain yang berdasarkan dengan pertimbangan Kepala KPP;
  • Pelaksanaan tindak Janjut atas Wajib Pajak yang berdasarkan Daftar Prioritas Tindakan dan Daftar Prioritas Pencairan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Manfaat dalam penerapan Compliance Risk Management (CRM)

  • Pelayanan optimal
  • Memberikan pelayanan kepada wajib pajak dapat dilakukan dengan lebih spesifik. Dengan adanya profil risiko yang makin canggih, membuat pelayanan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi wajib pajak yang bersangkutan.
  • Mudah menindak WP tak Patuh
  • Dengan diterapkanya CRM, maka proses pengawasan terhadap wajib pajak akan lebih optimal serta mampu memetakan kepatuhan berdasarkan profil kepatuhan wajib pajak.
  • Lebih adil
  • Dalam penerapan pengawasan berbasis risiko dapat membantu DJP dalam upaya melayani wajib pajak secara lebih adil serta transparan. CRM dapat membawa manfaat bahwa pengelolaan sumber daya dapat dilakukan secara lebih efektif dan lebih efisien sehingga dapat mewujudkan kepatuhan yang lebih optimal dan berkelanjutan.
  • WP dan DJP tak lagi saling curiga
  • Paradigma ini menggantikan bahwa cara pandang lama di mana wajib pajak dan DJP saling tidak percaya dan saling curiga. Kondisi seperti itu tentu saja akan menghambat terciptanya kepatuhan sukarela yang berkelanjutan.

  • Kritik dan Evaluasi Compliance Risk Management (CRM)

CRM dan peranannya dalam administrasi pajak

Sumber : www.richardcornelisse.wordpress.com
Sumber : www.richardcornelisse.wordpress.com

Dengan adanya penerapan CRM maka akan membantu otoritas pajak untuk mencapai tujuannya yaitu meningkatnya kepatuhan wajib pajak yang semakin tinggi. CRM adalah alat dalam pengambilan keputusan bagi otoritas pajak, baik terkait strategi pengawasan, pemeriksaan maupun pelayanan serta penyuluhan terhadap wajib pajak. Hal tersebut karena setiap wajib pajak dengan level ketidakpatuhannya perlu diberikan treatment yang berbeda.

Sumber : https://nasikhudinisme.com/
Sumber : https://nasikhudinisme.com/

Pada gambar piramida di atas menggambarkan suatu kondisi kepatuhan wajib pajak. Pada level terbawah adalah wajib pajak dengan jumlah terbanyak yang mau melakukan hal yang benar, tipe wajib pajak ini merupakan wajib pajak yang patuh dan harus diberikan pelayanan dengan baik. Pada level berikutnya, merupakan wajib pajak yang mencoba untuk tidak patuh, namun tidak selalu berhasil. Wajib pajak tipe ini harus segera dibantu agar patuh, misalnya diberikan sosialisasi, penyuluhan pajak, kelas pajak, dll. Pada level selanjutnya maka akan menjumpai wajib pajak yang tidak ingin patuh, wajib pajak tipe ini perlu adanya pengawasan oleh otoritas pajak. Sedangkan pada level terakhir dengan jumlah paling sedikit, yaitu wajib pajak yang sudah tidak patuh dan tunduk pada peraturan. Wajib pajak tipe ini harus segera dilakukan law enforcement, dengan dilakukan pemeriksaan, penyidikan, dan lain sebagainya.

CRM bagi otoritas pajak berguna dalam proses alokasi sumber daya. Otoritas pajak sesekali mengalihkan sumber dayanya untuk melakukan pemeriksaan pajak, dan sesekali perlu memperkuat tenaga pengawas perpajakan serta perlu memperkuat tenaga penyuluh tergantung strategi yang telah diputuskan. CRM secara umum bermanfaat dalam:

  • Menjadi acuan untuk proses penyusunan rencana strategis
  • Men-treatment wajib pajak sesuai dengan perilaku ketidakpatuhannya
  • fokus dalam peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak
  • fokus dalam pemeriksaan wajib pajak berisiko tinggi
  • mengidentifikasi modus ketidakpatuhan wajib pajak
  • optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki otoritas pajak
  • memberlakukan equal and consistent treatment terhadap wajib pajak
  • membobot efek yang ditimbulkan oleh ketidakpatuhan wajib pajak
  • mengukur hasil dari suatu program berdasarkan data dan informasi yang relevan
  • meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan sistem perpajakan

Kepatuhan wajib pajak pada dasarnya dibedakan menjadi empat kategori, yaitu kewajiban mendaftarkan diri, kewajiban melaporkan SPT, kewajiban melaporkan SPT dengan lengkap dan benar dan kewajiban melakukan pembayaran pajak dengan benar. Berdasarkan dari empat kategori kepatuhan tersebut, CRM menghitung risiko wajib pajak.

