Korupsi dalam segala bentuknya harus diberantas atau dengan kata lain harus ditanggulangi, agar tidak merajalela. Pernyataan bahwa korupsi masih menjangkit secara serius di tanah air diberbagai sektor  dengan beragam modus sulit untuk dibantah. Perilaku korup serta system yang belum mampu secara baik mencegahnya menjadi penyebab tindakan korupsi mudah dilakukan dan terus terjadi.
Transparency international Indonesia (TII) merilis corruption perception index (CPI) di Indonesia tahun 2018 belum menunjukkan peningkatan secara signifikan. Skor CPI Indonesia tahun 2018, adalah 38 dari rentang penilaian 0 -- 100, Indonesia berada pada rangking 89 dari 180 negara. Begitu juga dengan hasil survey integritas 2017 yang dilakukan KPK masih menunjukkan level integritas yang relative rendah.
Pengadaan Barang Jasa (BPJ) publik adalah salah satu ceruk korupsi yang paling dominan ditingkat nasional maupun daerah. Membaca laporan KPK tahun 2017 menunjukkan bahwa dari 468 perkara yang sedang dan tengah ditangani 142 perkara  (31%) adalah yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa publik dengan berbagai modus termasuk suap dan gratifikasi yang terkait dengan BPJ.
Secara spesefik, kasus korupsi di Riau yang terjadi dan sedang ditangani oleh Aparat Penagah Hukum (APH) 2011-2018 didominasi oleh kasus korupsi berkaitan dengan keuangan daerah yang didominasi korupsi terkait PBJ baik Pemerintah Provinsi maupun kabupaten/kota di Riau. Tiga bentuk korupsi disektor keuangan daerah, terdiri dari 63% kasus korupsi terkait dengan BPJ, 23% terkait dengan operasional penyelenggaraan pemerintah dan 14% dengan korunpsi bantuan-bantuan (Hibah/Bansos). Tidak hanya jumlah kasus, korupsi BPJ yang terjadi juga berkontribusi terhadap kerugian yang cukup besar.
Korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa publik ditengarai menjadi penyebab kebocoran anggaran serta berdampak terhadap rendahnya kualitas program dan kegiatan yang dilakukan. Perlu diketahui 47% proporsi anggaran daerah di Provinsi Riau Riau digunakan untuk membiayai PBJ berbagai rupa. Untuk itu, pemerintah telah sepakat menetapkan sektor PBJ dan Pembangunan Insfratruktur menjadi target pencegahan korupsi yang dimuat dalam Rencana Aksi (Renaksi) Pencegahan Korupsi di Provinsi Riau dan 12 Kabupaten/kota.
Unpaya pencegahan korupsi diarahkan untuk menyelesaian permasalahan BPJ seperti, tingginya intervensi pihak internal dan eksternal pemerintah dalam kegiatan pengadaan, pelaksanaan pengadaan yang tidak sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan, mark-up biaya pengadaan, pengadaan fiktif. Sementara peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) belum optimal untuk mencegah korupsi disektor tersebut. Selain itu juga sistem untuk mendorong partisipasi masyarakat untuk turut serta mengawasi PBJ juga belum memadai.
Meskipun mekanisme pengadaan telah diterapkan dengan sistem elektronik yang dikelola oleh unit sendiri, namun ketercukupan informasi masih sangat minim dan terbatas. Informasi -- informasi penting yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk bepartisipasi dalam pengawasan serta mencegah terjadi kecurangan dari pihak-pihak terkait pelaksanaan pengadaan belum dipublikasikan secara proaktif oleh penanggungjawab pengadaan. Untuk itu, sebagai upaya mencegah korupsi disektor PBJ diperlukan transparansi khususnya informasi yang terkait dengan dokumen pengadaan.
Bukan Dokumen Rahasia
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 54 tahun 2010 dan perubahannya, setidaknya terdapat 8 dokumen terkait pengadaan barang dan jasa. Yaitu, dokumen kerangka acuan kerja (KAK), dokumen riwayat pengadaan, dokumen standar binding (SBD), dokumen penawaran, dokumen kelompok kerja unit layanan pengadaan, berita acara penetapan pemenang dan dokumen kontrak kerja.
Tidak jarang pejabat pemerintah beranggapan dokumen-dokumen itu rahasia dan tidak bisa diakses masyarakat. Sehingga sejauh ini dokumen itu sulit diakses dari penanggungjawab pelaksana kegiatan. Pemahaman kerahasiaan dokumen terkait PBJ tentu bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi sebagai diatur dalam UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
UU KIP memberikan jaminan atas hak informasi publik dengan salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam prroses perencanaan, pengambilan keputusan dan pengawasan atas kebijakan publik. Secara spesifik, informasi terkait pengadaan barang jasa secara jelas disebutkan dalam UU itu. Pasal 11 (1) UU KIP  menyebutkan seluruh dokumen kebijakan beserta pendukungnya, perjanjian (pemerintah) dengan pihak ketiga  adalah bagian dari informasi publik yang bersifat terbuka.
Dengan demikian, dokumen terkait barang dan jasa termasuk kontrak kerjasama adalah bagian dari dokumen kebijakan dan dokumen perjanjian dengan pihak ketiga yang dimaksud dalam UU KIP. Sehingga, anggapan tentang dokumen pengadaan barang dan jasa adalah informasi rahasia adalah keliru dan tidak berdasar.Â
Namun, UU KIP memberikan batasan terhadap informasi publik itu dengan menetapkan adanya informasi yang dikecualikan sebagaimana disebutkan pada pasal 17 UU KIP. Seperti, informasi yang jika dibuka akan menganggu kepentingan dalam perlindungan kekayaan intelektual dan persaingan tidak sehat, informasi yang berkaitan dengan privasi (data pribadi), atau informasi yang menggangu proses penegakan hukum. Akan tetapi pengecualian informasi ini sangat ketat dan berbatas waktu dan tidak sembarangan.
Jika melihat kontek tersebut, maka informasi pengadaan barang dan jasa dapat dikatakan rahasia atau dikecualikan jika dalam proses lelang sedang berjalan. Kapan?, yaitu mulai tahapan pengajuan pernawaran sampai kepada penetapan pemenang. Karena, dalam tahap ini dapat berpotensi menganggu persaingan usaha. Paska proses tersebut dilalui semua kebijakan, dokumen yang berkaitan dengan PBJ adalah informasi terbuka dan bisa diakses oleh publik.
Mempublikasi informasi dokumen pengadaan termasuk kontrak (surat perintah kerja) sehingga mudah diakses oleh publik menjadi penting untuk dilakukan sebagai strategi untuk mencegah korupsi di sektor PBJ ini. Dengan mempublikasikan informasi tersebut, masyarakat dapat dengan mudah untuk turut serta melakukan pengawasan untuk memastikan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan sesuai dengan rencana dan berkualitas.
Bagi pemerintah, kebijakan publikasi informasi dokumen pengadaan ini selain menjalankan mandat UU, juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah dan meminimalisir disinformasi. Selain itu juga pemerintah dapat memastikan pembangunan benar-benar dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Serta menjadi bentuk implementasi pecegahan korupsi yang telah di tetapkan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H