Mohon tunggu...
Trista Oktalia S
Trista Oktalia S Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Retakan di Tengah Harmoni

21 November 2024   16:56 Diperbarui: 22 November 2024   09:49 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu hujan turun deras, menambah kelam suasana di rumah megah keluarga Madisson. Di ruang keluarga yang hangat, tawa kecil terdengar, seolah tak ada yang salah. Kenzo Madisson, seorang dokter terhormat, duduk bersama istrinya, Kalila Arspati Lincoln, dan ketiga anak mereka, yaitu Xaviero Carter Licisso , Lucas Gleen Licisso, dan Alexandria Zephanie Licisso. Dari luar, mereka tampak seperti keluarga sempurna. Namun, di balik dinding rumah itu, sebuah perasaan yang terpendam menunggu waktu untuk mengungkap semuanya dan siap menghancurkan kebahagiaan mereka dalam sekejap. 

Keesokan harinya hujan yang telah mereda, digantikan oleh embun pagi yang menyelimuti halaman rumah. Sinar matahari perlahan menyelinap masuk melalui celah-celah jendela. Sarapan pagi mengawali hari sibuk keluarga Madisson. Mommy Kalila sibuk di dapur, menyiapkan makanan untuk keluarganya, sementara Pak Kenzo duduk di ujung meja, membaca berita di ponselnya.

"Vier, Lucas, Lexa! Ayo turun, makan dulu," seru Mommy Kalila dari dapur.

"Iya, Mom, sebentar," jawab mereka bertiga hampir bersamaan.

Tak lama kemudian, Xaviero muncul dengan kemeja rapinya, dan Lucas yang memakai almamater crimsom, sementara Alexandria dengan seragam sekolahnya. Mereka duduk di meja makan, menikmati sarapan sambil berbincang ringan. Namun, pagi itu, ada ketegangan yang terlihat jelas di wajah Lucas. Dia sudah memikirkan sesuatu selama beberapa hari terakhir dan memutuskan untuk mengungkapkannya.

"Dad,"  sapa Lucas memulai dengan hati-hati,

"aku butuh mobil buat kuliah. Jarak rumah ke kampus jauh, dan mobil yang aku kendarai juga terkadang mogok di tengah jalan bikin aku telat, " ujarnya. 

Daddy Kenzo meletakkan ponselnya, menatap Lucas dengan serius. "Mobil? baik, tapi kamu tahu kan bahwa kamu harus menabung dulu. Kalau sudah terkumpul sebagian, Daddy akan tambahkan sisanya."

Lucas mengangguk, meski sedikit kecewa. "Baik, Dad. Aku akan mulai menabung."

Tidak lama setelah itu, Alexandria si bungsu yang selalu ceria, mengajukan permintaannya.

 "Dad, aku lihat ada skincare baru yang lagi trend. Teman-teman aku udah pada pakai semua katanya bagus dan recomended. Beliin ya dad?" ujarnya dengan puppy eyesnya. 

Daddy Kenzo tersenyum tipis. "Oke, Lexa. Besok Daddy belikan."

Mendengar hal itu, Lucas yang duduk di sebelah Alexandria langsung terdiam. Matanya menyipit, melihat bagaimana permintaan Lexa langsung disetujui tanpa syarat. Xaviero yang diam-diam memperhatikan, merasakan ketidaknyamanan yang sama. Ketidakadilan seperti ini sudah sering mereka rasakan sejak adanya Alexandria. 

"Dad, kenapa Lexa bisa langsung dibeliin skincare besok, sementara aku harus menabung dulu untuk mobil? Ini nggak adil, " ucap Lucas dengan hati yang menggebu-gebu. 

Daddy Kenzo pun beralih menatap Lucas, sedikit terkejut dengan nada bicara Lucas seraya berkata. "Lucas, mobil dan skincare itu berbeda. Mobil itu barang besar dan mahal, sementara skincare hanya barang kecil. Tentu perlakuannya berbeda."

Xaviero, yang dari tadi hanya mendengar, tiba-tiba ikut angkat bicara, dengan nada lebih tajam. "Ini bukan soal mahal atau murah Dad, ini soal keadilan. Dari dulu, Lexa selalu dapat apa yang dia minta tanpa harus berusaha. Aku dan Lucas selalu disuruh menabung, kerja keras dulu. Kenapa Daddy selalu memanjakan Lexa?"

Daddy Kenzo tampak bingung dan sedikit terluka mendengar ucapan putra sulungnya. "Xaviero, Daddy tidak pilih kasih. Apa yang Daddy lakukan selalu demi kebaikan kalian semua."

