Saat itu Sultan mengadakan acara menyembelih hewan ternak sapi dalam jumlah yang banyak dan dagingnya dibagi-bagikan kepada rakyat.
Kebiasaan ini tidak hanya dilakukan di antara masyarakat sesama muslim saja, namun juga pada sesama umat Kong Hu Cu pada saat Imlek, atau sesama umat Kristen pada saat Natal.
Dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa Barat ada tradisi bernama munjung yang berasal dari kata 'kunjung'. Biasanya, munjung dilakukan mendekati Lebaran. Di sini adik mengunjungi kakak atau anak mengunjungi orang tuanya dengan membawa makanan di dalam rantang bersusun.Â
Ada pula yang menyebut tradisi ini dengan istilah nganteuran. Artinya sama saja yaitu mengantarkan makanan.
Nah, biasanya rantang berisi makanan yang dikirimkan itu akan dikembalikan oleh si penerima dengan makanan juga yang merupakan hasil olahan atau masakan si penerima. Â Ini dapat diartikan sebagai tanda terima kasih dari si penerima kepada yang mengirimkan makanan.
Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, tradisi ini kemudian diperkaya oleh masyarakat. Kudapan yang berasal dari buatan orang keturunan Belanda menjadi pelengkap hantaran di samping kudapan lokal. Misalnya kue nastar, kastengel, putri salju, dll. Aneka kue dan biskuit tersebut pun menjadi penambah menu kudapan khas hari raya hingga saat ini.
Dari hal ini kiranya kemudian kita mendapatkan alasan mengapa kaleng yang tadinya berisi biskuit kemudian dikembalikan oleh keluarga penerima kepada si pemberi dengan isi makanan buatan dari si penerima yang di antaranya ada berupa rengginang, peyek, kacang, dsb. Bisa jadi pada awalnya si pengirim memberikan biskuit kemudian orang yang menerima mengembalikannya dengan mengisi kaleng biskuit itu dengan makanan buatannya.
Sampai dengan tahun 1990-an, sebagian masyarakat kita masih menjalankan tradisi mengantarkan makanan siap saji kepada saudara atau tetangga dalam rantang. Namun saat ini tradisi tersebut sudah mengalami proses transformasi sesuai dengan situasi dan kondisi.
Berbagi pada masa kini
Tradisi berbagi makanan siap saji dengan rantang yang biasa dilakukan dewasa ini mulai banyak mengalami modifikasi dan variasi bentuknya. Satu di antaranya menjadi berbagi dalam bentuk parsel berisi makanan kering, biskuit, minuman ringan, dsb. Alasannya karena lebih praktis pada saat proses pengiriman, makanan lebih tahan lama, dan isinya bisa disesuaikan dengan kemampuan.
Saat ini bahkan, seperti sudah banyak dilakukan orang, parsel itu dikemas bukan saja untuk keluarga, tetangga atau kenalan yang spesial. Sebagian dari masyarakat kita ada yang sengaja membuat parsel khusus untuk diberikan kepada kaum dhuafa atau orang-orang yang dianggap membutuhkan bantuan. Parsel ini berupa bingkisan berisi bahan-bahan pokok kebutuhan rumah tangga seperti misalnya beras, minyak goreng, kecap, gula, telur, mi instan, dsb. Ada juga yang melengkapinya dengan sirup, telur, kain sarung atau kemeja dan bahkan juga ada yang menyertakan amplop berisi uang.