Mohon tunggu...
Kurnia Waruwu
Kurnia Waruwu Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Punya hobi baca buku dan memutuskan untuk menulis. Sudah vakum belasan tahun namun tergerak untuk menulis kembali. Musababnya karena akhirnya memiliki waktu "bengong" berkualitas untuk melimpahkan buah-buah pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memori Pendidikan: Terinspirasi dari Anak-anak

11 Mei 2023   20:44 Diperbarui: 11 Mei 2023   20:50 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak pernah terlintas di benak saya bakal berkecimpung selama 9 tahun di dunia pendidikan setelah kuliah. Tapi kehidupan sudah memberikan sedikit petunjuk mengenai profesi saya kelak. Selain terlahir dari orangtua yang berprofesi sebagai guru, saat kuliah juga mencari tambahan uang jajan dengan menjadi guru les-lesan.

Meskipun saya sudah tak lagi menjadi seorang guru, namun mengulik dan menulis tentang dunia pendidikan itu selalu saja menarik.

Dibenak beberapa kawan, profesi guru itu dianggap enak. Kerjaannya cuma ngemong anak, jam kerja yang pendek (walaupun pada praktiknya tidak) serta jumlah hari libur yang panjang.

Padahal tidak semudah itu loh fergusso. Sama seperti profesi lain, profesi guru juga punya kompleksitasnya sendiri.

Semua pribadi mau apapun profesinya pastilah dituntut untuk menjaga lakunya, menjaga akhlaknya. Tak terkecuali guru atau jika bisa saya katakan TERLEBIH guru. Setiap lakunya akan digugu dan ditiru. Beban profesinya hanya beda sebelas duabelas dengan pemuka agama. Terlambat sedikit bakal dihakimi, berkata kasar bakal dihakimi, malas sedikit bakal dihakimi. "Jadi guru kok gitu" adalah rem saya untuk menjaga laku.

Percayalah pada praktiknya profesi guru memang se"berat" itu. Saran saya, jika tak mampu menghadapi tuntutannya mending mundur daripada menghancurkan calon penerus bangsa. Menjadi seorang guru tidak hanya bertanggungjawab mengajar peserta didik, namun harus paham betul untuk menjaga perangai ataupun lakunya. Karena bukan tidak mungkin akan dicopy oleh siswanya sendiri.

Pernah satu kali salah seorang wali murid menghampiri saya. Beliau protes tentang konsep menghitung keliling persegi yang saya ajarkan. Sang anak mengemukakan bahwa konsep dari 4 x sisi itu adalah setiap sisi pada persegi harus dikalikan dengan sisi-sisinya yang lain. Sang anak berkeras pada pendiriannya dan tidak mau dikoreksi.

Wah, saat itu juga saya klarifikasi bahwa konsep menghitung keliling persegi tidak seperti itu. Namun kemudian beliau memperlihatkan lembar kerja anaknya yang sudah saya periksa.

Pada lembar kerja tersebut sang anak menuliskan hasil keliling persegi yang sisinya 4 cm adalah 4x4x4x4 = 16 cm. Untuk jawabannya memang betul adalah 16 cm tapi prosesnya salah. Saya hanya memperhatikan hasil akhir tanpa memeriksa prosesnya. Saya langsung meminta maaf dan berjanji akan kembali menjelaskan hal tersebut esok hari.

Hal itu mungkin terlihat sepele bagi sebagian orang. Namun jika saya merasa bodo amat dan tidak kembali menjelaskan, maka sang anak akan terus membawa kesalahan tersebut hingga batas waktu yang saya tidak ketahui. Dan itu berawal dari pengajaran saya.

Ada banyak hal menarik lainnya yang saya dapatkan dari karir saya sebagai guru. Tidak terhitung banyaknya. 

Saya merasa bahwa hubungan antara guru dan anak-anak tidak melulu hubungan satu arah, pemberi ilmu dan yang diberi ilmu. Saya merasa anak-anak juga mengajari saya. Mengajari untuk tidak menyerah, mengajari untuk tidak meremehkan orang lain, mengajari untuk belajar menghormati keunikan karakter orang lain.

Saya mengajari mereka untuk pantang menyerah, mereka langsung mengajari saya untuk pantang menyerah terhadap anak yang paling struggle di dalam kelas.

Saya mengajari mereka untuk tidak meremehkan orang lain, mereka langsung mengajari saya untuk tidak meremehkan diri mereka yang masih belia.

Saya mengajari mereka tentang menghormati keunikan karakter orang lain, mereka langsung mengajari saya tentang perbedaan sesungguhnya dari karakter orang lain.

Ilmu yang sering saya tuturkan kepada mereka menjadi ladang praktik saya yang sesungguhnya, bahkan kerap kali "menempeleng" saya untuk terus sadar diri.

Ah, senang sekali menjadi terkenang memori bersama anak-anak. 

Punya komentar seputar dunia pendidikan atau anak-anak? drop komentar di bawah ya. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun