Mohon tunggu...
Try Raharjo
Try Raharjo Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang Republik

Subscribe ya dan like channel YouTube punyaku youtube.com/c/indonesiabagus

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Catatan Hikmah dari Salat Id di Masjid Agung Baitussalam Purwokerto

3 Mei 2022   21:47 Diperbarui: 5 Mei 2022   11:44 2217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerukunan di antara umat beragama di negara kita harus terus terjaga, terlebih pada era keterbukaan informasi masa kini ketika paham dan kepentingan politik sangat mudah disebarkan melalui media sosial dalam berbagai bentuk.

Semua elemen bangsa harus selalu memahami kerawanan yang dapat timbul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita, waspada pada bahaya laten paham dari luar yang ingin merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Jangan sampai demokrasi yang kita bangun bersama ini dilaksanakan berlebihan seenak sendiri tanpa memperhatikan hak dan kewajiban di antara sesama warga negara, menyimpang dari falsafah hidup kita yaitu Pancasila, dan keluar dari dasar hukum kita yaitu UUD 1945.

Hal tersebut dapat diwujudkan bila kita semua bersedia saling menghormati, saling menghargai, dan mau bekerja sama membangun rasa persaudaraan di antara sesama warga negara Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bangsa dengan agama dan kepercayaan serta adat istiadat dan tradisi yang berbeda-beda. 

Hal ini adalah benar sudah dipahami oleh bangsa Indonesia, paling tidak sejak masa didirikannya Candi Borobudur yang dibangun oleh umat Buddha Mahayana dengan dibantu oleh umat Hindu Siwa.

Seperti telah diketahui, sejarah mencatat bahwa pada masa itu Raja Samaratungga menikahkan Putri Mahkota Pramodawardhani yang beragama Buddha dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Pernikahan keduanya adalah momen yang menjadi tanda bersatunya wangsa Syailendra (Buddha) dan wangsa Sanjaya (Hindu) yang sebelumnya saling bersaing (Baca Kompas).

"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".

Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran".

Demikian dicatat oleh Mpu Tantular pada kitab Sutasoma di pupuh 139 bait 5 untuk menunjukkan rasa persaudaraan antar umat beragama yang dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha. 

Tugas kita sekarang adalah melanjutkan dan melestarikan warisan leluhur kita yaitu berupa semangat kebersamaan untuk bersatu, bekerja sama menjaga perdamaian di bumi Nusantara yang indah ini.

Selamat Idul Fitri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun