Dunia telah mengakui Indonesia bagian timur merupakan surga bagi para pecinta wisata alam. Umumnya keindahan alam tersebut hidup secara berdampingan dengan adat masyarakat di sekitarnya.Â
Itulah yang membuat wisatawan baik lokal maupun mancanegara berbondong-bondong mengunjungi daerah wisata di Indonesia bagian timur. Itu pula yang membuat obyek wisata tersebut melejit namanya di kancah internasional.
Bagi anda yang masa kecil atau muda dulu pernah memiliki dan mengamati uang kertas Rp 5000,- tentunya anda masih ingat gambar apa yang tertera di lembaran tersebut? Ya, danau Kelimutu atau yang tersohor dengan nama danau tiga warna.Â
Sebuah danau istimewa di puncak gunung Kelimutu yang sarat nilai-nilai mistis masyarakat suku Lio yang mendiami daerah tersebut. November yang lalu saya berkesempatan mengunjungi danau yang memiliki banyak keunikan yang secara akal pikiran sulit dipercaya.
Great Land of Flores
Taman Nasional Bumi Kelimutu terletak di kecamatan Kelimutu, Ende, tepatnya di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. NTT yang akhir-akhir ini menggalakkan slogan barunya, "New Tourism Theritory", berupaya meningkatkan jumlah wisatawan, baik asing maupun mancanegara melalui peningkatan kualitas obyek wisata. Kabupaten Ende merupakan Central of Flores, karena terletak di tengah-tengah pulau Flores.
Berbicara mengenai Ende, tentunya kita tidak lepas dari sejarah masa kolonial. Ya, Ende merupakan lokasi pengasingan sang Proklamator, Soekarno, oleh Belanda pada tahun 1929-1933. Rumah pengasingan Bung Karno saat ini menjadi salah satu situs yang dilindungi, serta dijadikan obyek wisata sejarah. Selain itu, terdapat gereja Cristo Regi yang berusia lebih dari seratus tahun.Â
Bung Karno telah melakukan banyak diskusi dengan para missionaris pada zaman tersebut, terutama berkaitan dengan kerukunan antarumat beragama di tanah Ende. Untuk mengenang keberadaan sang Proklamator, pemerintah daerah mendirikan Taman Renung yang terletak di tengah kota.Â
Di dalam taman renung tersebut terdapat sebuah pohon sukun besar, yang merupakan tempat Bung Karno duduk sambil merenungkan masa depan bangsa Indonesia. Di samping pohon sukun tersebut, dibangun sebuah patung besar berwujud Bung Karno sedang duduk menatap ke arah laut sehingga menambah nuansa khusu bagi pengunjung yang sedang mengenang Proklamator.
Kiri Tebing, Kanan pun Jurang
Perjalanan saya menuju puncak kelimutu masih dalam rangkaian kegiatan Bakti Pemuda Antar Provinsi (BPAP) di desa Nuamuri, NTT, tepatnya pada tanggal 17 November 2014. Bersama 20 peserta BPAP dan personil Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Ende, kami berangkat mengendarai bus mini. Sebagai obyek wisata yang sudah mendunia, wisatawan akan merasa mudah untuk menjangkau danau tersebut.Â
Banyak jalan menuju Roma. Cara yang paling efisien adalah jika dari Surabaya, terbang menuju Bandara El Tari, Kupang selama dua jam, kemudian melanjutkan penerbangan kembali ke pulau Flores selama 45 menit, tepatnya di Bandara H. Arroebusman, Ende. Setelah itu bisa menyewa kendaraan menuju danau Kelimutu dengan lama tempuh sekitar 3 jam dari bandara.Â
Akses menuju puncak Kelimutu tidak sulit, jalanan sudah beraspal hingga lokasi tujuan, namun medan yang berkelok-kelok dan penuh tanjakan membuat beberapa peserta mengalami mabuk darat. Sepanjang jalan pengunjung akan disuguhi pemandangan bumi Kelimutu yang berbukit-bukit, pepohonan di sepanjang jalan, jurang dan tebing sesekali harus kita lewati.Â
Kita juga dapat menyaksikan dari kendaraan rumah-rumah warga yang masih tradisional, serta aktivitas masyarakat yang mayoritas bermatapencaharian sebagai petani dan peternak.
Setelah kita membayar biaya masuk Taman Nasional Kelimutu sebesar Rp 5000 untuk pelajar lokal, Rp 25.000 untuk wisatawan lokal , dan Rp 150.000 untuk wisatawan mancanegara, sampailah anda di pos pemberhentian kendaraan. Anda harus turun dari kendaraan dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju puncak kelimutu selama 30 menit.
Inilah, keajaiban...
Tiba di Parkiran utama danau Kelimutu, pengunjung akan disambut sebuah peta tiga dimensi yang dapat dijadikan sebuah panduan perjalanan menuju puncak Kelimutu. Ya, pengunjung harus berjalan sekitar 30 menit hingga benar-benar sampai di danau.Â
Sepanjang jalan setapak, anda akan disuguhkan panorama alam yang menawan. Pohon-pohon berbaris rapi, lengkap dengan kawanan monyet menyambut kedatangan kita dengan tingkah lucunya yang tidak terlalu liar. Kesejukan dan suasana alam yang asri membuat perjalanan semakin menyenangkan. Akhirnya, tibalah saya di Danau Tiga Warna, Kelimutu.
Gunung Kelimutu termasuk gunung berapi yang masih aktif dengan ditandai dengan seringnya terjadi perubahan warna danau kelimutu. Memiliki tigawah di puncak yaitu Tiwu Ko'o Fai Nuwa Muri dengan luas 5,5 ha dan kedalaman 127 meter, Tiwu Ata Bupu dengan luas 4, Ha dan kedalaman 67 meter, serta Tiwu Ata Polo seluas 4 Ha dengan kedalaman 64 meter.Â
Disadur dari salah satu papan keterangan yang mengatakan tentang kepercayaan masyarakat setempat terhadap danau Kelimutu, bahwa masyarakat meyakini setiap roh/arwah orang yang meninggal dunia, jiwanya/ maE meninggalkan kampungnya dan tinggal di Kelimutu selama-lamanya.Â
Sebelum masuk ke salah satu kawah atau danau, roh tersebut terlebih dulu menghadap kepada Konde Ratu sebagai penjaga pintu gerbang Parakonde. Arwah tersebut masuk ke dalam salah satu danau tergantung pada usia dan perbuatannya.
Pemandangan keajaiban danau Kelimutu akan sempurna jika anda menyaksikan di puncak point of view yang secara khusus dibangun. Di puncak inilah anda dapat melihat ketiga danau sekaligus, lengkap dengan alam Flores yang berbukit.Â
Ya, begitulah pesona Danau Kelimutu Tiga Warna yang menjadi salah satu destinasi utama wisatawan di Indonesia Timur. Betapa negeri ini dianugrahi keindahan alam yang lengkap, yang berpadu secara sinergi dengan adat istiadat emik masyarakat sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H