Mohon tunggu...
Fery Mulyana
Fery Mulyana Mohon Tunggu... Administrasi - Entrepreneur

Posibilis - Non Delusional

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Sahabat

11 November 2019   14:12 Diperbarui: 10 Juni 2020   08:39 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Monib, begitu saya menyebutnya. Pertama kali mengenal beliau tahun 2006 ketika beliau menjabat sebagai Direktur di Pusat Study Islam Paramadina, ketika itu saya berkonsultasi mengenai nikah beda agama, maklumlah pada saat itu beliau ini dikenal sebagai aktivis yang meng-advokasi pernikahan pasangan lintas agama atau inter-faith couple.

Komunikasi kami berjalan baik, kekaguman pun muncul ketika beliau menyampaikan banyak hal yang berkaitan dengan cara pandang keagamaan dalam tatanan sosial yang majemuk. "ini yang saya cari", begitu kesan pertama menyeruat di hati saya. Cara pandangnya lugas, argumentasi-argumentasi yang disampaikan baik dari sisi hukum formal maupun fiqh agama sangat dapat diterima, di sisi lain, masalah sosial dan pragmatism keagamaan juga menjadi hal yang tidak luput menjadi objek pembahasan dengan cara pandang yang argumentatif, cerdas dan luas.

Keakraban kami semakin memuncak ketika beliau bersedia membantu saya dalam mendirikan lembaga pendidikan PAUD dan TK di Sukabumi. Fondasi pemikiran pun dibangun dengan landasan teori-teori modern tentang kependidikan, maklumlah selama ini beliau juga berkiprah banyak dalam bidang pendidikan. 

Latar belakang keilmuan kependidikannya ditempa dari sejak beliau muda dan menimba ilmu di Gontor serta mengajar di sebuah Boarding School di Bogor, latar belakang pendidikan politiknya terasah ketika menjadi aspri salah seorang anggota MPR, sedangkan cara pandang keagamaan dibentuk oleh seorang yang beliau sebut sebagai Mahaguru yaitu Nurcholish Madjid, belum lagi segudang pengalaman yang berkaitan dengan lintas agama dan advokasi kemanusiaan, maka tidak heran jika beliau memiliki pengetahuan yang luas, inklusif dan plural serta concern terhadap aktivitas kontra faham-faham fanatis dan radikal.

Dengan pengalaman dan wawasan yang dimilkinya, banyak sekali tulisan dan buku yang ditulisnya, dialog dan diskusi selalu dibangun atas dasar persamaan hak dari keberagaman, pendek kata beliau adalah aktivis pejuang pluralisme dan toleransi keagamaan.

Keeratan hubungan kamipun diisi dengan obrolan-obrolan seputar pemahaman-pemahaman tersebut. Tidak jarang kami lakukan hampir setiap malam. kami berdiskusi hingga larut, kadang pula hingga subuh. kebersamaan kami tidak lepas dari pembahasan tafsir, buku, dan masalah-masalah perkembangan socio-cultural, ditemani dengan kopi dan rokok yang sengaja kami stok sebelum kami larut dalam berbagai macam pembahasan. kebiasaan itu berlanjut hingga beberapa tahun kedepannya, hingga kami pada akhirnya sama-sama memutuskan berhenti merokok dan berkomitmen memulai hidup sehat, terlebih beliau mulai terdiagnosis hepatitis dan diabetes.

Namun demikian, hidup kami juga tidak selalu serius. kadang kebersamaan kami diisi dengan bepergian ke luar kota maupun luar negeri, mencari sesuatu yang baru, beliau membantu menebarkan sayap bisnis yang saya bangun, bahkan seringkali mengandalkan koneksinya yang luas. Bahkan tidak jarang kami menghadapi konflik bersama, disinilah loyalitas beliau teruji, setia kawan, kuat, tegak lurus dan tidak pernah ragu.

Pak Monib tegas dan tidak pandang bulu, beliau sangat membenci kemunafikan dan pengingkaran terhadap nilai-nilai. Bagi beliau nilai yang dibangun harus dijaga dengan dengan konsistensi apapun ganjarannya. Pendirian dan loyalitasnya yang begitu kuat kadang membuat saya kuatir akan dirinya sendiri. terlebih ketika beliau terlibat dalam dukung-mendukung capres tertentu, sumpah serapah dan sindiran pedas diterimanya setiap hari. 

Namun beliau tak bergeming, tak pernah menyerah sedikitpun dan tidak pernah marah apalagi membalas dengan kata-kata yang buruk. baginya "brainstorming" bagi masyarakat yang "kagetan"  juga perlu. 

tak jarang saya memperingatkan agar menyampaikan sesuatu di medsos dengan lebih lembut, kegundahan saya hanya satu, bahwa saya tidak bisa menerima perkataan kasar yang dilontarkan orang-orang yang tidak sefaham dengan beliau, namun apa daya, pak Monib bukanlah orang lembek yang mudah dipengaruhi, bahkan oleh kawannya sendiri, baginya ketegaran serta kegigihan dalam menyampaikan "nilai-nilai" kebaikan dan kejujuran dalah sebuah perjuangan, kata-kata hanyalah bagian dan bungkus dari orientasi dan tujuan intinya. "biarkan mereka marah, mudah-mudahan itu rangsangan bagi mereka untuk mencari dan mendapatkan hidayah", begitu beliau berkilah.

Keputusan beliau untuk maju menjadi caleg DPR RI sempat menjadi pembahasan yang hangat bagi kami berdua. terus terang saya kurang setuju, saya menilai hal tersebut hanya akan buang-buang uang dan energi, saya meminta beliau agar jangan sampai latah dengan fenomena yang muncul tiap kali adanya pesta demokrasi, dus, kuatir akan merubah objektifitas akal sehat kita sebagai individu dan warga negara. tapi keputusan bulat beliau meluluhkan kekuatiran saya hingga akhirnya saya pun berkomitmen untuk membantu dengan catatan-catatan tersendiri.

Rupanya kesibukan barunya berkampanye dan selain terlibat dalam kegiatan-kegiatan deradikalisasi, mengasuh pondok pesantren hingga mengajar di universitas swasta di jakarta membuat beliau lalai dan melupakan kondisi kesehatannya. Vonis kanker hati yang telah dideritanya sebelum masa pencalegan pun terabaikan hingga akhirnya merengut nyawa sahabat sekaligus guru saya pak Monib.

Allah SWT sepertinya mengaturkan dan memberikan jalan bagi kita untuk dekat secara fisik pada hari-hari terakhir beliau, bukan hanya saya saja, tapi keluarga besar kami masing-masing,  sahabat hingga teman-teman beliau.

Kami semua men-support beliau dan senantiasa mencarikan yang terbaik bagi kondisi yang dialaminya.

Hari-hari yang sebelumnya dihiasi diskusi panjang yang ramai dan "berisi" dalam tiap pertemuan kami, kini hanya menggurat kesedihan atas rasa sakit yang dideritanya, badannya kurus dengan muka yang kian tirus, sunggingan senyum dan tawa tak terdengar lagi berganti dengan kerenyit dan gumaman panjang menahan sakit.

Duh Gusti, tidak tega rasanya memandang wajah dengan pandangan tajam itu kini terkulai lemas di hadapan saya. kondisi dan ekspresi beliau seringkali membuat saya memalingkan muka seraya menahan rasa emosional saya, ingin rasanya saya menangis memohon agar kita kembali layaknya sedia kala, namun apa daya, kita hanya manusia.

Takdir pun tak bisa dipungkiri, sosok dulmajid dalam novel negeri 5 menara itu kini telah tiada. pak Monib yang kami sayangi dan hormati dipanggil Sang Maha Kuasa, meninggalkan segenap kenangan dan jasa yang tak akan pernah terperi dan terbalaskan. hanya doa dan ke-ikhlas-an menyertai kepergian beliau. 

Selamat jalan sahabat.. kini sakit itu telah hilang, pergilah dengan tenang, tunggulah kami yang masih sibuk dan bergelut dalam dunia fana, jalan itu kini terbuka untuk mu, tuntas sudah perjuangan dan baktimu.. panggungmu kini telah tertutup, siap terganti generasi baru namun karyamu tak akan lekang oleh waktu.. sejarah akan menulis nama mu sebagai seorang pejuang ke-bhineka-an dan pembela minoritas sebagaimana yang telah ditorehkan Cak Nur dan GusDur yang selalu engkau sebut Maha Guru.. Allah menyayangi mu pak monib.. Innallilahi wa innailaihi rajiun.. Allahummaghfir lahu, warhamhu, wa 'aafihi wa' fu'anhu..

In Memoriam
Mohammad Monib
Bangkalan, Madura 27 Juni 1968 - Jakarta 10 November 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun