Mohon tunggu...
Tristan Secandri
Tristan Secandri Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa ISI Yogyakarta Jurusan DKV Angkatan 2021

Illustrator & Designer Artist

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Estetika dan Kontruksi Sosial Budaya Dalam Makam Ratu Malang

11 Desember 2024   11:20 Diperbarui: 11 Desember 2024   11:15 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 9. Penanda makam Ratu Malang

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data primer berupa observasi langsung dan wawancara juru kunci setempat, serta data sekunder yang dikumpulkan dari kajian pustaka berbagai sumber relevan. Menurut Moloeng, (2007:6) metode deskriptif kualitatif dilakukan untuk memahami dan mendeskripsikan fenomena terkait dengan apa yang dialami subjek penelitian secara keseluruhan.

Metode kualitatif pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis naratif. Menurut Rohmah, (2024) metode analisis naratif berfokus untuk memahami dan menafsirkan data berbentuk narasi atau cerita dan wawancara mendalam. Teori semiotika oleh Roland Barthes digunakan untuk menjadi teori pendukung penelitian ini guna memaknai tanda-tanda yang terdapat pada desain makam. Adapun tiga pemikiran inti dari Roland Barthes yaitu denotasi, konotasi, dan mitos. Denotasi menjelaskan makna harfiah yang sudah disepakati dalam budaya, sementara konotasi menjelaskan makna laten atau tersembunyi dalam makam yang dalam pemaknaannya sudah dipengaruhi oleh konteks sosial yang melekat pada tanda tersebut. Barthes juga menyatakan keterlibatan mitos dalam konsep semiotiknya. Mitos merupakan narasi yang diyakini kebenarannya oleh khalayak umum, meski belum bisa dibuktikan kebenarannya.

KAJIAN PUSTAKA

Skripsi yang ditulis oleh Rian Permadi yang berjudul  Sakralisasi Antaka Pura dan Perilaku Para Peziarah di Desa Gunung Kelir, Pleret, Bantul, Yogyakarta berfokus pada perilaku para peziarah dan pengaruh sakralisasi peziarah ke makam tersebut. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini mengungkapkan bahwa peziarah melakukan penghormatan, pemujaan, dan mengharapkan kelancaran dalam hidup dengan melakukan ritual-ritual.

Letak kesamaan pada penelitian ini sama-sama membahas makam Ratu Malang. Perbedaan pada penelitian tersebut menggunakan teori Mitos, Sakral, dan Profan dari Mircea Eliade dalam konteks agama. Sedangkan penelitian Estetika dan Konstruksi Sosial Budaya dalam makam Ratu Malang ini menggunakan teori Roland Barthes yang menganalisis pada estetika visual makam Ratu Malang, seperti kain batik, payung, dan tata letak, yang merepresentasikan konstruksi sosial.

Selanjutnya artikel yang ditulis oleh Iswati yang berjudul Kajian Estetik dan Makna Simbolik di Komplek Makam Sunan Desa Sendangduwur Paciran Lamongan. Berfokus pada estetika kompleks makam tersebut. Melalui pendekatan kualitatif dan pendapat  Sachari (2002: 12-13) estetika jawa memiliki ciri-ciri yaitu: bersifat kontemplatif transendental, bersifat simbolik, dan filosofis. Menjelaskan bentuk struktur kompleks dan simbol pada makam Sunan Desa Sendangduwur sebagai bentuk keindahan dan penghormatan.

Letak kesamaan antara penelitian ini yaitu keduanya membahas makna simbolik dari ornamen pada makam. Perbedaan pada kedua penelitian ini adalah, dalam penelitian Iswati, mengungkap kompleksitas estetika makam Sunan Desa Sendangduwur, sedangkan penelitian ini berusaha mengungkap estetika kesederhanaan pada makam Ratu Malang.

Berikutnya dalam jurnal yang ditulis oleh Nabila Roshanbahar dengan judul Konstruksi Sosial Ziarah Kubur di Makam Gus Dur. Jurnal ini membahas identitas dan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Gus Dur itu sendiri yang mempengaruhi konstruksi sosial. Teori yang dipakai merupakan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger dan teori tindakan sosial dari Max Weber. 

Penelitian ini memiliki kesamaan tentang adanya konstruksi sosial pada makam. Perbedaan penelitian ini terletak pada cakupan pembahasannya yang lebih komprehensif dan terasosiasi. Pembahasan konstruksi sosial Makam Ratu Malang tidak hanya berdasarkan tindakan berziarah dari masyarakat saja, namun juga dari aspek pemaknaan estetika visual yang saling mempengaruhi konstruksi sosial pada makam. 

PEMBAHASAN 

Nama Makam Antakapura sendiri diambil dari bahasa Kawi atau bahasa Jawa Kuno yang artinya Istana Kematian atau tempat peristirahatan terakhir yang kekal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun