Tahun 2025 akan segera tiba dalam beberapa hari ini. Dengan penuh harapan, optimistis dan semangat positif, Kedai Cat Karman sebuah jaringan penjualan cat di Kabupaten Banyumas menggelar pentas kesenian ebeg Banyumasan pada hari Minggu, 29 Desember 2024.Â
Pertunjukan kesenian tradisional yang sangat digemari warga masyarakat di Kabupaten Banyumas tersebut diselenggarakan di kawasan Menara Teratai Purwokerto.
Sugeng Prayitno pendiri Kedai Cat Karman yang menginisiasi kegiatan mengatakan bahwa tujuannya menyelenggarakan kesenian ebeg ini adalah untuk memberikan hiburan kepada warga masyarakat, sekaligus untuk mempromosikan usahanya Kedai Cat Karman yang saat ini sudah memiliki jaringan di Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Cilacap, hingga Kabupaten Kebumen.
Pria berkacamata yang tampak pada foto di atas adalah Sugeng Prayitno pendiri Kedai Cat Karman. Dia mencintai kesenian ebeg dan sudah puluhan kali menginisiasi pertunjukan kesenian ebeg di beberapa tempat di Kabupaten Banyumas. Pada tahun 2024 ini saja Kedai Cat Karman sudah menggelar ebeg sebanyak 32 kali.
Beberapa bulan lalu, persisnya pada 28 April 2024, Sugeng Prayitno sempat menjadi pusat perhatian dunia seni di Kabupaten Banyumas karena berhasil menggelar event bertajuk "Ebeg Spektakuler" yang menampilkan 24 penari lengger dan 55 pemain ebeg senior di Kabupaten Banyumas.Â
Berkat komitmennya dalam melestarikan seni ebeg, Kedai Cat Karman telah diganjar penghargaan sebagai Best Local Business Supporting Community Social Culture untuk kategori Private Sector dari CNN Indonesia pada 14 Agustus 2024. (Sumber: CNN Indonesia).
Berikut ini adalah video liputan yang saya buat, termasuk rekaman wawancara dengan Pak Sugeng Prayitno.
Catatan:
Sebagai catatan tambahan, kesenian ebeg dikenal juga sebagai kuda lumping. Kesenian ini sudah berusia ratusan tahun. Dari berbagai catatan yang penulis pelajari, kesenian ebeg diduga muncul pertama kali sebagai bentuk kegiatan untuk mengenang peristiwa tragis yang disebut dalam catatan sejarah sebagai mahapralaya Medang, yaitu tewasnya Raja Dharmawangsa penguasa Kerajaan Medang Kamulan serta para bangsawan dan pejabat tingginya sehingga menjadi akhir dari masa Kerajaan Mataram Kuno.
Raja Dharmawangsa tewas oleh serangan dari Kerajaan Wurawari pada saat sang raja mengadakan pesta perrnikahan puterinya yaitu Galuh Sekar dengan Airlangga pada tahun 928 Saka atau sekitar tahun 1006-1007 Masehi, dan tercatat dalam prasasti Pucangan. (Sumber: Sindonews)
Pada akhirnya Raja Wurawari pun tewas setelah Airlangga beberapa tahun kemudian menyerang balik untuk membalas dendam atas kematian mertuanya. Â
Di Banyumas, kesenian ini selanjutnya berkembang lebih menarik karena datangnya pengaruh seni reog yang dibawa oleh para prajurit Demak yang berasal dari Ponorogo. Mereka datang ke Banyumas untuk tugas militer kerajaan.Â
Demikian semoga tulisan ini bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H