Implementasi Pemikiran Aristotle

Sumber : https://www.stoapoikile.blog/
Sumber : https://www.stoapoikile.blog/

Salah datu tokoh filsuf dan ilmuwan yunani yang perlu kita ketahui adalah Aristoteles. ia dilahirkan di kota Stagira, kota di wilayah Chalcidice, Thracia, Macedonia. Ia merupakan seorang ilmuwan yang hidup antara tengah tahun 384-322 SM. Aristoteles merupakan salah seorang tokoh intelektual terbesar dalam sejarah Barat dengan jangkauan ilmu sangat luas. Ilmu yang dikuasai Aristoteles diantaranya ilmu filsafat pikiran, filsafat, kimia, fisika, biologi, botani, metafisika, etika, sejarah, logika, retorika, sains, psikologi, geologi, dan zoologi, puisi, teori poltik.

Aristotle dan keadilan pajak

Aristoteles menyatakan, bahwa tujuan hukum adalah untuk menciptakan sebuah keadilan, begitu pula dalam bidang pajak. Melalui hukum pajak maka diciptakan keadilan dalam pemungutan pajak. Oleh karena itu, dimensi keadilan yang meliputi pemungutan, pengaturan dan pemanfaatan hasil pajak harus mengarah kepada keadilan, yaitu menciptakan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi warga negara.

Aristoteles dalam bukunya Rhetorica, (W.Rhys Robert -2010) keadilan adalah memberikan sesuatu kepada setiap orang yang sesuai dengan memberi apa yang menjadi haknya artinya keadilan merupakan sebuah tindakan yang terletak diantara memberikan terlalu banyak atau juga memberikan sedikit sesuai porsinya. Salah satu jalan yang harus ditempuh Aristotle dalam mencari keadilan ialah selalu mengusahakan  dan mengupayakan agar pemungutan pajak dapat diselenggarakan secara umum dan merata, dan tentunya harus berpedoman atau berpatokan pada asas-asas , peraturan atau dasar-dasar yang baik dan benar. 

Sumber : https://retizen.republika.co.id/
Sumber : https://retizen.republika.co.id/


Pajak Dalam Persepektif Hukum Ekonomi Syariah

 

Dalam islam untuk menentukan hukum atas suatu hal apalagi yang berhubungan masyarakat seperti halnya pajak, maka harus menitikberatkan dan berdasarkan kemaslahatan umum. Salah satu kaidah ushul fiqh menyatakan kemaslahatan yang umum lebih diprioritaskan atas kemaslahatan yang khusus. Atas dasar itulah hukum pajak dapat dijadikan rujukan dalam pemungutan pajak seperti difatwakan oleh tokoh tokoh dari mazhab maliki.

Pajak adalah salah satu bentuk dari mu’amalah dalam bidang ekonomi, dimana pajak sebagai alat pemenuhan kebutuhan negara dan untuk membiayai berbagai kebutuhan dalam masyarakat secara bersama (kolektif).

Maliki Berpedapat (Abdul Almalukum,2002) berpendapat bahwa Pajak tidak boleh dipungut dengan cara dipaksa dan dengan kekuasaann semata, melainkan harus dikarenakan adanya kewajiban para kaum muslimin yang dipikulkan kepada negara, seperti halnya memberikan rasa aman, pendidikan, pengobatan dan dengan pengeluaran seperti nafkah.

Dalam fiqih Kaidah-kaidah keadilan pajak yaitu mencakup semua orang yang dibebani pajak untuk membantu aparat pajak dengan cara tidak menghindari pajak apalagi tidak membayar pajak. Konsep Keadilan pajak menghendaki seseorang untuk tidak lari dari kewajiban membayar pajak dan tidak boleh melebihi batas-batas yang telah ditentukan dalam perpajakan dan tentunya tidak membebani masyarakat.

Daftar Referensi :

  • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se - 24/Pj/2019 Tentang Implementasi Compliance Risk Management Dalam Kegiatan Ekstensifikasi, Pengawasan, Pemeriksaan, Dan Penagihan Di Direktorat Jenderal Pajak
  • Sukada, I. W. (2020). Implementasi Compliance Risk Management (CRM) dalam Rangka Ekstensifikasi. Simposium Nasional Keuangan Negara, 2(1), 876-891.
  • Alink dan Kommer, Handbook on Tax Administration (2011).
  • Pratiwi, H., Sari, D. P., & Yudha, A. M. (2022). Pengenalan Pajak Dalam Persepektif Hukum Ekonomi Syariah Pada Ma’had Rahmatan Lil’alamin International Islamic Boardingschool. Community Development Journal: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(2), 942-947.

Saputri, D. A. (2017). Aristoteles;

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun