"Yemi, kamu harus realistis. Hidup itu nggak cuma soal cinta. Kamu sudah dewasa, pikirkan masa depanmu. Lihat Adnan, dia belum matang. Bagaimana kamu mau membangun rumah tangga dengan pria seperti itu?"
Kata-kata ibunya terus terngiang di kepala Yemi. Namun, hatinya tetap membela Adnan.
Sementara itu, Adnan mulai merasa terbebani oleh hubungan ini. Ia mencintai Yemi, tapi tekanan dari keluarga Yemi dan keadaannya sendiri membuatnya sering kehilangan semangat. Suatu hari, ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya tanpa memberi tahu Yemi. Ketika Yemi mengetahuinya, ia marah besar.
"Kenapa kamu berhenti kerja tanpa bilang ke aku dulu?" suara Yemi meninggi.
"Aku nggak tahan, Yem. Bosku terlalu menekan," jawab Adnan lesu.
"Adnan, kamu nggak bisa terus begini! Kita butuh stabilitas. Aku butuh kamu yang kuat, yang mau berjuang. Kamu pikir semua ini gampang?"
Adnan hanya menunduk. "Aku minta maaf, Yem."
Situasi semakin rumit ketika seorang pria bernama Chandra hadir dalam hidup Yemi. Chandra adalah pria mapan, sopan, dan memiliki segala hal yang diinginkan keluarga Yemi untuk menjadi pasangan hidupnya. Ia mulai mendekati Yemi dengan cara yang halus namun tegas, membuat hati Yemi bimbang.
"Aku tahu kamu sedang dalam hubungan, Yem. Tapi aku di sini, kalau kamu butuh seseorang yang bisa memberi kamu stabilitas," kata Chandra suatu hari.
Yemi tertegun. Ia tahu Chandra adalah pilihan yang logis, tetapi hatinya masih terpaut pada Adnan.
Puncak dari segala drama ini terjadi ketika Yemi harus menghadiri sebuah acara keluarga besar bersama Chandra. Saat itu, Adnan melihat mereka berdua dari kejauhan. Rasa cemburu dan sakit hati membuncah dalam dirinya. Ia pun memilih untuk menjauh dari Yemi.