Mohon tunggu...
Fery Mulyana
Fery Mulyana Mohon Tunggu... Administrasi - Entrepreneur

Posibilis - Non Delusional

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Sahabat

11 November 2019   14:12 Diperbarui: 10 Juni 2020   08:39 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keputusan beliau untuk maju menjadi caleg DPR RI sempat menjadi pembahasan yang hangat bagi kami berdua. terus terang saya kurang setuju, saya menilai hal tersebut hanya akan buang-buang uang dan energi, saya meminta beliau agar jangan sampai latah dengan fenomena yang muncul tiap kali adanya pesta demokrasi, dus, kuatir akan merubah objektifitas akal sehat kita sebagai individu dan warga negara. tapi keputusan bulat beliau meluluhkan kekuatiran saya hingga akhirnya saya pun berkomitmen untuk membantu dengan catatan-catatan tersendiri.

Rupanya kesibukan barunya berkampanye dan selain terlibat dalam kegiatan-kegiatan deradikalisasi, mengasuh pondok pesantren hingga mengajar di universitas swasta di jakarta membuat beliau lalai dan melupakan kondisi kesehatannya. Vonis kanker hati yang telah dideritanya sebelum masa pencalegan pun terabaikan hingga akhirnya merengut nyawa sahabat sekaligus guru saya pak Monib.

Allah SWT sepertinya mengaturkan dan memberikan jalan bagi kita untuk dekat secara fisik pada hari-hari terakhir beliau, bukan hanya saya saja, tapi keluarga besar kami masing-masing,  sahabat hingga teman-teman beliau.

Kami semua men-support beliau dan senantiasa mencarikan yang terbaik bagi kondisi yang dialaminya.

Hari-hari yang sebelumnya dihiasi diskusi panjang yang ramai dan "berisi" dalam tiap pertemuan kami, kini hanya menggurat kesedihan atas rasa sakit yang dideritanya, badannya kurus dengan muka yang kian tirus, sunggingan senyum dan tawa tak terdengar lagi berganti dengan kerenyit dan gumaman panjang menahan sakit.

Duh Gusti, tidak tega rasanya memandang wajah dengan pandangan tajam itu kini terkulai lemas di hadapan saya. kondisi dan ekspresi beliau seringkali membuat saya memalingkan muka seraya menahan rasa emosional saya, ingin rasanya saya menangis memohon agar kita kembali layaknya sedia kala, namun apa daya, kita hanya manusia.

Takdir pun tak bisa dipungkiri, sosok dulmajid dalam novel negeri 5 menara itu kini telah tiada. pak Monib yang kami sayangi dan hormati dipanggil Sang Maha Kuasa, meninggalkan segenap kenangan dan jasa yang tak akan pernah terperi dan terbalaskan. hanya doa dan ke-ikhlas-an menyertai kepergian beliau. 

Selamat jalan sahabat.. kini sakit itu telah hilang, pergilah dengan tenang, tunggulah kami yang masih sibuk dan bergelut dalam dunia fana, jalan itu kini terbuka untuk mu, tuntas sudah perjuangan dan baktimu.. panggungmu kini telah tertutup, siap terganti generasi baru namun karyamu tak akan lekang oleh waktu.. sejarah akan menulis nama mu sebagai seorang pejuang ke-bhineka-an dan pembela minoritas sebagaimana yang telah ditorehkan Cak Nur dan GusDur yang selalu engkau sebut Maha Guru.. Allah menyayangi mu pak monib.. Innallilahi wa innailaihi rajiun.. Allahummaghfir lahu, warhamhu, wa 'aafihi wa' fu'anhu..

In Memoriam
Mohammad Monib
Bangkalan, Madura 27 Juni 1968 - Jakarta 10 November 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun