Bahkan jika KKR berjalan dengan maksimal, KKR hanya dapat meraih sebagian dari remaja Indonesia. Secara singkat, KKR merupakan program pendidikan kesadaran kesehatan seksual yang dilakukan oleh teman sebaya. Siswa yang terpilih akan menjalani pelatihan di puskesmas kemudian meneruskan pengetahuan tersebut kepada teman sebayanya. Namun, ini berarti remaja yang tidak bersekolah tidak dapat diraih oleh program KKR. Nyatanya, terdapat 0,65% remaja umur Sekolah Dasar, 6,77% remaja umur Sekolah Menengah Pertama, dan 21,47% remaja umur Sekolah Menengah Atas yang tidak bersekolah (Badan Pusat Statistik, 2021). Sehingga sejumlah remaja di Indonesia sama sekali tidak memiliki akses informasi tentang program PKPR.
Dengan demikian, terdapat dua permasalahan utama yang menjadi penghambat remaja untuk mengakses pelayanan kesehatan reproduksi, yakni permasalahan kognitif dan permasalahan psikososial. Permasalahan kognitif yang berhubungan dengan rendahnya pengetahuan remaja akan adanya pusat pelayanan kesehatan reproduksi dapat diatasi dengan cara meningkatkan publikasi di media telekomunikasi dan media cetak. Sedangkan, permasalahan psikososial yang berupa perasaan takut dan malu untuk mengunjungi pusat pelayanan kesehatan reproduksi dapat diatasi dengan mengubah persepsi buruk masyarakat mengenai pelayanan kesehatan reproduksi itu sendiri. Jika masyarakat lebih terbuka kepada pendidikan seksual serta pelayanan kesehatan reproduksi, remaja Indonesia juga pasti akan lebih mudah mengakses kedua hal tersebut sehingga menjadi lebih teredukasi, sehat, dan bijak dengan tubuh serta masa depannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI