Mohon tunggu...
Try Raharjo
Try Raharjo Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang Republik

Subscribe ya dan like channel YouTube punyaku youtube.com/c/indonesiabagus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Renungan Hari Pahlawan Nasional 2021

12 November 2021   00:09 Diperbarui: 12 November 2021   13:29 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga penari menampilkan seni tari kuda lumping menyemarakkan peringatan hari pahlawan nasional (10/11). | Dokpri

Saat tiba hari pahlawan nasional 10 November 2021 kemarin, sempat terbersit dalam pikiran penulis betapa semangat kebangsaan dan cinta tanah air kita sebagai bangsa selalu mengalami ujian datang silih berganti, misalnya seperti yang dewasa ini dipicu oleh datangnya wabah Covid-19. Namun kita percaya bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa pejuang sanggup menghadapinya.

Kita tahu, sekalipun kemerdekaan telah diproklamasikan berkat perjuangan serta pengorbanan jiwa dan raga para pahlawan, namun perjuangan itu sejatinya tidak mengenal akhir. Proklamasi kemerdekaan hanyalah jembatan emas bagi kita untuk menjadi bangsa yang kuat, merdeka, berdaulat, sejahtera dan bermartabat.

Tidak ada akhir bagi bangsa yang besar seperti Indonesia ini untuk terus berjuang mewujudkan kemerdekaan sepenuhnya, terbebas dari segala bentuk "penjajahan" yang antara lain berbentuk kemiskinan, kebodohan, intoleransi, sifat malas, dll.

Rendahnya literasi dalam menerima informasi yang sehat, bermanfaat dan kurangnya rasa tanggung jawab yang tercermin pada masih banyaknya orang menyebarkan atau membagikan ulang informasi tanpa cek ulang, suka menyebarkan hoax, adalah juga satu dari sekian bentuk contoh kemiskinan dalam hal akhlak, yang masih menjadi problematika dalam kehidupan berbangsa kita.

Jika dulu para pejuang bertaruh nyawa melawan kolonialisme, maka dalam pandangan penulis saat ini wujud perjuangan kita adalah berupa upaya mengatasi kemiskinan bukan saja secara material, tapi juga miskin ilmu atau kebodohan, dan juga kurangnya rasa tanggung jawab atau rasa memiliki tanah air, yang menggerus rasa bangga sebagai bangsa Indonesia.

Ada beberapa contoh kurangnya rasa cinta tanah air yang mungkin pernah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat orang melihat sampah berserakan di sebuah tempat, misalnya, beberapa di antara saudara kita ada yang mengeluh, "Inilah Indonesia. Kalau bersih, tidak ada sampah berserakan bukan Indonesia namanya".

Atau misalnya lagi, ketika aparat hukum kita semakin profesional, semakin baik dalam bekerja dan berhasil menangkap lebih banyak pejabat yang terindikasi melakukan korupsi maka beberapa di antara saudara kita ada yang justru menyebut bahwa korupsi kini malah semakin banyak. Bahkan ada lagi yang menyebut dengan sinis bahwa korupsi sudah semakin menjadi budaya di negeri kita.

Beberapa kali penulis sendiri pernah mendengar perkataan itu diucapkan orang sambil lalu, mungkin hanya bergurau saja. Tapi hal semacam ini bisa kita temui ketika menghadapi permasalahan lainnya.

Menurut pandangan penulis, beberapa pernyataan bernada sumbang tersebut di atas bisa dipicu dari tumpulnya kecerdasan intelektual. Yang demikian ini, tidak dapat serta merta bisa menerima penjelasan atau diberi pengertian karena terkait dengan daya tangkap atau kematangan seseorang dalam menilai suatu permasalahan secara objektif, tanpa dibebani rasa sentimen terhadap orang atau golongan tertentu.

Kalau pada masa lalu pernah digalakkan secara nasional kegiatan pemberantasan 3B (buta aksara, buta angka, dan buta bahasa Indonesia) sebagai bentuk perjuangan memerangi kebodohan, maka ketika 3B tersebut sudah relatif jauh berkurang seperti saat ini, yang kita hadapi adalah kebodohan dalam bentuk lain, yaitu rendahnya literasi.

Mengenai hal ini, bisa dilihat dari banyaknya orang Indonesia sekarang sudah bisa baca, tapi malas membaca. Akibatnya, yang sering kita jumpai adalah orang terburu membagikan informasi padahal ia sendiri cuma baca judulnya tanpa tahu isinya, hanya untuk sekadar agar dianggap lebih dulu tahu.

Jadi tidak sepenuhnya penulis bisa menerima bila ada orang dengan ringan mempertanyakan, Indonesia sudah merdeka 76 tahun, tapi mengapa, masih ada saja daerah yang belum terjangkau listrik, mengapa masih ada orang miskin, dsb.

Ini karena walaupun kemerdekaan sudah diproklamasikan tetapi perjuangan itu sejatinya tidak boleh berhenti. Perjuangan memerangi kemiskinan, kebodohan, kurangnya rasa bangga menjadi bangsa Indonesia, dst. adalah tugas dan tanggung jawab kita sebagai generasi penerus semangat juang pahlawan dalam mewujudkan cita-cita membangun Indonesia yang maju dan sejahtera. Dan hal ini, sekali lagi, tidak ada istilah berhenti sampai akhir zaman.

Sebagai umat beriman kepada Tuhan YME, kita juga wajib untuk terus berusaha dan berupaya meningkatkan kesejahteraan kita. Bukan karena kemerdekaan sudah diproklamasikan, lantas kita tidak harus lagi berjuang.

Mengenai realitas masih adanya beberapa di antara saudara kita yang masih miskin atau kekurangan, dan membutuhkan bantuan, seyogianya itu adalah menjadi perhatian yang menumbuhkan rasa solidaritas, gotong royong, rasa senasib dan sepenanggungan sebagai sesama warga negara.

Hal-hal demikian ini yang menjadi catatan bagi penulis, setelah terinspirasi menyaksikan betapa bersemangat para seniman dan budayawan Banyumas yang berkolaborasi dalam  sebuah perhelatan seni budaya memperingati hari pahlawan nasional di Kafe Pandawa Jl Sunan Ampel Purwokerto, Rabu 10 November 2021.

Seperti tampak pada video rekaman di atas mereka tampak begitu bersemangat mengobarkan semangat juang kepahlawanan melalui jalur seni yang mereka miliki masing-masing, sangat inspiratif.

Mengusung tema "Dengan berbudaya kita kuat, dengan berbudaya kita erat, dengan berbudaya kita maju" para seniman menampilkan aneka rupa bentuk seni budaya khususnya yang ada di Kabupaten Banyumas. Dalam kegiatan yang berlangsung sejak sekitar pukul 20.00 hingga 24.00 WIB ini ditampilkan seni tari tradisional lengger oleh Riyanto dkk, ebeg (kuda lumping), puisi, lukis, macapat, dan juga musik lagu keroncong.

Penulis (kiri) dan Mbah Hadiwijaya seorang pelukis dan sesepuh budayawan Banyumas. | Dokpri
Penulis (kiri) dan Mbah Hadiwijaya seorang pelukis dan sesepuh budayawan Banyumas. | Dokpri

Acara yang diinisiasi  oleh Paguyuban Goramas (Gotong Royong Banyumas) ini juga diisi dengan sekilas renungan dan pesan untuk generasi muda yang disampaikan oleh Mbah Hadiwijaya seorang pelukis senior yang juga dianggap sebagai sesepuh di antara para seniman dan budayawan di Banyumas.

Pada kegiatan ini pelukis ternama dari Purbalingga yaitu Kang Cune hadir menyemarakkan suasana dengan langsung menggoreskan kuas di atas kanvasnya. Ada pula Kang Umar pelukis kreatif dari Depok Jawa Barat yang sangat antusias bergabung bersama para seniman lainnya dengan langsung membuat sebuah lukisan menggunakan media kanvas dan ampas kopi.

Selain itu hadir juga Kang Buset dari Wongso Art dan Eyang Sedjatiningsih seorang pelukis berusia 80 tahun yang masih produktif berkarya hingga saat ini, Pak Herman pelindung seni ebeg Banyumas, Kang Jarot dari Dewan Kesenian Banyumas, Kang Riyanto penari lengger Lanang dari Banyumas, Kang I'ang dari Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi), Anastasia Wiwik penulis novel, dll.

Saat acara resmi dimulai, dipanjatkan doa menggunakan bahasa Jawa yang disebut dengan Puja Bakti Praja. Pada sessi ini bunga mawar dan melati warna merah dan putih, disajikan di tengah panggung. Sementara dupa dibakar, gamelan ditabuh dan rebab digesek, sebagai sarana untuk menciptakan suasana sekhidmat mungkin pada saat mengenang dan menghormati jasa para pahlawan yang telah gugur berkorban jiwa dan raga untuk kemerdekaan Indonesia.  

Sebagai puncak acara, dengan dipandu Mbah Gobed diadakan pemotongan tumpeng yang ujungnya kemudian diserahkan kepada perwakilan generasi muda dengan disertai pesan untuk melanjutkan semangat juang para pahlawan dengan berkarya untuk kemajuan negeri dan menjaga serta melestarikan budaya sebagai jatidiri bangsa.

Gairah berkesenian dan daya berkreasi yang menciptakan keindahan dan keharmonisan, yang dapat mengolah rasa, cipta dan karsa untuk mewujudkan karya yang bermanfaat, memperhalus budi pekerti semacam ini benar-benar memberikan inspirasi.

"Mengingat masih dalam suasana pandemi, kegiatan ini dikemas secara sederhana dan kekeluargaan, dengan membatasi jumlah tamu undangan," kata Kang Kirlan sebagai ketua Goramas, sambil menyampaikan permohonan maaf bila ada sesuatu yang kurang tepat dalam menjamu para tamu undangan. Juga tidak lupa diucapkan terima kasih kepada Kang  Ade selaku pemilik Kafe Pandawa, dan berbagai pihak yang telah mendukung pelaksanaan kegiatan ini.

Penulis (kiri) dan beberapa seniman Banyumas. | Dokpri
Penulis (kiri) dan beberapa seniman Banyumas. | Dokpri

Semoga tulisan ini juga dapat menjadi inspirasi bagi pembaca.

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun