Bahwa dalam penerapan Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2018 khususnya untuk bidang penelitian telah menimbulkan polemik, yang mana satu pendapat menyatakan dosen penerima atau pengguna dana penelitian tidak lagi perlu mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang bersumber dari APBN namun cukup hanya menyampaikan hasil/laporan penelitiannya, pendapat lain menyatakan bahwa pengguna dana APBN termasuk penelitian tetap berkewajiban menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana penelitian. Untuk itu diperlukan adanya telaah agar dalam penerapannya tidak terjadi polemik dan penelitian yang dibiayai APBN dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi substansi penellitian termasuk kebenaran melakukan penelitian maupun dari sisi pertanggungjawaban penggunaan dananya.
Dengan dimasukannya penelitian ke dalam Perpres Pengadaan barang/jasa, maka kegiatan penelitian merupakan kegiatan yang termasuk dalam pengadaan jasa, oleh karena itu pertanggungjawabannya pun mengikuti prinsip-prinsip dalam pengadaan barang/jasa. Dalam Pasal 4 Perpres Nomor 16 Tahun 2004 disebutkan tujuan dari pengadaan barang/jasa yakni:
- Menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
- meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
- meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah;
- meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
- mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian; meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
- mendorong pemerataan ekonomi; dan
- mendorong Pengadaan Berkelanjutan.
Dari poin a tujuan pengadaan barang/jasa, maka jelas bahwa terkait dengan biaya atau penggunaan dana merupakan suatu ukuran dari keberhasilan pengadaan barang/jasa termasuk penelitian.
Bahwa dalam bagian mengingat pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 pada bagian 'mengingat' menggunakan:
- Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601)
Karena Perpres ini masih mengacu kepada Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, maka semua aturan yang ada dalam Undang-undang ini menjadi sumber yang mengikat terhadap isi dari Perpres. Berkaitan dengan penggunaan dana yang bersumber dari APBN/APBD kewajiban pertanggungjawaban dinyatakan Pada Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara "Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggungjawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud" dan Pasal 21 ayat (3) 'Bendahara pengeluaran melaksanakan pembayaran dan uang persediaan yang dikelola setelah:
- Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
- Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran
- Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan
Yang menjadi perdebatan dalam penerapan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 adalah terkait keluaran karena dalam pasal 62 ayat (10) disebutkan 'Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan berdasarkan produk keluaran sesuai ketentuan dalam kontrak penelitian.'.
Yang menjadi perdebatan adalah kata keluaran, karena kemudian diartikan hanya sebatas hasil atau produk penelitiannya saja dan mengabaikan pertanggungjawaban keuangan. Untuk memahami pengertian keluaran maka harus merujuk kepada peraturan yang lebih rinci yakni Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2023 Tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024.
Pada Pasal 1 disebutkan bahwa Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2024 merupakan satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks yang ditetapkan untuk menghasilkan biaya komponen keluaran dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2024. Jadi kata keluaran dalam Peraturan Menteri Keuangan ini pengertiannya ada dalam kerangka penyusunan komponen rencana kerja dan anggaran sebagai masukan dan bukan pertanggungjawaban. Hal ini dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2023 Tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2024 pada :
- Pasal 1 Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2024 yang selanjutnya disingkat SBK adalah indeks biaya yang ditetapkan untuk menghasilkan 1 (satu) volume keluaran pada Tahun Anggaran 2024.
- Pasal 2 ayat (1) SBK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi:
- a. SBK Umum; dan
- b. SBK Khusus
ayat (3) SBK Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf b merupakan SBK yang berlaku untuk 1 (satu) kementerian/lembaga tertentu.
Jadi pengertian SBK atau Standar Biaya Khusus tidak diberlakukan untuk pertanggungjawaban tetapi berlaku pada penyusunan anggaran sebagai standar biaya masukan, dan pertanggungjawaban penggunaan dana APBN/APBD kembali kepada Undang-undang No 1 Tahun 2004 yang dijadikan rujukan Peraturan dibawahnya.
Dengan demikian penelitian sebagai bagian dari pengadaan jasa dalam penyusunan kontraknya harus merujuk kepada Pasal 18 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara "Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggungjawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud" dan Pasal 21 ayat (3) 'Bendahara pengeluaran melaksanakan pembayaran dan uang persediaan yang dikelola setelah:
Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran
Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan
Jadi setiap perjanjian atau kontrak penelitian harus mewajibkan adanya pertanggungjawaban penggunaan dana yang dibiayai dari APBN/APBD, dan PPK serta Bendahara Pengeluaran memiliki kewajiban melakukan pemeriksaan atas kebenaran tagihan kepada negara.
Terkait tugas dan tanggungjawab bendahara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggungjawab Bendahara Pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terutama pada Pasal 22 Â ayat:
Bendahara Pengeluaran/BPP dapat melaksanakan UP setelah menerima SPBy yang ditandatangani oleh PPK atas nama KPA
SPBy sebagaimana ayat (1) dilampiri dengan bukti pengeluaran berupa:
Kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur pajak dan SSP; dan
Nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan dan telah disahkan oleh PPK.
Simpulan:
Dengan demikian pelaksanaan Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa tidak bisa terlepas dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggungjawab Bendahara Pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2023 Tentang Standar Biaya Keluaran Tahun Anggaran 2024 (Standar Biaya Keluaran setiap tahun dikeluarkan untuk perhitungan perencanaan anggaran tahun berikutnya).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H