Kesetaraan dalam gender telah berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan zaman. Gender bukanlah hanya sekedar perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, namun lebih pada bagaimana laki-laki dan perempuan dibedakan dari karakternya, peran sosialnya atau identitasnya dalam masyarakat (WHO, 2013). Maka kesetaraan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus diperlakukan secara setara dan tidak didiskriminasikan berdasarkan identitas gender mereka (United Nations, 1948). Dengan berjalananya waktu, persoalan mengenai kesetaraan gender juga sudah memasuki dunia pekerjaan dan juga politik. Kesetaraan gender
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan, dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun Perempuan.
DALIL TENTANG KESETARAAN GENDER
.عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَ قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرجال». رواه أبو Lgsg
Dari Aisyah r.a. menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Perempuan itu saudara kandung laki-laki."
Hadits ini menjelaskan mengenai prinsip kemitraan dan kesederajatan laki-laki dan perempuan. Kata asy-shaqa'iq berasal dari kata asy-syaqiq yang artinya kembaran, serupa, dan identik. Teks hadits ini adalah referensi dasar bagi prinsip kesederajatan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya memiliki hak yang sama seperti hak untuk hidup, bermartabat, beragama, berpolitik, berkeluarga, dan beraktivitas dalam lingkup sosial, ekonomi maupun pendidikan.
DALIL TENTANG KEPEMIMPINAN
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْتَم حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنِ الْحَسَنِ عَن أبي بكرة قال لقد نفعني الله بكلمة سمعتها . مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَ مَا كنتُ أَنْ الْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأَقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحُ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ المرأة (صحيح البخري: كتاب المغازى)
Diriwayatkan oleh Utsman bin Al-Haitsam menceritakan kepada kami, dari Auf. dari Hasan dari Abu Bakrah berkata: "Sesungguhnya Allah telah memberikan hikmah kepadaku pada saat perang Jamal dengan suatu kalimat yang saya dengar dari Rasulullah SAW setelah aku hampir mengikuti pasukan unta. Ketika kusampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa kerajaan Persia dipimpin oleh anak perempuannya, maka Nabi SAW bersabda: "Tidak akan berbahagia (sukses) suatu kaum (masyarakat) yang menyerahkan (untuk memimpin) urusan mereka kepada Perempuan
DALIL TENTANG WANITA KARIR
عن المقدام رضي الله عَنْهُ عَنْ رَسُولِ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قط خيرا من أَن يَأْكل من عمل يده و إن نبي الله دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلام كَانَ يَأْكُلْ مِنْ عمل يده.
" (رواه البخاري)
"Tidaklah seorang mengkonsumsi makanan itu lebih baik daripada mengkonsumsi makanan yang diperoleh dari hasil kerjanya sendiri, sebab Nabi Allah, Daud, memakan makanan dari hasil kerjanya." (H.R. AlBukhari)
Hadits ini menunjukkan perintah bagi setiap muslim untuk bekerja dan berusaha untuk mencari nafkah dengan usaha sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Nabi Daud AS yang senantiasa bekerja mencari nafkah dan makan dari hasil jerih payahnya tersebut. Syari'at Islam tidak membedakan hak antara lakilaki dan wanita untuk bekerja, keduanya diberi kesempatan dan kebebasan untuk berusaha dan mencari penghidupan di muka bumi ini
Berbicara mengenai boleh tidaknya kaum perempuan terlibat dalam percaturan politik senantiasa menjadi perbincangan yang hangat di kalangan umat Islam. Ada yang pro dan ada yang kontra. Namun kesemuanya terpulang kepada kaum perempuan itu sendiri, sebab rambu-rambu syari'at telah jelas. Selama kaum perempuan itu mampu menghindari hal-hal yang menjadi illat pelarangan tersebut, maka terbuka peluang yang sangat besar terhadap keikutsertaan kaum perempuan dalam dunia politik, khususnya sebagai kepala negara. Selain menjadi seorang pemimpin, persoalan wanita di era modern ini adalah wanita yang bekerja dan menjadi seorang wanita karir. Persoalan wanita karir ini adalah apakah dengan bekerjanya kaum wanita khususnya para istri itu akan menghalangi terpenuhinya hak-hak para suami dan anakanak, serta menyebabkan para wanita (istri) melupakan kewajibannya. Hal inilah yang dikhawatirkan akan terjadi dan berdampak buruk bagi kelangsungan rumah tangga dan perkembangan anak-anak yang ditinggal bekerja. Namun apabila semua kekhawatiran tersebut dapat diatasi dan keberadaan wanita karir justru malah dapat membantu memperkokoh ekonomi keluarga, maka sebaiknya para wanita diberikan keluasan dan kelonggaran untuk bekerja. Resiko yang nantinya akan timbul hendaknya dihadapi dan diselesaikan bersama para suami yang merupakan mitra hidup sekaligus mitra kerja dalam suatu keluarga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H