Mohon tunggu...
Tri MS
Tri MS Mohon Tunggu... Apoteker - mantan PNS

Orang biasa yang selalu ingin belajar dan berbagi....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi PNS di Era Otonomi Daerah

15 Juni 2017   07:00 Diperbarui: 31 Juli 2017   07:05 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menpan kita dalam suatu wawancara mengatakan bahwa 62% PNS hanya mempunyai kemampuan administratif, hanya mampu di kemampuan tulis menulis, surat menyurat, laporan, kurang kemampuan teknis.  Apa artinya? Mari kita bincangkan penempatan Sumber Daya Manusia (SDM), terutama PNS, di era otonomi daerah.

Beberapa aturan kompetensi jabatan dari kementerian sebenarnya sudah banyak yang diterbitkan, namun hal ini sering diabaikan. Yang jelas sudah dikunci via UU Rumah Sakit No 44/2009,  direktur RSUD harus tenaga medis (dokter atau dokter gigi), tenaga kesehatan lain (SKM, perawat, apoteker), tidak boleh. Namun untuk bidang lainnya, yang terkait pekerjaan administratif, bahkan teknis, tidak ada aturan khusus, meski tetap ada logika kepantasan (bayangkan ada sarjana teknik sipil menjadi kasi imunisasi di Dinkes, sarjana pertanian menjadi kabid bina program di dinkes, sarjana hukum menjadi kasi kesehatan veteriner (dan dokterhewannya menjadi stafnya).

Sangat berbeda dengan saat orde baru yang masih sistem sentralisasi, bahkan NIPnya (Nomor Induk Pegawai), sangat spesisifik, menggambarkan khas departemennnya, dan mempunyai kode tersendiri, misal awalan 13 untuk pendidikan, 14 untuk kesehatan. Misal NIP saya dulu, 14085566. Dan PNS tersebut dari CPNS sampai pensiun akan tetap bekerja di departemennnya (kementeriannya), biarpun bekerja di daerah, misal guru tetap di depdikbud atau perawat kesehatan tetap di depkes

Namun kini era otonomi daerah, NIP pun sudah diubah, mencantumkan tanggal lahir, tanggal CPNS dan kode urutan. Misal NIP saya sekarang, 19610517 198903.002. Tidak spesifik, sangat generalis, seperti disampaikan di atas, bahkan penempatan kerjanya seolah kunci inggris, bisa untuk segala ukuran baut, bisa keliling semua dinas/SKPD, seolah guru SD yang bisa mengajarkan semua pelajaran.

Jabatan administratif

Saat penerimaan CPNS, sebenarnya sudah sangat jelas formasi jenis tenaga yang dibutuhkan. Misalkan, guru, harus disebutkan guru bidang kimia, bahasa Inggris, atau guru olah raga. Kalau formasi di bidang kesehatan, harus disebutkan apakah formasi untuk tenaga dokter, bidan, analis kesehatan atau farmasi (sangat banyak kualifikasi tenaga kesehatan, ada 21 jenis). Demikian juga untuk formasi bidang pertanian, apakah insinyur peternakan atau kehutanan. Dan setelah mereka diterima menjadi PNS, tentunya ditempatkan sesuai formasi kebutuhannya, pada SKPD atau Dinas/instansi yang membidangi sektornya.

Namun itu jika penempatan PNS berdasarkan formasi penerimaan dipatuhi. Jika terjadi di luar asas tersebut, namanya adalah pengecualian. Misalnya tenaga guru, ditempatkan di kantor kecamatan. Tenaga kesehatan, ditempatkan di kantor pemda, tenaga arsitek ditempatkan di kantor kehutanan, dll. Biarpun mereka mempunyai kemampuan teknis, namun mereka ditempatkan pada kantor dengan penugasan yang sangat umum, kemampuan generalis - administratif.

Pada nomenklatur jenis tenaga PNS, dikelompokkan pada tenaga kesehatan, tenaga kependidikan, tenaga teknis strategis dan tenaga umum. Jelas tidak bisa saling diputar, tenaga kesehatan atau kependidikan misalnya, jadi tenaga umum atau sebaliknya. Itu pada awal penempatannya, terutama pada level staf, kemampuan teknis - spesialis . Ini berbeda dengan karyawan Bank, di mana saat penerimaan semua disiplin ilmu bisa masuk, dan penempatannya masih posisi umum (menjadi teller, misalnya).

Jika melihat lagi pada karyawan Bank, di mana penempatan karyawan pada bagian riset, marketing, atau audit, pada akhirnya juga mengkombinasikan dari generalis ke spesialis atau sebaliknya dari spesialis ke generalis. Mungkinkah hal tersebut dilakukan pada SKPD di lingkungan pemerintah?

Jawabnya mungkin ya pada SKPD tertentu, namun dipastikan tidak tepat pada SKPD yang sangat teknis spesialis, misalnya Balai Penyuluh Pertanian, RSUD, puskesmas, sekolah, laboratorium, SKPD pertanian, kesehatan, pendidikan, kimpraswil dan SKPD yang sangat teknis operasional.

Bagaimana dengan penempatan karyawan pada SKPD atau kantor yang berkaitan dengan pekerjaan sosial - konseptual - kemasyarakatan? Misalnya kesosnaker, bappeda, pariwisata, pemberdayaan, koperasi, camat, lurah? Bisakah berlatar belakang kemampuan spesialis menduduki jabatan di tempat tersebut? Jawabannya, menurut saya, bisa.

Di sebuah kabupaten, ada dokter atau dokter gigi, atau seorang insinyur pertanian atau perikanan menjadi kepala Bappeda. Di Jogja, seorang tenaga kesehatan memimpin SKPD pemberdayaan masyarakat. Sama seperti di Bank, pada bidang marketing atau riset, semua disiplin ilmu bisa bekerja di bidang tersebut. Ini karena yang dibutuhkan adalah ilmu yang generalis -sosial - konseptual dan managerial, bukan teknis operasional.

Namun sekali lagi, tentu ini melihat perfomance dan pengalaman PNS yang bersangkutan, apalagi sekarang untuk Jabatan Pimpinan Tinggi (eselon 2) harus dilelang, terbuka untuk yang mampu.

Namun, kadang memang terjadi, ada camat atau lurah dari PNS insinyur pertanian, guru atau tenaga teknis lainnya, sekali lagi, sepanjang ada kemampuan bidang sosial kemasyarakatan, bukan karena tim sukses. Namun, tentun tepatnya dan sebaiknya lulusan STPDN yang memang sekolahnya telah dipersiapkan untuk jabatan tersebut.

So, menurut saya, mereka yang berlatar belakang spesialis, bisa menduduki jabatan yang generalis - administratif, namun sebaliknya tenaga PNS umum tidak tepat pada posisi jabatan yang memerlukan kemampuan teknis spesialisasinya. Dinas PU haruslah tempatnya para insinyur sipil/arsitek, Dinas pendidikankan tempatnya pejabat dari guru, Dinas Pertanian tempat mengabdi orang lulusan pertanian/peternakan/perikanan, Dinas Kesehatan ya tempatnya mengabdi orang orang berlatarbelakang kesehatan

Namun di jabatan non teknis, jabatan administratif, semua PNS, baik teknis atau non teknis, tetap mempunyai peluang yang sama.

Tapi di era otonomi daerah, semua hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin, tergantung kepentingan pemdanya.Saatnya pemerintah mengatur lebih rinci dan rigid, agar jabatan teknis harus diduduki orang-orang berlatar belakang teknis yang sesuai. Agar Indonesia lebih tertata, tempatkanlah orang sesuai keahliannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun