Gubernur DKI Jakarta sudah menyampaikan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Puau-Pulau Kecil (ZWP3K) untuk dibahas oleh DPRD. menurut Kepala Bappeda, Raperda ini untuk mengatur wilayah peairan di ibukota. Wilayah perairan ini nantinya akan dibagi menjadi empat zona berbeda untuk pemanfaatanya oleh publik dan pemerintah. Empat zona tersebut aalah zona untuk kawasan pelayaran, budidaya, wilayah peruntukan umum, dan konservasi. Dalam Raperda ZWP3K juga akan terdapat master plan pengembangan terpadu pesisir ibukota negara termasuk pengembangan dan pendayagunaan pantai, pengelolaan pesisir pantai hingga reklamasi.Â
Â
Polemik terjadi bagi DPRD untuk membahas Raperda ini karena Raperda ini cukup sensitif terkait dengan rencana Reklamasi pantai utara Jakarta oleh beberapa pengembang. Sebagian anggota menolak pembahasan karena hanya akan memuluskan proyek reklamasi dan Perda ini akan jadi stempel untuk proyek reklamasi tersebut, padahal ijin reklamasi menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sebagain lagi menilai Perda ini bukanlah stempel untuk melakukan proyek reklamasi. Bagaimanapun penerbitan Perda ini akan terkait dengan ijin reklamasi yang akan diberikan kepada pengembang dan mendapat penolakan yang cukup keras dari berbagai kalangan khususnya pemerhati lingkungan. Izin reklamasi di Pantai Utara Jakarta sendiri menurut Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) merupakan kewenangan Kementerian kelautan dan perikanan (KKP) karena Pantai Utara Jakarta merupakan Kawasan Strategis Nasional (KSN). Izin reklamasi baru bisa diberikan jika Perda ZWP3K ini sudah diterbitkan dan ada alokasi untuk tata wilayah dan tata ruang dengan memperhatikan sejumlah kepentingan seperti keamanan, kegiatan ekonomi, sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup.
Â
Perda ZWP3K merupakan mandat dari UU No. 27 Tahun 2007 ang direvisi mennadi UU No. 1 Tahun 2014. tentang Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mewajibkan setiap Pemerintah Daerah menyusun Rencana Zonasi serta menetapkannya dengan Perda. Rencana Zonasi menjadi alat kontrol untuk keseimbangan pemanfaatan, perlindungan pelestarian, dan kesejahteraan masyarakat sekaligus berfungsi  memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam pemanfaatan perairanpesisir. Rencana zonasi memungkinkan untuk menata perairan wilayah pesisir agar tidak terjadi konflik dalam penggunaannya, dimana semua ruang dialokasikan pemanfaatannya secara transparan dan ilmiah sesuai dengan kelayakan dan kompatibilitas. Rencana Zonasi juga memastikan adanya perlindungan, pelestarian, pemanfaatan, perbaikan, dan pengkayaan sumber daya pesisir beserta ekosistemnya secara berkelanjutan. Terkait dengan reklamasi, pemerintah juga sudah mengeluarkan turunan UU No. 27 Tahun 2007 yaitu Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Intinya reklamasi tidak boleh merusak lingkungan dan menggusur masyarakat pesisir pantai. Perda ZWP3K juga harus menjamin lokasi yang digunakan untuk reklamasi bukan kawasan konservasi melainkan kawasan yang dialokasikan untuk pemanfaatan secara umum. Jika reklamasi dilakukan di KSN, maka izin dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa Izin Lokasi dan Izin pelaksanaan. Gubernur hanya berwenang memberikan pertimbangan. Asal material yang digunakan untuk menimbun kawasan perairan yang akan direklamasi juga harus jelas dan dibuat dalam perjanjian tertulis.
Â
Dalam RPJMD, tidak disebutkan rencana reklamasi pesisir utara Jakarta, namun hanya menyebutkan komitmen untuk mengatasi masalah menahun seperti banjir melalui pembangunan tanggul raksasa dalam  konsep Jakarta Coastal Development Strategy (JCDS). Dalam RPJMD ini, dukungan untuk mewujudkan JDCS menjadi salah satu arah kebijakan dalam mewujudkan sasaran pembangunan "Berkembangnya aktivitas ekonomi, perdagangan dan jasa pada pusat kegiatan yang ditetapkan dalam RTRW". Pembangunan JDCS justru tidak dikaitkan dengan isu dan kebijakan bidang lingkungan dan bencana akibat perubahan iklim dalam RPJMD
Â
Dari sudut padang Perda RTRW, Perda RTRW Jakarta 2011-2030 telah menetapkan Kawasan Pantura sebagai Kawasan Strategi Propinsi yang merupakan yang merupakan kawasan strategis kepentingan ekonomi,lingkungan, dan sosial budaya. Pada kawasan inipengembangan areal reklamasi dan kawasan daratan pantai dilakukan secara terpadu yang bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan perencanaan. Perda RTRW juga menetapkan bahwa pelaksanaan rekalamasi memperhatikan kepentingan lingkungan, kepentingan pelabuhan, kepentingan kawasan berhutan bakau, kepentingan nelayan, dampak terhadap banjir rob dan kenaikan permukaan laut serta sungai, kepentingan dan fungsi lain yang ada di kawasan Pantura.
Â
Belajar dari keberhasilan penataan ruang dan zonasi pesisir di negara lain, manfaat ekonomi yang besar dari penataan ini tidak harus dari "menjual lahan laut" melalui pemberian ijin reklamasi di kawasan pesisir. China melalui Marine Functional Zoning yang dibuatnya, memperoleh pendapatan besar dari lisensi perairan laut. Sementara Norwegia mengatur dengan baik tata ruang lautnya untuk kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, tambang minyak dan gas bumi, alur pelayaran dan konservasi sehingga harmonis dan bersinergi serta tidak saling mengganggu, namun tetap memberikan manfaat ekonomi yang besar. Penetapan zonasi wilayah pesisir merupakan bentuk   tanggungjawab pemerintah untuk melindungi dan menciptakan keadilan di antara golongan masyarakat dalam mengakses sumberdaya di wilayah pesisir yang bersifat open access.