"Tapi kenapa Lexa selalu dapat perlakuan berbeda? Apakah karena dia anak bungsu?" Suara Xaviero meninggi, menciptakan ketegangan di meja makan. Mommy Kalila yang terkejut pun sampai berhenti menyuap, Lucas yang semakin menundukkan kepalanya, sementara Alexandria hanya bisa menatap kosong, merasa terpojok oleh situasi yang tidak ia duga.

Daddy Kenzo menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. "Daddy hanya ingin kalian belajar tanggung jawab, terutama untuk hal-hal besar seperti mobil. Lexa masih anak sekolah, dia butuh sedikit dorongan. Itu bukan berarti Daddy pilih kasih."

"Dorongan?" Xaviero menyahut getir. "Kalau begitu, buat apa aku dan Lucas belajar kerja keras kalau Lexa tinggal minta, langsung dapat?" lanjutnya. 

Mommy Kalila akhirnya angkat bicara, mencoba mencairkan suasana yang semakin menegangkan itu. "Vier, Daddy tidak bermaksud begitu, nak. Kalian semua penting. Daddy hanya punya cara berbeda untuk mendidik kalian sesuai usia dan kebutuhan."

Namun Xaviero sudah terlalu marah untuk mendengarkan. Dia berdiri dari kursinya, wajahnya memerah. "Aku capek selalu saja jika aku atau Lucas yang meminta selalu berkata 'nanti nabung dulu,'Lexa? langsung mendapatkannya hari itu juga. Kalau begini terus, buat apa berusaha?"

Tanpa menunggu jawaban, Xaviero melangkah keluar dari ruang makan, meninggalkan keheningan yang berat.

Malam itu, setelah semua aktivitas selesai, Daddy Kenzo duduk di ruang tamu, memikirkan kejadian pagi tadi. Dia tahu, mungkin caranya memperlakukan anak-anaknya tidak selalu terlihat adil, tapi niatnya selalu untuk kebaikan mereka. Namun jelas, ada sesuatu yang harus diperbaiki dalam hubungan mereka, terutama dengan Xaviero dan Lucas.

***

Keesokan harinya, yang merupakan hari libur yang dinantikan semua orang untuk beristirahat dari aktivitas sehari-hari, keluarga Madisson kembali berkumpul. Namun, ketegangan yang belum sepenuhnya hilang dari kemarin pagi masih terasa di hati setiap anggota keluarga. Xaviero mengurung diri di kamar, Lucas sibuk dengan pikirannya sendiri, dan Alexandria termenung di kamar. Daddy Kenzo duduk di ruang kerjanya, memikirkan cara untuk memperbaiki keadaan. Sementara itu, Mommy Kalila, yang menjadi saksi dari semuanya, merasa hatinya berdebar tidak karuan. 

"Mungkin ini salahku juga," gumam Mommy Kalila, memandang keluar jendela menikmati angin yang menerpa wajahnya, masuknya cahaya matahari dicelah jendela menciptakan bayangan kelam di dinding rumah, seakan-akan mengharapkan kehangatan rumah itu kembali semula. Selesai makan bersama mereka pun diminta berkumpul di ruang tamu oleh Daddy Kenzo. 

Ketegangan semakin terasa ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tamu pada pagi itu. Daddy Kenzo memulai pembicaraan dengan nada serius.  

"Kita perlu bicara," ucapnya singkat, tapi penuh tekanan.  

Xaviero menatap ayahnya dengan dingin, sementara Lucas yang tampak cuek dengan sekitar. Alexandria, yang merasa dirinya penyebab konflik, hanya bisa menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa bersalah. Mommy Kalila duduk di samping Daddy Kenzo, mencoba menjaga ketenangan meski wajahnya menyiratkan kekhawatiran.  

Daddy Kenzo melanjutkan, "Daddy tahu ada rasa tidak adil yang kalian rasakan, terutama kamu, Xaviero, dan Lucas. Daddy minta maaf kalau cara Daddy selama ini membuat kalian merasa seperti itu."  

Namun, suara Xaviero memotong. Nada suaranya rendah, tapi tajam.

"Permintaan maaf nggak akan mengubah apa yang sudah terjadi, Dad. Kami selalu berusaha keras, tapi rasanya itu tidak pernah cukup dibandingkan Lexa."  

"Daddy hanya ingin kalian belajar tanggung jawab—"  

"Belajar tanggung jawab?!" potong Xaviero menaikkan suaranya. "Selama ini, aku dan Lucas belajar dengan cara dipaksa, sementara Lexa? Dia tinggal minta, dan langsung dapat."  

Suasana menjadi semakin tegang. Mommy Kalila yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. Suaranya lembut, tapi tegas.  

"Xaviero, cukup, " ujarnya. 

Semua mata beralih pada Mommy Kalila, yang kini menatap Xaviero dengan mata berkaca-kaca namun penuh ketegasan. "Mommy tahu kamu marah. Mommy tahu kamu kecewa. Tapi apa kamu pikir menyimpan rasa marah seperti ini akan memperbaiki apa pun? Ini rumah kita. Keluarga kita. Kalau kamu ingin memperbaiki keadaan, kamu juga harus belajar bicara tanpa melukai." Xaviero terdiam, terlihat sedikit terpukul oleh kata-kata ibunya. Namun sebelum ia belum sempat membalas karena melihat Mommy nya yang belum selesai berbicara. 

 "Vier, Lucas, Mommy tahu kalian sudah berusaha keras. Mommy sangat bangga pada kalian berdua. Tapi terkadang, sebagai orang tua, Mommy dan Daddy ingin memastikan kalian siap menghadapi dunia yang tidak selalu adil. Karena itu, kami mungkin terlihat lebih keras pada kalian." Ucapnya dengan mata yang menatap lebih lembut dan suaranya yang sudah tidak tersirat ketegasan seperti sebelumnya. 

Xaviero menghela napas panjang sebelum akhirnya bicara. "Mom, aku mengerti. Tapi aku juga ingin kalian melihat bahwa aku dan Lucas hanya ingin dihargai. Kami ingin merasa perjuangan kami berarti, " ucap Vier. 

Mommy Kalila menganggukkan kepala seraya melanjutkan pembicaraan nya dengan Alexandria, ia pun beralih menatap Lexa sembari berkata. "Lexa, kamu tahu betapa Mommy dan Daddy sayang padamu. Tapi sayang itu tidak berarti kamu selalu mendapatkan semua yang kamu inginkan. Kamu juga harus belajar melihat apa yang kakakmu rasakan, kamu juga jika meminta apapun itu berusaha dulu ya? menabung misalnya. Apa kamu pikir kakak kakakmu nggak lelah berjuang tanpa merasa dihargai?"  

Alexandria menunduk, air matanya mulai mengalir. "Aku nggak pernah bermaksud bikin mereka merasa begitu, Mom. Aku juga tidak ingin jika kakak merasa bahwa aku yang diistimewakan di keluarga ini. Aku cuma..... Aku nggak tahu kalau itu melukai mereka."  

Mommy Kalila mengangguk, lalu memandang Lucas. "Dan kamu, Lucas, selama ini kamu diam, tapi Mommy tahu kamu memendam banyak hal. Kalau kamu merasa ada yang salah, katakan. Jangan biarkan rasa itu menggerogoti dirimu sendiri."  

Lucas menghela napas panjang. "Mom, aku cuma ingin kita jadi keluarga yang tanpa adanya masalah apapun dan keluarga yang harmonis, makanya aku tidak ingin berbicara yang nantinya akan membuat kita renggang. Aku tahu Lexa masih kecil, tapi kadang aku merasa apa yang aku lakukan tidak pernah dianggap cukup."  

Ruangan itu kembali sunyi. Namun, kali ini sunyi yang lebih menenangkan, seolah semua orang tengah merenungi kata-kata Mommy Kalila. Daddy Kenzo akhirnya bicara, nadanya tak penuh ketegasan seperti sebelumnya.  

"Kalian benar. Mungkin Daddy terlalu keras pada Xaviero dan Lucas, dan terlalu lunak pada Lexa. Tapi Daddy hanya ingin kalian semua tumbuh menjadi yang terbaik. Mungkin cara Daddy salah, dan Daddy minta maaf untuk itu."  

Mommy Kalila meraih tangan suaminya, memberi dukungan. "Dan kita semua harus belajar dari ini. Tidak ada keluarga yang sempurna, tapi kita bisa memperbaikinya. Mulai sekarang, mari kita belajar bicara dengan jujur tanpa menyakiti, dan mendengarkan tanpa menghakimi."  

Xaviero menatap ibunya. Suaranya akhirnya terdengar lebih tenang, meski masih berat. "Aku hanya ingin kita jadi keluarga yang saling menghargai, Mom. Itu saja."  

Alexandria menyeka air matanya, lalu berkata pelan, "Aku akan belajar jadi adik yang lebih baik. Maaf kalau aku membuat Kak Vier dan Kak Lucas merasa nggak dihargai."  

Lucas menambahkan, "Aku cuma ingin kita tetap bersama. Kita ini keluarga, dan aku nggak mau kehilangan itu."  

Pagi itu, suasana ruang tamu perlahan berubah. Ketegangan yang sebelumnya menghimpit mulai mengendur, digantikan oleh kehangatan yang selama ini sempat terselubung. Keluarga Madisson menyadari bahwa meskipun langkah mereka sering tak terdengar, setiap jejak yang mereka tinggalkan adalah bagian dari perjalanan bersama. Perbedaan tidak akan pernah hilang, tetapi dengan saling memahami, mereka percaya bahwa keharmonisan bisa terjaga, meskipun terkadang harus melewati badai yang berat. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun