Tidak kalah penting adalah upaya yang sistematis untuk mencegah terjadinya bencana sosial kemanusiaan.
Dalam hal ini mempersepsikan bencana sosial kemanusiaan harus dapat dipahami dalam konteks untuk menjadi bahan introspeksi, evaluasi, dalam rangka membentuk kesadaran dan tanggung jawab pada pola interaksi dan relasi yang harmonis di antara sesama warga negara.
Membangun kesadaran dan rasa tanggung jawab pada masyarakat membutuhkan proses yang tidak mudah, karena ini berkaitan dengan perubahan perilaku warga masyarakat umum yang memiliki latar belakang sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan pemahaman / keyakinan yang berbeda-beda.
Demikian pun hal ini berkaitan dengan pemahaman terhadap aspek pencegahan bencana sosial kemanusiaan yang juga sebenarnya meliputi aspek solidaritas, kepekaan sosial kemanusiaan kepada sesama, keikhlasan untuk membantu korban bencana tanpa melihat perbedaan suku bangsa, agama, pandangan sosial politik, dll.
Pendekatan moral spiritual (keagamaan)
Melihat fenomena bencana tidak cukup bila kita hanya menggunakan pendekatan intelektual, berdasarkan pada misalnya analisa meteorologi, klimatologi dan geofisika, dsb. tetapi juga hendaknya dilengkapi dengan menggunakan pendekatan spiritual. Terlebih mengingat bahwa nilai-nilai religius sangat dijunjung tinggi oleh penduduk Indonesia.
Bagi umat beragama, bencana dipandang sebagai takdir, sebuah ketentuan yang merupakan hak milik Allah sebagai zat yang maha kuasa, pencipta alam semesta, bumi dan seisinya.
Berikut ini adalah beberapa sikap yang seyogyanya dilakukan untuk menghadapi musibah dalam perspektif nilai moral spiritual (keagamaan).
1. Percaya / yakin dengan takdir atau ketentuan yang Allah berikan kepada kita.
Umat beragama meyakini bahwa Allah adalah zat yang maha kuasa, pencipta makhluk bumi dan alam semesta seisinya. Kekuasaan-Nya demikian besar meliputi semesta jagat raya dan seisinya.
Semua jenis bencana dalam berbagai bentuknya berada dalam kekuasaan Allah. Tidak ada musibah yang dapat menimpa umat manusia tanpa seizin-Nya.