ESTETIKA DAN KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA DALAM MAKAM RATU MALANG
Kelompok Merah
Ahmad Hafid Sa'dulloh(1), Alyssa Fatima Zahra(2), Berliana Putri Devy(3), Bia Indira(4), Bima Nusa Tama(5), Dwi Febriantika Sari(6), Fadli(7), Nesha Syahira Prystianty(8), Salfa Alicia(9), Shaqina Alfisyah(10), (Ketua) Tristan Rayhan Irsyad Secandri(11) (ketua kelompok), Wahyu Barokah(12)
Prodi Desain Komunikasi Visual, Jurusan Desain,Â
Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Jalan Parangtritis KM. 6,5 Sewon Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
parahmen515@gmail.com, alyssafatimazahra18@gmail.com, pberliana2@gmail.com, biaindira1@gmail.com, bimatama85@gmail.com, dwiffebrian8@gmail.com, fdlyjr9@gmail.com, neshasyahirap@gmail.com, aliciasalfa@gmail.com, shaqinaalfisyah1@gmail.com, tristansecandri@gmail.com, nyu2nyu1234@gmail.com   Â
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji estetika visual pada makam Ratu Malang melalui unsur-unsur seperti kain batik, payung, dan tata letaknya yang merepresentasikan konstruksi sosial masyarakat Jawa. Metode penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara, dan analisis literatur terkait sejarah serta budaya makam yang dianalisis dengan teori semiotika Roland Barthes. Pendekatan lima sila estetika oleh Sumbo Tinarbuko digunakan untuk menggali hubungan antara elemen desain dan konteks sosial-budaya masyarakat Jawa. Hasil penelitian ialah selain nilai estetika, atribut dan tata letak juga mencerminkan hierarki sosial, status, dan konstruksi budaya Jawa. Penelitian ini menawarkan perspektif baru dalam melihat kaitan antara desain makam dengan identitas kolektif dan keberlanjutan budaya.
Kata kunci: Estetika desain, Batik, makam Ratu Malang, Semiotika, Hierarki Sosial
ABSTRACT
This study aims to examine the visual aesthetics of the Ratu Malang tomb, through elements such as batik cloth, umbrella, and layout, which represent the social construction of Javanese society. The research method used is the qualitative descriptive study with data collection through direct observation, interview, and literature analysis related to the history and culture of the tomb, analyzed using Roland Barthes' semiotic theory. The five Sila aesthetic analysis approach by Sumbo Tinarbuko is used to explore the connection between the design elements and the socio-cultural context of Javanese society. The research findings indicate that, in addition to aesthetic values, the attributes and layout also reflect social hierarchy, status, and Javanese cultural constructs. This study offers a new perspective on the connection between tomb design, collective identity, and cultural sustainability.
Keywords: Design aesthetics, Batik, Ratu Malang Tomb, Semiotics, Social Hierarchy
PENDAHULUANÂ
Makam Ratu Malang merupakan kompleks pemakaman yang dibangun pada tahun 1665-1668. Di dalamnya terdapat makam dari selir Raja Amangkurat I yang dikenal sebagai Ratu Malang beserta 27 nisan lainnya. Situs pemakaman ini menyimpan peninggalan arkeologis yang memiliki konteks sejarah Kerajaan Mataram Islam pada pertengahan abad ke-17. Mataram Islam dalam perkembangannya memiliki tiga poros utama, yaitu Kotagede, Kerta-Pleret, dan Imogiri. Dengan mengetahui hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa situs yang terletak di Kecamatan Pleret ini merupakan peninggalan yang cukup penting dari Mataram Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis estetika desain dalam atribut visual pada makam Ratu Malang, seperti kain batik, payung, dan tata letak makam, yang mencerminkan konstruksi sosial dan status budaya masyarakat Jawa. Selain itu, penelitian ini juga mengungkap makna simbolis dari elemen-elemen tersebut dalam konteks identitas, informasi, dan promosi budaya.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Untuk mengeksplorasi makna, simbolisme, serta nilai-nilai kebudayaan, dilakukan wawancara mendalam dengan juru kunci serta analisis dokumen literatur sejarah dan tulisan kajian terdahulu.
Penelitian ini juga menggunakan metode analisis lima sila estetika desain oleh Sumbo Tinarbuko. Kelima sila tersebut meliputi: (1) Kesederhanaan, (2) Masa Depan, (3) Simbol, (4) Tata Nilai & Tata Kelola Peradaban, dan (5) Feminitas & Maskulinitas. Ada tiga sila yang relevan untuk makam Ratu Malang, yaitu sila Kesederhanaan, yang terlihat pada desain minimalis dan penggunaan material batu andesit tanpa ornamen berlebihan; sila Tata Nilai & Tata Kelola Peradaban, yang tercermin dari perbedaan tingkat makam yang menunjukkan hierarki sosial; serta sila Masa Depan, yang menghubungkan estetika makam dengan keberlanjutan budaya penghormatan kolektif terhadap tokoh masyarakat dalam masyarakat Jawa.
Penelitian ini juga menggunakan teori semiotika Roland Barthes, yang mencakup denotasi, konotasi, dan mitos, dalam memaknai tanda-tanda yang terdapat pada desain makam.
Kajian terdahulu cenderung mendalami sejarah dan logika mistik pada situs makam, seperti dalam skripsi yang ditulis oleh Rian Permadi yang berjudul  Sakralisasi Antaka Pura dan Perilaku Para Peziarah di Desa Gunung Kelir, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Sementara, kebaruan dalam penelitian ini terletak pada analisis mendalam terhadap aspek-aspek visual dan penggunaan elemen desain pada makam Ratu Malang yang mencerminkan konteks konstruksi sosial dan budaya masyarakat pada saat itu.
Penulis juga menemukan pentingnya peran visual untuk menunjukkan fungsi identitas, informasi, dan promosi objek kajian. Kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih skolastik di bidang Desain Komunikasi Visual dalam menyampaikan konteks visual yang memuat ketiga fungsi di atas.
METODE PENELITIANÂ
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data primer berupa observasi langsung dan wawancara juru kunci setempat, serta data sekunder yang dikumpulkan dari kajian pustaka berbagai sumber relevan. Menurut Moloeng, (2007:6) metode deskriptif kualitatif dilakukan untuk memahami dan mendeskripsikan fenomena terkait dengan apa yang dialami subjek penelitian secara keseluruhan.
Metode kualitatif pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis naratif. Menurut Rohmah, (2024) metode analisis naratif berfokus untuk memahami dan menafsirkan data berbentuk narasi atau cerita dan wawancara mendalam. Teori semiotika oleh Roland Barthes digunakan untuk menjadi teori pendukung penelitian ini guna memaknai tanda-tanda yang terdapat pada desain makam. Adapun tiga pemikiran inti dari Roland Barthes yaitu denotasi, konotasi, dan mitos. Denotasi menjelaskan makna harfiah yang sudah disepakati dalam budaya, sementara konotasi menjelaskan makna laten atau tersembunyi dalam makam yang dalam pemaknaannya sudah dipengaruhi oleh konteks sosial yang melekat pada tanda tersebut. Barthes juga menyatakan keterlibatan mitos dalam konsep semiotiknya. Mitos merupakan narasi yang diyakini kebenarannya oleh khalayak umum, meski belum bisa dibuktikan kebenarannya.
KAJIAN PUSTAKA
Skripsi yang ditulis oleh Rian Permadi yang berjudul  Sakralisasi Antaka Pura dan Perilaku Para Peziarah di Desa Gunung Kelir, Pleret, Bantul, Yogyakarta berfokus pada perilaku para peziarah dan pengaruh sakralisasi peziarah ke makam tersebut. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini mengungkapkan bahwa peziarah melakukan penghormatan, pemujaan, dan mengharapkan kelancaran dalam hidup dengan melakukan ritual-ritual.
Letak kesamaan pada penelitian ini sama-sama membahas makam Ratu Malang. Perbedaan pada penelitian tersebut menggunakan teori Mitos, Sakral, dan Profan dari Mircea Eliade dalam konteks agama. Sedangkan penelitian Estetika dan Konstruksi Sosial Budaya dalam makam Ratu Malang ini menggunakan teori Roland Barthes yang menganalisis pada estetika visual makam Ratu Malang, seperti kain batik, payung, dan tata letak, yang merepresentasikan konstruksi sosial.
Selanjutnya artikel yang ditulis oleh Iswati yang berjudul Kajian Estetik dan Makna Simbolik di Komplek Makam Sunan Desa Sendangduwur Paciran Lamongan. Berfokus pada estetika kompleks makam tersebut. Melalui pendekatan kualitatif dan pendapat  Sachari (2002: 12-13) estetika jawa memiliki ciri-ciri yaitu: bersifat kontemplatif transendental, bersifat simbolik, dan filosofis. Menjelaskan bentuk struktur kompleks dan simbol pada makam Sunan Desa Sendangduwur sebagai bentuk keindahan dan penghormatan.
Letak kesamaan antara penelitian ini yaitu keduanya membahas makna simbolik dari ornamen pada makam. Perbedaan pada kedua penelitian ini adalah, dalam penelitian Iswati, mengungkap kompleksitas estetika makam Sunan Desa Sendangduwur, sedangkan penelitian ini berusaha mengungkap estetika kesederhanaan pada makam Ratu Malang.
Berikutnya dalam jurnal yang ditulis oleh Nabila Roshanbahar dengan judul Konstruksi Sosial Ziarah Kubur di Makam Gus Dur. Jurnal ini membahas identitas dan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Gus Dur itu sendiri yang mempengaruhi konstruksi sosial. Teori yang dipakai merupakan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger dan teori tindakan sosial dari Max Weber.Â
Penelitian ini memiliki kesamaan tentang adanya konstruksi sosial pada makam. Perbedaan penelitian ini terletak pada cakupan pembahasannya yang lebih komprehensif dan terasosiasi. Pembahasan konstruksi sosial Makam Ratu Malang tidak hanya berdasarkan tindakan berziarah dari masyarakat saja, namun juga dari aspek pemaknaan estetika visual yang saling mempengaruhi konstruksi sosial pada makam.Â
PEMBAHASANÂ
Nama Makam Antakapura sendiri diambil dari bahasa Kawi atau bahasa Jawa Kuno yang artinya Istana Kematian atau tempat peristirahatan terakhir yang kekal.
Berdasarkan hasil observasi dengan metode riset lapangan dan wawancara dengan juru kunci sebagai narasumber, didapatkan data-data dari makam Ratu Malang. Makam ini berada di dalam Kompleks Makam Antakapura yang berada di atas bukit Gunung Kelir, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Kompleks makam ini dikelilingi tembok yang terbuat dari susunan batu-batu. Awalnya, terdapat guratan-guratan wayang kulit yang terukir di tembok tersebut. Namun, seiring zaman, tembok batu tersebut sudah mulai runtuh dan guratan-guratan sudah mulai pudar. Selain makam Ratu Malang, di dalam kompleks makam ini terdapat banyak makam lain yang merupakan makam dari para penghuni kerajaan, seperti pelayan, pengikut setia, dayang-dayang sang Ratu Malang, dan Ki Dalang Panjang Mas. Dalam kompleks makam ini terdapat dua makam utama, yaitu makam Ki Dalang Panjang Mas dan makam Ratu Malang.
Pada bagian makam Ratu Malang, terdapat tujuh makam lainnya yang merupakan dayang-dayang ratu, yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi tiga makam kecil di tanah yang dilapisi kain putih. Ukuran makam ini hanya setengah dari makam-makam lain untuk memberi ruang bagi lantai keramik. Sementara bagian kedua berisi lima makam besar, termasuk makam Ratu Malang, di atas lantai keramik hitam. Bagian makam ini memiliki tembok yang diyakini dulunya adalah rumah beratap cungkup  yang memisahkan makam-makam ini dari makam lain. Menurut narasumber, keberadaan atap tersebut menandakan bahwa makam Ratu Malang mendapatkan tempat khusus dibandingkan makam yang lainnya. Selain lantai keramik, kelima makam tersebut juga dilapisi dengan kain putih dan kain batik dengan corak berbeda-beda.Â
Makam Ratu Malang yang memiliki ukuran panjang 192 cm dan lebar 74 cm ini dilapisi dengan kain batik Truntum dan juga payung di sampingnya. Kain-kain batik ini berasal dari pemberian para peziarah sebagai bentuk penghormatan.
Lantai keramik hitam di sekeliling makam Ratu Malang bukanlah asli dari situs tersebut, melainkan hasil pemugaran. Dahulunya makam sang ratu beralaskan batu kapur, namun namun karena sudah termakan usia, lantai batu kapur tersebut menghitam dan pecah sehingga terlihat seperti tanah.
Hasil WawancaraÂ
Berdasarkan wawancara langsung dengan Sarjito sebagai juru kunci, situs makam ini dibangun pada tahun 1665 hingga 1668 oleh Amangkurat I, raja Mataram Islam yang memerintah di Keraton Pleret dari 1646 sampai 1677.
Berdasarkan kisahnya, Retno Gumilang atau Nyai Truntum adalah istri dari dalang tersohor pada masanya, Ki Dalang Panjang Mas yang dikenal memiliki hubungan langsung dengan penguasa Pantai Selatan. Amangkurat I terpesona dengan kecantikan dari Retno Gumilang dan menginginkan wanita tersebut untuk menjadi istrinya. Keinginannya itu ditolak mentah-mentah oleh Ki Dalang Panjang Mas, karena wanita tersebut merupakan istrinya.Â
Hasutan dari para pengikutnya membuat Amangkurat I merebut paksa Retno Gumilang dari suaminya, sehingga Ki Dalang Panjang Mas dibunuh dan kemudian dimakamkan di Gunung Kelir. Setelah menjadi selir raja, Retno Gumilang kemudian diangkat menjadi permaisuri yang paling dicintai oleh Amangkurat I. Julukan Ratu Malang diberikan oleh selir-selir raja yang lain karena ia dianggap menghalangi cinta sang raja terhadap mereka. Ratu Malang meninggal pada tahun 1665. Awalnya ia dimakamkan di tempat sendang yang berada di atas bukit, namun air terus muncul dan menggenangi tempat itu. Akhirnya ia dimakamkan tidak jauh dari makam Ki Dalang Panjang Mas di Gunung Kelir. Kompleks makam tersebut dibangun dengan dinding batu putih dan nisan batu andesit.Â
Secara penempatan tata letak makam, menurut Sarjito, lokasi makam Ratu Malang sengaja ditempatkan di posisi paling tinggi karena statusnya adalah permaisuri, sehingga derajatnya lebih tinggi.
Kini, tindakan yang dilakukan pemerintah untuk menjaga situs makam ini adalah dengan menjadikannya sebagai cagar budaya. Selain itu, tradisi spiritual yang dilakukan oleh para peziarah seperti artis, dalang, dan sinden di makam ini untuk meminta restu & doa guna disukseskan karirnya turut membantu pemeliharaan makam.
Gambar Makam Ratu Malang
Tiga Fungsi DKV: Identitas, Informasi dan Promosi dalam Makam Ratu Malang
Fungsi identitas pada makam berfokus pada bagaimana desain makam atau situs pemakaman merepresentasikan identitas.Â
Peletakan Batik Truntum pada makam Ratu Malang merupakan inisiatif para peziarah sekaligus usaha untuk meremajakan makam. Hal ini menunjukan keinginan menjaga kehormatan dan kesakralan makam Ratu Malang, serta menjadi simbol masyarakat yang menjaga tradisi. Menurut teori Weber, tindakan masyarakat itu merupakan tindakan sosial affectual, yaitu tindakan yang didorong oleh aspek emosional dari peziarah (Roshanbahar, 2015). Bentuk penghormatan tersebut juga diimplementasikan pada payung di makam yang memperkuat identitas Ratu Malang sebagai tokoh yang dihormati.
Representasi identitas sosial juga terlihat pada peletakan kijing yang dibagi menjadi tiga lokasi dan kedudukan yang berbeda. Semakin tinggi makam, semakin tinggi pula kelas sosialnya, begitu juga sebaliknya.
Fungsi informasi pada makam Ratu Malang terdapat pada tulisan yang ada di depan makam Ratu Malang, "Kanjeng Ratu Mas Malang, Garwa Dalem I.S.K.S Amangkurat I, Nurdi Keputren", yang menginformasikan bahwa Ratu Malang merupakan istri dari Amangkurat I.
Fungsi Promosi pada makam tersebut dibuktikan dengan berlangsungnya prosesi adat legitimasi dalang dan sinden purwa yang dapat mempromosikan dan mempertahankan relevansi makam tersebut di masyarakat.
Analisis Sila Estetika Desain
1. Sila KesederhanaanÂ
Makam berbentuk sederhana tanpa memiliki ukiran simbolik di sisi-sisi makamnya. Dalam tradisi Kejawen, konsep kesederhanaan sering kali dihubungkan dengan cara pandang seseorang terhadap sebuah kehidupan yang hanya bersifat sementara.Â
Pepatah 'Manunggaling Kawula Gusti' biasa digaungkan di dunia pewayangan. Pepatah ini berasal dari Syekh Siti Jenar dengan arti bersatunya hamba dengan Tuhan, menekankan kesadaran bahwa dunia setelah kematian hanyalah kehampaan, dan tujuan dari adanya sebuah kehidupan adalah menyatu dengan Sang Pencipta. Keyakinan akan lebih pentingnya kehidupan setelah kematian inilah yang membuat makam berbentuk sederhana, karena bentuk makam dianggap bersifat duniawi.
2. Sila Tata Nilai & Tata Kelola Peradaban
Kompleks Makam Antakapura memiliki tata letak berundak yang dibagi menjadi tiga tingkatan. Bagian pertama yang terletak di level tanah normal memiliki 19 nisan digunakan untuk mengubur pengikut Ki Dalang Panjang Mas, sinden, dan para pemusik. Bagian kedua, dipisahkan dengan level tanah yang sedikit lebih tinggi, digunakan untuk mengubur Ki Dalang Panjang Mas di antara akar pohon. Sementara bagian terakhir, yang memiliki level tanah paling tinggi, berisi delapan nisan, yaitu nisan Ratu Malang beserta beberapa pengikut setianya. Level tanah ini juga memiliki beberapa tingkatan yang membedakan antara makam Ratu Malang dengan makam-makam pengikutnya.
Perbedaan tingkatan tanah ini menunjukkan perbedaan strata sosial antara rakyat biasa dan orang yang dihormati. Beberapa makam juga dilengkapi dengan ornamen tambahan, seperti kain putih, kain jarik, dan payung. Alasan utama makam-makam tersebut ditutup dengan kain masih berkaitan dengan mitos masyarakat Jawa, yaitu anjuran untuk menutupi makam dengan kain untuk menunjukkan penghormatan terhadap mendiang. Kain pada makam diganti secara berkala oleh peziarah yang bersedia, dan sering kali dengan motif yang berbeda sesuai kemampuan peziarah. Â Sementara, peletakan payung dimaksudkan untuk menandakan letak Ratu Malang.
Peletakan makam di atas bukit juga dipengaruhi oleh strata sosial. Makam tokoh-tokoh penting, terutama bangsawan, diletakkan di dataran tinggi agar lebih dekat dengan Tuhan.Â
3. Sila Masa DepanÂ
Kompleks makam Ratu Malang juga menjadi bukti tradisi penghormatan kepada tokoh-tokoh berpengaruh di masyarakat. Rasa hormat terhadap makam sering kali diiringi dengan narasi makam sakral. Kesakralan pada konteks makam ini berarti makam tersebut dilihat lebih dari sekedar tempat peristirahatan terakhir. Hal ini ditunjukkan oleh makam Ratu Malang yang diperlakukan dengan penghormatan, seperti menghias dengan kain putih, kain batik, payung, dan pemasangan dupa. Pemasangan atribut tersebut dilakukan atas inisiatif dari para peziarah yang meminta restu. Budaya penghormatan ini akan terus berlanjut selama makam tersebut masih dianggap sakral.
Makam ini juga menjadi simbol keberlanjutan identitas kolektif dalam konteks budaya di masa depan. Untuk menjaga keberlanjutan, estetika, dan nilai pada makam, makam dibuat menggunakan batu andesit menciptakan warisan budaya yang kokoh.
Analisis Teori Roland Barthes pada makam Ratu MalangÂ
Makna denotasi pada makam adalah Batik Truntum yang terletak di atas makam Ratu Malang. Batik Truntum adalah kain batik dengan motif bintang-bintang kecil atau bunga-bunga yang tersebar merata secara repetitif di seluruh kain.
Sedangkan makna konotasinya ialah, kata "Truntum" berasal dari bahasa Jawa yang berarti tumbuh kembali atau bersemi kembali. Motif batik ini mengandung filosofi rasa cinta yang tulus dan abadi serta erat kaitannya dengan pernikahan. Hal ini dapat dimaknai dari bagaimana Amangkurat I mencintai Ratu Malang bahkan sampai saat dia sudah meninggal dunia (Kristian, 2022).
Mitos yang terkandung ialah nilai-nilai spiritual yang berupa kepercayaan dalam penempatan makam. Letak makam di atas bukit menyimbolkan kepercayaan bahwa semakin tinggi dataran makam, semakin dekat jenazah dengan Tuhan, sehingga diharapkan roh jenazah lebih mudah mendapatkan ketenangan.
Selain itu, nilai pencarian spiritual juga dilakukan oleh para peziarah yang datang dengan harapan bahwa segala urusan dalam karirnya, terutama di dunia hiburan, akan dimudahkan lewat restu yang diberikan leluhur.
KESIMPULAN
Atribut visual pada kompleks makam Ratu Malang mencerminkan nilai estetika desain yang erat kaitannya dengan konstruksi sosial masyarakat Jawa. Kain batik, payung, dan tata letak makam berfungsi sebagai elemen identitas, informasi, dan promosi yang tidak hanya membentuk narasi kesakralan makam, tetapi juga memperkuat keberlanjutan budaya. Â
Pada observasi lapangan didapati adanya pengaruh hierarki sosial dalam penataan makam, seperti Ratu Malang dan pengikutnya yang memiliki pembatas dan dilapisi kain batik Truntum sebagai pemilik status paling tinggi di antara makam-makam sekitarnya, sekaligus menambah faktor kesakralan makam. Namun, narasi kesakralan makam ini sering disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu, terutama pencuri kijing. Hal ini dapat dicegah dengan edukasi nilai estetika visual dan budaya bagi masyarakat.Kebaruan dari penelitian ini memberikan perspektif baru dalam Desain Komunikasi Visual dengan atribut visual yang melambangkan konstruksi sosial dan budaya. Penelitian ini juga memberikan sumbangsih untuk ilmu Desain Komunikasi Visual, dengan analisis estetika visual beserta nilai budaya sejarah dari situs makam tersebut. Hal ini menjadi kontribusi penting untuk mengembangkan pemahaman lebih dalam tentang hubungan antara desain, budaya, dan identitas sosial makam dalam praktik DKV.Â
DAFTAR PUSTAKAÂ
Afriati, Eka. 2021. Nilai-Nilai Spiritualitas pada Peziarah Makam Raja Amangkurat I Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal. Tegal. (UIN-JKT: Repository). https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/58077Â
Ambar. (2017, June 8). Teori semiotika Roland Barthes - PakarKomunikasi.com. PakarKomunikasi.com. https://pakarkomunikasi.com/teori-semiotika-roland-barthes
ChatGPT. https://chatgpt.com
Fiska, R. (n.d.). Pengertian Estetika: FungsiÂ
Dan Teorinya. https://www.gramedia.com/literasi/estetika/
Gilig, J. M. G. (2018, July 13). ANTAKAPURA ISTANA KEMATIAN. SATRIA MATARAM RANGKUTI RUKMINI. https://mataramgolonggilig.wordpress.com/2018/07/14/antakapura-istana-kematian-https-www-youtube-com-watchvdmr7ss0qn30/
Jogjacagar. (n.d.-b). JogjaCagar | Sistem Informasi Cagar Budaya. https://jogjacagar.jogjaprov.go.id/detail/3950/makam-ki-dalang-panjang-mas
Kebudayaan, D. P. (2016, April 5). Direktorat Pelindungan Kebudayaan. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/dpk/makam-dan-nisan-kubur/
Komputer, U. S. &. T. (n.d.). Makam Ratu Mas Malang. https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Makam_Ratu_Mas_Malang
Kontributor dari proyek Wikimedia. (2024, August 2). Makam yang Ratu Mas Malang. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Makam_Ratu_Mas_Malang
Kristian. (2022, October 24). Ada Cinta yang Tumbuh Kembali di Balik Makna Motif Batik Truntum. Krajan Batik. https://www.krajanbatik.com/post/makna-motif-batik-truntum#:~:text=Apa%20itu%20batik%20truntum%3F,yang%20serupa%20dengan%20kembang%20tunjangÂ
KTJ. (2019, April 19). Sengketa Cinta sang Paduka [Video]. YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=LqeZ_lvhFAM
Manunggaling Kawula-Gusti. (n.d.). Google Books. https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=KrvIEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=manunggaling+kawula+gusti&ots=7XujkETOqO&sig=aShSKTUOi8S1BWuEM8aeNHnc7DE&redir_esc=y#v=onepage&q=manunggaling%20kawula%20gusti&f=falseÂ
M, A. K. (2023). Kisah Tragis Selir Raja Mataram Islam Ratu Mas Malang, Selir Kesayangan Amangkurat I yangi Dimakamkan di Gunung Kelir. https://intisari.grid.id/read/033772178/kisah-tragis-selir-raja-mataram-islam-ratu-mas-malang-selir-kesayangan-amangkurat-i-yangi-dimakamkan-di-gunung-kelir
Permadi, Rian. (2018). SAKRALISASI ANTAKA PURA DAN PERILAKU PARA PEZIARAH DI DESA GUNUNG KELIR, PLERET, BANTUL, YOGYAKARTA. https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32441/1/13520035_BAB-I-V_DAFTAR%20PUSTAKA.pdfÂ
Iswati. (2016). KAJIAN ESTETIK DAN MAKNA SIMBOLIK ORNAMEN DI KOMPLEK MAKAM SUNAN DESA SENDANGDUWUR PACIRAN LAMONGAN, https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/arty/index
Prastiwi, D. (2022, February 9). Mengenal Batu Andesit, dari Asal Muasal hingga Keunggulannya. https://www.liputan6.com/news/read/4882467/mengenal-batu-andesit-dari-asal-muasal-hingga-keunggulannya?page=6
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Abstrak : Ed. Revisi; Penerbitan, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2018,Â
Rohmah, Muthiatur. (2024, April 4). Teknik Analisis Data Kualitatif: Definisi Hingga Langkahnya. https://dibimbing.id/blog/detail/teknik-analisis-data-kualitatif-definisiÂ
SAKRALISASI ANTAKA PURA DAN PERILAKU PARA PEZIARAH DI DESA GUNUNG KELIR, PLERET, BANTUL, YOGYAKARTA - Institutional Repository UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32441
Situs makam Ratu Malang. (n.d.). Pleret. https://pleret.id/artikel/2021/5/1/situs-makam-ratu-malang-1
Roshanbahar, Nabila. (2015) Konstruksi Sosial Ziarah Kubur Di Makam Gus Dur. https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmntsd6d92b82c4full.pdf
Tysara, L. (2024, January 16). Jenis penelitian kualitatif menurut para ahli, pahami karakteristiknya. liputan6.com. https://www.liputan6.com/hot/read/5299910/jenis-penelitian-kualitatif-menurut-para-ahli-pahami-karakteristiknya?page=2
Vianita, A. J. N. (2023, October 13). Kenapa Makam-makam di Gunungkidul Diselimuti Kain Putih? detikTravel. https://travel.detik.com/domestic-destination/d-6981269/kenapa-makam-makam-di-gunungkidul-diselimuti-kain-putihÂ
View of SEBUAH INFORMASI MUTAKHIR HASIL PENELITIAN TAHUN 2013 DI SITUS KEDATON PLERET, KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA. (n.d.-b). https://berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id/index.php/berkalaarkeologi/article/view/31/63Â
Yogyakarta, B. P. C. B. P. D. (2015, February 23). Situs makam Ratu Malang --Â
Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/situs-makam-ratu-malang/
Yogyakarta, B. P. C. B. P. D. (2018, Agustus 30). Situs makam Ratu Malang -- Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta/situs-makam-ratu-malang-2/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI